Budayakan tekan bintang sebelum membaca :)
Ramah, suka menolong, dan pintar itu adalah sifat yang melekat pada diri seorang Satria. Orang yang paling berharga dalam hidup Putri. Berkat cerita-cerita yang ia buat untuk menemani Putri sebelum tidur, Satria dapat membentuk karakter Putri menjadi seperti sekarang ini.
Adik kecilnya sudah tumbuh dewasa, kegiatannya makin bertambah membuat waktu diantara mereka banyak berkurang. Terkadang Satria rindu menceritakan dongeng untuk adiknya, menggendong Putri, mendengar rengekan manjanya.
Dulu, hampir semua kebutuhan Putri Satria yang menyiapkan. Segala yang Putri butuhkan setiap hari, Satria sudah hafal semuanya. Dimana Putri meletakkan kaos kakinya, gesper, topi sekolah, mencari rautan pensil yang sering hilang, atau penghapus yang menggelinding ke kolong tempat tidur.
Sekarang Putri sudah mandiri, banyak tugas Satria yang berkurang karena Putri sudah biasa melakukannya sendiri. Kalau sudah rindu dengan adiknya, Satria akan melamun mengingat kenangan mereka dulu seperti saat ini.
Padahal tadi pagi Satria mengantar Putri sekolah, tapi mendadak ia merindukan adiknya itu sekarang. Gara-gara Alden yang menculik Putri dan kemungkinan besar tidak akan mengembalikan adiknya itu selama dua hari.
"Kak?. "
Lamunan Satria buyar begitu saja ketika suara lembut ibunya terdengar. Ia bangun dari posisi tidurnya, "masuk aja Ma."
Pintu terbuka, wanita itu masuk menghampiri Putra satu-satunya. "Ada yang nyariin kamu didepan."
"Siapa Ma?."
"Katanya sih, namanya Thania."
Satria menatap ibunya bingung, "Thania?."
"Sana samperin, kasian anak gadis nunggu kelamaan." Mamanya mengedipkan sebelah mata, menggoda Satria.
Dengan perasaan yang masih bingung Satria pergi menemui Thania, seingatnya dia tidak memiliki teman bernama Thania. Sesampainya diruang tamu Satria menemukan Thania yang menunduk meremas ujung pakaiannya. "Thania?."
Tiga detik setelah Satria memanggil namanya, perempuan itu baru berani mengangkat kepalanya menatap Satria. "Ha.. Halo Kak."
Satria terdiam tatkala menatap wajah Thania yang tidak asing. Serangkaian kejadian muncul diingatannya. "Kamu, yang..."
"Iya Kak, aku yang Kakak tolong dibelakang gedung lama beberapa bulan yang lalu."
Masih berdiri ditempatnya, Satria jelas mengingat kejadian mereka pertama bertemu. "Loh kok malah diem disitu?."
Ibu Satria datang membawa dua gelas teh hangat dan stoples kue kering. Ia menyodorkan segelas teh kepada Thania, "diminum ya."
"Makasih tante."
"Yaudah, tante permisi dulu. Kalian bisa lanjutin obrolannya."
"Maaf tante, kalau boleh tante bisa nemenin ngobrol sebentar?. Saya enggak enak berdua dengan Kak Satria saja."
"Oh boleh, tante bisa kok nemenin kalau itu gak mengganggu kalian."
Thania tersenyum, "makasih tante."
Satria duduk disebelah ibunya, ia masih terlalu kaget dengan kedatangan Thania kerumahnya. "Gimana kabar kamu?."
"Baik. Sebelumnya saya mau bilang makasih sama Kakak karena udah nolongin saya."
Thania menggigit bibir bagian dalamnya, kedua tangannya sibuk meremas ujung baju yang mulai kusut. "Saya, gak tau lagi kalau Kakak gak dateng saat itu apa yang terjadi kemudian. Mungkin akan jadi potongan mayat bekas korban pemerkosaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Putri dan K(satria)
Teen FictionCerita ini bukan tentang kisah fantasi kehidupan Tuan Putri di kerajaan, bukan juga kisah tentang Tuan Putri dan pangeran dari negri sebrang, atau kisah tentang perebutan tahkta kerajaan. Cerita ini sangatlah sederhana, tidak melibatkan banyak konf...