Budayakan tekan bintang sebelum membaca ;)
Pulang sekolah, seperti biasa Putri menunggu si Ksatria tanpa baju besinya datang menjemput. Kali ini ia menunggu sendirian didekat parkiran sekolah, tidak ada si galak Defina, atau si bawel Lulu yang menemaninya.
Eksistensi Putri disekolahnya memang diakui hampir seluruh warga sekolah. Banyak yang mengenalnya, dan selalu ada sapaan ramah yang terlontar untuknya. Wajah cerahnya tak pernah luntur, begitu pula lengkungan indah dibibirnya.
Ia juga berusaha menjadi pengamat yang baik, ia hafal siapa yang sering menyapanya. Ia hafal seluruh teman seangkatannya, meskipun mereka tidak pernah mengobrol.
Putri juga memiliki kemampuan menjadi pendengar yang baik. Ia sering jadi sasaran curhatan teman-teman sekelasnya, atau sekedar meminta pendapat. Dan semua curhatan yang ia pernah dengarkan tidak pernah bocor kesiapapun. Itulah salah satu hal istimewa yang dimiliki Putri.
"Nunggu jemputan Put?."
"Iya Bob, nunggu Kakak jemput."
Pemuda bernama Bobby itu mengangguk, "Gue duluan ya."
"Ya, hati-hati."
Bobby, pemuda jangkung yang pemalu. Putri pernah menjadi pendengar setianya, saat itu Bobby bercerita tentang dirinya yang diam-diam menyukai Lisa, berniat mengutarakan perasaannya tapi terlalu malu.
Alhasil Putri dengan hati ibu perinya memberi nasihat serta motivasi pada Bobby. Dan sepertinya itu berhasil, sekarang hubungan Bobby dan Lisa menjadi lumayan dekat. Tinggal menunggu Bobby meluncurkan pelurunya untuk membuat Lisa ambyar.
Putri terkesiap saat Dean melewatinya begitu saja. Pemuda itu berlalu tanpa basa-basi sedikitpun, padahal Putri yakin sekali kalau Dean mengetahui keberadaannya. "Kak Dean."
Pemuda itu berhenti, beberapa langkah didepan Putri. Putri sendiri merutuki kebodohannya yang keceplosan memanggil seniornya itu. "Kak Deano."
Dean berbalik, menghadap Putri. "Oh elo, kenapa?."
"Em, itu... Mau nanya soal Deandra."
"Iya, kenapa?."
"Dee sakit apa ya kak?. Udah dua hari gak masuk sekolah."
"Demam."
"Demamnya parah?. "
"Enggak, besok juga udah masuk."
Putri mengangguk mengerti, otaknya berfikir cepat berusaha menyambungkan informasi yang ia dapatkan dari obrolan dikantin dan saat ini. "Lo beneran peduli sama Dee?."
"Maksudnya kak?."
Dean mengehela nafas, melipat kedua tangannya didepan dada. "Lo nanya kaya gini bukan karena penasaran sama obrolan di kantin tadi kan?."
Kenapa sih dengan kakak beradik ini?, mereka suka sekali bicara langsung ke inti. Putri kan jadi bingung mau jawab apa?, basa-basi dikitlah. "Putri...gak tau mau jawab apa."
"Oke, gue udah dapet jawabannya, lo cuma penasaran sama obrolan di kantin tadi."
"Putri gak boleh bohong Kak, kalau ketauan Kak Satria bisa dihukum nanti."
Sebelah alis Dean terangkat, ia memiringkan sedikit kepalanya. "Kakak lo gak ada disini."
"Sama aja, nanti Kak Satria bakal tau kalau Putri bohong. Putri memang penasaran sama obrolan dikantin tadi, tapi Putri juga khawatir sama Dee yang gak masuk dua hari."
"Lo lucu ya?, sayangnya Dee ngelarang gue deketin lo."
"Maksudnya Kak?."
"Lo tuh polos apa bego sih?."
Kedua alis Putri menyatu, ia benar-benar tak paham dengan perkataan Dean, "Putri gak ngerti."
"Jangan terlalu lugu, nanti diculik om om."
Setelah mengatakan itu Dean berbalik dan pergi, "Kalau lo emang peduli sama adek gue, buat dia percaya, masih ada temen yang tulus buat dia." Ujar Dean sambil terus melangkah.
Ini kedua kalinya mereka mengobrol, dan kedua kalinya juga Putri ditinggal begitu saja. Sungguh ia tak paham dengan perkataan Dean, "Putri punya salah apa ya sama Dee?."
"Apanya yang salah?."
Putri terlonjak kaget saat menyadari keberadaan Satria didepannya. Ia terlalu memikirkan perkataan Dean sebelumnya hingga tak sadar Satria sudah berdiri didekatnya. "Gak tau."
Satria paham, Putri tak suka berbohong. Dia akan memilih diam daripada berbohong. Maka dari itu, untuk urusan yang menurutnya tak ingin Putri ceritakan tak akan Satria bahas atau pertanyakan.
Putri menyalimi Satria lalu memeluknya, "Putri kangen kakak."
Satria tertawa kecil, ia paham betul apa yang ada dipikiran adiknya. "Uang bidik misi kakak udah cair, Putri mau apa?."
"Perhitungan Putri tepat ya?."
Satria mengusap kepala adiknya, "kamu emang yang paling hafal kalau masalah ini."
"Kita beli ice cream ya?, habis itu ke toko buku, pulangnya mampir ke toko kue buat Mama, gimana?."
"Kapan sih kakak nolak permintaan kamu?."
"Putri saaayang Ksatria!."
"Lebih saaayang Tuan Putri."
👑👑👑
"Ma, liat nih Putri bawa kue kesukaan Mama."
"Wah, makasih sayang. Taruh dulu di meja, Mama mau buatin teh buat Kakak sama kamu."
Putri memeluk ibunya, mencium pipinya gemas. "Makasih Ibunda tercinta."
Ibu Putri menggelengkan kepalanya,"alay kamu."
"Tapi sayang kan?."
"Kamu kok jadi bucin gini Put?." tanya ibunya bingung.
Tawa Satria menggelegar, lucu sekali melihat interaksi ibu dan adiknya itu. "Mama tau tauan dari mana kata bucin?."
"Gini-gini Mama update tau."
Satria mengambil alih dua gelas teh dari tangan ibunya, membawanya ke meja makan. Putri sudah sibuk memotong kue yang tadi dibelinya. "Ini rasa baru Ma, enak deh. Nih, aku suapin biar romantis."
"Kamu salah makan ya Put?. Jadi alay gini." Ibunya menatap anak perempuan satu-satunya dengan bingung.
"Yeee, si Mama mah, orang anaknya lagi perhatian dibilang alay."
"Kamu siapa?, kembalikan anak saya."
"Aing maung."
"Oh, abis makan biskuat coklat."
Pecah sudah tawa mereka, larut dengan kehangatan di sekelilingnya. Obrolan ringan seperti ini yang sudah jarang terjadi diantara mereka. Lontaran candaan yang mengundang tawa, melepas beban mengundang kebahagiaan.
Obrolan mereka terus berlanjut, sambil mengunyah kue yang dibeli dan menyesap teh buatan ibu mereka, tak sadar sudah dua jam berlalu begitu saja. Waktu yang sangat sebentar bagi mereka berbagi cerita.
"Nanti kita liburan yuk. Sebentar lagi kan liburan sekolah, kita Nginep." Putri menyuarakan keinginannya penuh harap.
"Boleh, nanti kita tanya Ayah waktunya kapan." sahut Ibu mereka antusias yang tanpa sadar menghilangkan binar penuh harap Putri.
"Mmm, Ayah bukannya ada jadwal keluar kota?." tanya Putri hati-hati.
Ibu mereka terdiam, menatap Putri heran. "Kita cari waktunya, biar Ayah bisa ikut."
"Satria belum tau bisa apa enggak liburan nanti."
Senyum Putri sirna begitu saja, Satria komponen penting dalam proses kebahagiaan Putri. Buat apa mereka Liburan kalau Satria tidak ikut?, percuma."Kita liburan kalau kakak ikut. Kalau kakak gak bisa kita gak jadi liburan."
"Emang kenapa kalau gak ada kakak?. "
"Gak bisa kak, Putri tanpa kak Satria itu bagaikan remah-remahan rengginang sisa lebaran."
"Tuh, kambuh alaynya."
"Kamu kebentur tembok yang mana sih Put?, jadi alay gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Putri dan K(satria)
Teen FictionCerita ini bukan tentang kisah fantasi kehidupan Tuan Putri di kerajaan, bukan juga kisah tentang Tuan Putri dan pangeran dari negri sebrang, atau kisah tentang perebutan tahkta kerajaan. Cerita ini sangatlah sederhana, tidak melibatkan banyak konf...