Budayakan tekan bintang sebelum membaca.
Setelah bujukan dan pembicaraan yang cukup menguras emosi akhirnya Deandra menyetujui untuk sekelompok dengan Putri dan Defina. Jangan tanyakan bagaimana kesalnya Defina saat Deandra menolak dan keukeuh untuk tidak memiliki kelompok, namun saat Nilu ikut turun tangan dan mengatakan tak bisa sendiri karena ini tugas kelompok, serta hanya mereka betiga lah yang belum memiliki kelompok, Deandra pun menyetujui, dengan terpaksa.
Putri sendiri masih bingung kenapa Deandra sangat lah keras kepala dalam mempertahankan keinginannya, padahal ia menawarkan ini untuk kebaikan Deandra juga. Segitu takutnya kah dia kalau Putri memperalatnya untuk mendekati Kak Dean?, Putri tidak selicik itu. Lagian untuk apa?, Putri sama sekali tidak tertarik dengan pria yang katanya paling diminati siswi di sekolah ini.
"Gila!. Lo bener-bener gila Put!. "
Putri memutar bola matanya malas, ini sudah ke sembilan kalinya Defina mengatai Putri gila sejak sejam yang lalu. "Gak usah lebay deh."
Defina melotot, "lebay?, gimana gue gak lebay?, lu baru aja nolak Kak Milo si wakil ketua OSIS, anak olimpiade, kebanggaannya dua belas IPA satu woy!. Gue gak ngerti lagi sama lu."
"Belum lagi bukan cuma pinternya yang kelewatan, mukanya juga menjamin buat memperbaiki keturunan lu nanti!. Gila. Emang lu Put!."
Dan itu sudah Gila kesepuluh yang Defina berikan pada Putri sejak beberapa menit yang lalu. Terima kasih pada Defina, sepertinya Putri akan mendapatkan trofi award dengan kategori orang gila terwaras sejabodetabek.
"Ya abisnya gimana Dep, aku gak bisa nganggep Kak Milo lebih, aku nyaman sama dia sebagai adek kelas dan kakak kelas gak lebih dan gak kurang, lagian kalau aku terima tapi aku gak ada rasa kan kasian Kak Milo nya juga."
Defina menghentikan langkahnya, menatap Putri menyelidik. "Jawab yang jujur Putri, kamu nolak Kak Milo bukan karena kamu ada orang lain yang spesial kan?."
Mata Putri membulat, kaget. Tak menyangka Defina akan menanyakan itu padanya. "Ah, orang spesial?. Yang telornya tiga?."
Defina kini menatap Putri bingung, meski sorot penasaran mendominasi. "Maksudnya telor tiga apa?, martabak?."
"Iya, martabak telor yang telornya tiga kan martabak telor spesial namanya."
"Terserahlah, mau itu martabak, bolu kukus, lumpia goreng yang jelas kamu beneran ada seseorang spesial?. "
"Eh, itu...." Putri diam tak bisa menjawab, kini pipinya sudah merah merona. Ia bahkan sampai menutup wajahnya malu.
Defina ternganga melihat reaksi Putri, ini pertama kalinya ia melihat Putri salting dengan pipi yang merona seperti itu. Temannya sudah tidak polos lagi ternyata. Ini Putri loh, mungkin kalau temannya yang lain respon Defina tidak akan sekaget ini. "Serius kamu?, siapa?. Seenggaknya potensi dia harus melebihi Kak Milo. Kayak Kak Dean contohnya."
Deandra yang sedari tadi hanya diam mendengarkan kedua gadis itu melotot kaget saat nama Kakaknya disebut. Ia jadi was was, menatap Putri penasaran. "Beneran Kak Dean?. "
Kini gantian Putri yang melotot pada Defina, "Ya enggak lah. Aku aja baru tau Kak Dean orangnya yang mana. Kita bahkan gak pernah ngobrol lewat chat apalagi langsung."
Gadis berambut ikal gantung itu masih tak percaya dengan kata-kata Putri. Ia masih menatap Putri intens. "Serius Put."
Hey, itu hanya Dean. Si ketua futsal yang supel. "Kalau soal wakil ketua OSIS, anak olimpiade sampe ketua Futsal yang supel, abang ku bisa lebih."
Putri memasang wajah galaknya meskipun lebih terlihat sok galak. Kenapa sih perempuan itu suka sekali dengan pria tenar dan idola?. Perasaan timbul kan bukan hanya sekedar ingin famous, dan numpang tenar, ini hati bukan ajang untuk ngartis.
Lagian, meskipun bila Alden kudet, bukan anak olimpiade, dan bukan idola pun Putri akan tetap memilihnya dari pada Milo ataupun Dean. Ini bukan tentang siapa yang paling hebat dan terkenal. Ini tentang rasa nyaman yang tidak sembarangan orang bisa memberikan. Dan Alden orangnya.
"Jadi lu beneran gak tertarik sama Kakak gue?."
"Mungkin bagi cewek lain Kak Dean atau Kak Milo itu idaman, tapi bagi aku cuma ada satu orang yang bisa aku percaya untuk menjaga hati aku saat ini. Apasih, kok aku jijik ya, sama omongan sendiri?. "
Defina mendengus, meski sebenarnya ia sangat penasaran siapa orang itu. "Tapi kok kamu manggilnya abang?, kamu engga kakak adek zone kan?. Apa dia cuma nganggep adek?."
"Tiati loh Put, sakit hati bisa-bisa kamu kalau dia cuma nganggap kamu adek. Harus dipastiin dulu, biar kamu gak terlalu berharap." Deandra ikut memberikan komentar yang membuat Putri panas seketika.
"Iya, udah berharap tinggi-tinggi taunya Zonk!. Kit atii dedek bang!."
Putri mendelik sebal, kenapa juga Deandra jadi ikut-ikutan kompor seperti Defina. Tadi saja hanya diam kaya patung berjalan. "Apasih, kok jadi bahas dia."
"Siapa sih orangnya, kasih tau aku sini. Biar aku bisa pastikan dia berpotensi bikin kamu sakit hati apa engga." seloroh Defina dengan gaya tengilnya.
Untuk apa Putri memberi tahunya, yang ada Defina dan Deandra akan heboh saat tau Alden lah orangnya. Putri tidak mau menyebarkan kedekatan dirinya dengan Alden, yang pasti sangat dikenal oleh teman-temannya. Lagian Putri sudah sangat mengenal dan hafal Alden luar dan dalam, istilahnya Putri sudah mengetahui boroknya Alden sekalipun.
"Ah, aku jadi penasaran akut kan. Siapa orang yang bisa bikin Princess kita yang polos ini salting kaya tadi. Anak SMA sini Put?." Defina masih belum puas kalau belum tau namanya.
"Bukan."
"Tapi ada kemungkinan aku atau Deandra kenal gak?."
"Bukan kamu sama Deandra doang, kalau kamu tanya sama siswi disini juga mereka kenal. Bahkan sama keluarganya juga."
Defina kembali ternganga, seterkenal itukah si abang ini?. Atau jangan jangan dia anak presiden?, anak artis?, konglomerat?. "Serem ya, Putri mah mainnya bukan sama yang Famous disekolah doang, sampe beda sekolah juga."
"Alhamdulillah, Kakak gue gak ada peluang."
"Peluang mah pasti ada, tapi sangatlah kecil Dee." sahut Defina yang kini mendadak akrab dengan Deandra karena topik si abang ini. Melupakan kalau sebelumnya mereka sempat saling emosi karena masalah kelompok.
Ini kenapa ujung-ujungnya bahas ini sih?. Bisa gawat kalau mereka terus melanjutkan topik ini, bisa-bisa Putri keceplosan menyebut nama Alden. Awalnya mereka hanya membahas jadwal kerja kelompok, lalu merembet ke Kak Milo yang menembaknya, Kak Dean yang dianggap berpotensial, lalu si abang yang membuat Defina kepo akut.
"Putri!."
Ketiga gadis itu menoleh serempak, Putri mengulas senyum manisnya menyambut kedatangan sang Kakak.
"Kelamaan ya jemputnya?." ujar Satria pada Putri yang sedang menyaliminya.
"Engga, Putri sambil ngobrol nungguinnya makanya gak berasa lama."
Deandra mencondongkan tubuhnya pada Defina, "pantes Putri gak tertarik sama Kak Dean, saingannya berat."
Kini gantian Defina yang mencondongkan wajahnya, "itu bukan si abang, dia Kakaknya Putri."
"Pantes gue gak kenal, katanya Putri kan si abang ini terkenal."
Putri tertawa kecil, jelas ia mendengar obrolan kedua temannya. "Dee, ini Kakak aku, Kak Satria."
Satria mengulas senyumnya, "Hallo Dee."
"Eh, Hallo juga Kak."
"Yang ini Defina kan?." lanjut Satria menatap Defina.
Defina ternganga, Satria masih ingat namanya. Suatu kemajuan yang hebat, "iya, kirain Kak Satria lupa hehehe."
"Gak usah sok imut gitu dong Dep, muka galak kamu gak pantes gitu."
"Putri." tegur Satria tak enak hati melihat Defina yang malu karena perkataan adiknya.
"Tenang aja Kak, Saya udah biasa digituin sama Putri. Kalau gak ada Kakak malah suka lebih parah lagi." balas Defina diakhiri dengan senyum miring.
Putri melotot pada Defina, "Depina sayang, mulutnya gak usah ember gitu dong. Itukan rahasia kecil kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Putri dan K(satria)
Ficção AdolescenteCerita ini bukan tentang kisah fantasi kehidupan Tuan Putri di kerajaan, bukan juga kisah tentang Tuan Putri dan pangeran dari negri sebrang, atau kisah tentang perebutan tahkta kerajaan. Cerita ini sangatlah sederhana, tidak melibatkan banyak konf...