Kelewat Batas

63 10 6
                                    

"Kenapa Put?, kamu takut?. Kamu takut sama saya?."

Putri menatap tajam orang itu, "seharusnya anda gak melakukan ini!. Keluar dari kamar saya!."

Orang itu tertawa geli, ia mendekat. Duduk di tepi kasur. Matanya memandang Putri, "saya gak akan begini kalau kamu gak ngehindarin saya."

"Jangan pura-pura gak tau Put, saya sadar kamu ngehindarin saya. Kamu takut sama saya, kenapa?. Dulu kamu gak takut dengan saya, dulu kamu gak masalah pergi berdua dengan saya. Kenapa kamu berubah sekarang?."

"Atau kamu tau rahasia saya?. Kamu tau kan?. Ya, kamu  pasti tau kalau saya tertarik sama kamu. Iya kan?."

"Mundur!. Jangan kurang ajar anda!. Bangun dari situ!." Bentak Putri dengan suara yang gemetar menahan takut.

Rasanya Putri ingin menangis saat ini. Tapi ia tidak boleh terlihat lemah, atau Ayah tirinya akan berlaku semena-mena padanya. "Saya sudah berusaha menghormati anda selama ini. Tolong jangan kelewat batas."

"Kalau kamu tau sejak dulu saya tertarik sama kamu, kenapa kamu gak ngasih tau kakak kesayangan kamu itu?. Atau Mama kamu itu?."

"Dengar Putri, saya selalu bersikap lembut selama ini. Saya gak mau bersikap kasar, apalagi sampai melukai kamu. Saya tertarik dengan kamu, kamu cukup mengetahui itu."

"Berhenti menghindari saya lagi, atau ketakutan setiap bertemu saya. Sikap kamu itu bisa menimbulkan kecurigaan. Kamu gak mau kan kalau Mama kamu sampai tau?. Coba kamu pikirkan apa yang terjadi kalau mama kamu tau hal ini?."

Putri diam, jelas ia tau apa yang terjadi. Ibunya akan sangat terluka dan kecewa. Mereka akan bercerai, lalu ibunya akan bekerja seperti dulu lagi. Ibunya akan kembali menanggung beban itu lagi. Itulah yang menjadi alasan Putri tidak pernah menceritakan hal ini pada siapapun.

Ayah tirinya terlihat sangat puas melihat Putri bungkam. "Kamu cuma harus mengikuti semuanya dengan patuh Putri. Saya akan memperlakukan kamu dengan baik bila kamu menurut, kembalilah menjadi Putri yang lugu seperti dulu."

"Jangan harap, bajingan." Ini adalah kali pertama Putri berkata kasar.

👑👑👑

"Brengsek sialan." Satria mengumpat saat mendengar suara orang lain dari sambungan teleponnya dengan Putri.

Baru saja Thania dibawa masuk keruang gawat darurat. Satria yang terlalu khawatir dengan Putri langsung menelpon adiknya. Rasa cemasnya terjawab, kekhawatirannya semakin jelas saat mendengar suara Ayah tirinya.

"Kenapa Kak?." Ibunya bertanya bingung, beliau sangat terkejut mendengar anaknya memaki seperti itu. Ini pertama kalinya ia mendengar Satria memaki seseorang.

"Kita pulang sekarang Ma."  Ujar Satria tegas tak terbantahkan.

Mereka berlari menuju parkiran rumah sakit, Satria menarik tangan ibunya agar tidak tertinggal saat berlari. Satria tak pernah seperti ini sebelumnya, anak itu selalu bersikap tenang menghadapi berbagai hal.

Satria menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, ibunya sampai menjerit kaget karena Satria membawa mobilnya gila-gilaan. "Kak sadar, kita bisa celaka."

"Maaf Ma, Satria gak bisa. Kita gak boleh telat."

"Kenapa sebenarnya?, ada apa?."

Satria tak menjawab, pandangannya lurus pada jalanan. Satria tak yakin apa ibunya kuat menerima kenyataan ini. Ibunya mencintai Ayah tirinya itu, Satria tau. Mereka sudah menikah cukup lama. Entah seberapa kecewa ibunya saat mengetahui hal ini.

Hasil dari mengebut Satria, mereka sampai dirumah jauh lebih cepat dari pada berangkat kerumah sakit tadi. "Ma, Satria duluan."

Tanpa mematikan mesin mobil Satria keluar berlari masuk kedalam rumahnya. Ia masuk kedalam kamar Putri, amarahnya memuncak saat melihat Ayah tirinya mencengkram tangan Putri.

Tuan Putri dan K(satria) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang