Cerita Masa Lalu

68 12 3
                                    

13 tahun yang lalu.

"Sekarang umur Satria berapa tahun?."

"Sepuluh Yah."

"Kalau Putri berapa?."

"empat!."

Pria paruh baya itu tersenyum lembut pada Anak laki-lakinya. Ada banyak harapan yang ia titipkan dibalik senyumnya. Kelak anaknya itu akan tumbuh mengabulkan harapan-harapan yang ia gantungkan padanya.

Harapan untuk tumbuh menjadi tangguh, merangkul yang patah, menjadi tumpuan sekaligus sandaran. "Kakak tau kenapa Ayah kasih nama Kakak Satria?."

"Karena Ayah berharap aku bisa jadi Ksatria seperti didongeng yang sering Ayah ceritain?."

"Kalau adik kamu, kamu tau kenapa Ayah kasih nama adik kamu Putri?."

Satria menatap Ayahnya bingung, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Karena Putri itu Tuan Putri?. "

Ayahnya tertawa, ia mengusap rambut Satria kecil. "Salju Putih berguguran. Jatuh dengan perlahanMenghiasi taman kerajaan"

Satria kecil tersenyum, ia hafal lagu itu. "Hei, disana ada seorang Putri. Memiliki paras cantik. Dengan kebaikan hati. Seperti bidadari"

"Sang Putri tidak sendiri. Di sampingnya berdiri menemani. Si Ksatria berbaju besi." Keduanya menyelesaikan lagu bersama. Satria tertawa, ia memeluk Ayahnya.

"Satria paham Yah. Satria akan jadi tangguh seperti yang Ayah harapkan. Ayah jangan cemas, Satria akan selalu ada buat Putri. Itukan tugasnya seorang Ksatria."

"Selamat tumbuh, Ksatrianya Ayah." Ujar Ayahnya sambil membalas pelukan. Pria paruh baya itu mengeluarkan sebuah kotak dari papper bag yang dibawanya tadi.

Segera tangan kecil Satria membuka kotak itu, matanya berbinar saat melihat isinya. "Seragam taekwondo. Makasih Yah."

"Semangat latihannya. Ingat, Ayah ngizinin kamu ikut latihan bela diri bukan buat sombong, atau berantem. Tapi buat ngelindungin apa yang harus dilindungi, untuk membela diri bukan unjuk diri. Kakak paham?."

"Paham Yah."

"Pintar Ksatrianya Ayah."

👑👑👑

"Nanti jadi kan Yah beli sepeda?."

"Jadi dong, nanti sore kita ambil sepedanya. Ayah udah pesen sama Om Denis."

Satria melompat senang, ia tak sabar menunggu Ayahnya pulang kerja. "Nanti kalau sepeda Kakak udah ada Kakak mau keliling sama Putri naik sepeda."

Mendengar itu Putri langsung ikut melompat-lompat. "Ye, ye, Putri bisa jalan-jalan naik sepeda."

"Kamu salah Put, kalau jalan-jalan itu bukan naik sepeda. Tapi naik kaki sendiri."

"Iyaya, harusnya sepedaan ya Kak?."

"Nah, pinter Tuan Putri."

Sang Ayah tertawa mendengar obrolan anak-anaknya. Ia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Ayah mau berangkat nih, gak ada yang mau salim?."

Putri mendekati Ayahnya, "Ayah semangat kerjanya, Putri sayang Ayah."

Ayahnya mengangkat tubuh kecil Putri, ia mencium pipi putrinya. "Ayah juga sayang Putri."

Satria menyalimi Ayahnya, "Satria gak sabar nunggu Ayah pulang kerja."

"Anak Ayah sudah remaja sekarang, sudah masuk SMP. Selamat tumbuh, anak Ayah. Kadonya tunggu Ayah pulang kerja." Ujar Ayahnya sambil mengusap kepala Satria, lalu mencium puncak kepalanya.

Tuan Putri dan K(satria) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang