Kuat-kuat Ya

56 9 2
                                    

Satria memperhatikan dari dalam rumah ketika Bimo ingin menaiki taxi. Pria itu sempat menatap kearah Satria sebelum masuk kedalam dan menutup pintu mobil. Satria menghela nafas, berbalik merapihkan piring bekas orang itu makan.

Biasanya jam segini rumah ini sedang ramai dengan ocehan Putri yang baru saja selesai mandi. Putri yang ribut dengan sarapannya, ribut dengan rencana kegiatan yang akan ia lakukan hari ini.

Sekarang adiknya itu masih tertidur, Satria tidak berniat membangunkannya sekarang. Biarkan Putri beristirahat karena telah melewati malam yang berat.

Ali bilang mereka akan sampai sebentar lagi, Satria sudah membereskan keadaan rumahnya yang sedikit berantakan termasuk kamar Putri.

Sepertinya Satria harus membangunkan ibunya sekarang. Satria mengetuk pelan pintu kamar ibunya, "Ma.."

Tak ada jawaban, ia membuka pintu kamar ibunya. Ibunya sudah bangun, duduk memeluk lututnya. Pandangannya lurus kedepan, memperhatikan tembok kosong yang ada dihadapannya.

"Ma.. Sarapan dulu yuk."

Ibunya tak mengubris ucapan Satria, menoleh pun tidak. Ia hanya diam memandang kosong tembok. "Mama.. Sebentar lagi Tante Delin dateng. Mama siap-siap ya."

Barulah ibunya menoleh, menatap Satria bingung. Satria mendekati Ibunya, duduk disamping sang Ibu sambil memeluk tubuh ringkih ibunya. "Semalam Satria telpon Ali, Ali bilang dia mau kesini sama Tante Delin. Gapapa kan?."

"Kenapa kamu cerita?." Pelan, nyaris seperti bisikan yang hanya samar Satria dengar dari mulut ibunya.

"Satria bingung harus apa Ma, Satria takut Mama dan Putri kenapa-napa. Satria ngerasa belum bisa nyelesain sendirian, Satria butuh bantuan. Tante Delin pasti bisa bantu kita, seperti dulu."

Seperti dulu, ketika Ayah mereka meninggal karena kecelakaan. Ibunya yang hampir depresi, hingga Satria dan Putri yang terlantar. Sanak keluarga mereka tak ada yang datang membantu. Entah karena apa, Satria tidak mengerti kenapa keluarga mereka tidak peduli. Seperti membuang mereka begitu saja, tidak menganggap mereka sebagai bagian dari anggota keluarga besar.

Keluarga Delin lah yang membantu mereka, dimasa sulit seperti itu. Mereka yang membantu merawat Satria dan Putri, Delin yang sering menemani ibu mereka. Hingga ketika Ibunya yang sibuk bekerja menggantikan tugas Ayah mereka, keluarga Delin lah yang membantu Satria mengurus Putri. Sampai membuat acara ulang tahun yang Putri impikan.

"Mama malu, Mama malu selalu merepotkan keluarga mereka. Kita sudah banyak menyusahkan mereka Satria, sudah banyak hutang budi yang kita miliki sampai Mama bingung bagaimana caranya untuk membalas semua bantuan mereka."

"Mama jangan ngomong kaya gitu."

Satria mengusap pundak ibunya, ia merapihkan rambut sang ibu yang berantakan. "Mama siap-siap ya?, sebentar lagi mereka sampai."

"Satria bawain sarapan kesini ya?."  Satria mencium pipi ibunya, lalu bangun.

Ibunya menatap Satria yang berjalan keluar kamar, ada rasa haru yang menyesakkan dihatinya melihat besarnya rasa sayang Satria padanya. Anaknya itu, benar-benar menjadi apa yang diharapkan almarhum Ayahnya.

Suara deru mobil terdengar samar, Satria yang baru saja mengantar sarapan ke kamar Ibunya langsung berjalan keluar rumah. Mereka sudah Sampai.

Seseorang perempuan keluar dari mobil lebih dulu. Bukan, bukan Delin. Harusnya Satria tidak perlu merasa kaget, jelas bukan hanya Ali dan Delin yang datang. Kembar tiga itu pasti akan ikut kesini.

"Kak Satria!."

Perempuan itu lari menubruk tubuh Satria, "aku datengnya telat, jadi gak bisa ikut mukulin semalem."

Tuan Putri dan K(satria) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang