"Non tidak apa-apa?" tanya Bi Diah dengan nada panik, saat Melihat majikannya yang pingsan secara tiba-tiba.Terlihat wajah panik dan pucat dari wajahnya yang ke ibuan. Thia terpaku saat masih ada yang mengkhawatirkannya walaupun ia tahu bahwa Bi Diah bukan ibu kandung.
Tak sadar air matanya menetes saat mengingat kedua orang tuanya.
"Non, kenapa menangis?" tanya Bi Diah mulai panik saat melihat majikan nya meneteskan air mata.
"Apa ada yang, sakit? tanya Bi Diah dengan khawatir.
Thia hanya menggeleng saja membuat Bi Diah khawatir. Melihat ke khawatiran di wajah Bi Diah membuat Thia langsung menjawab.
"Tidak, Thia hanya ingat Papa sama Mama," ucap Thia pelan masih terdengar oleh Bi Diah.
Bi Diah terharu sekaligus terharu melihat majikan nya terlihat sangat menyedihkan. Ditinggalkan oleh kedua orangtuanya di saat umurmasih kecil.
Memeluk Thia yang telah dianggap olehnya sebagai anak sendiri walaupun bukan anak kandung tapi ia menyayangi majikannya ini.
"Oh iya bisa, aku kenapa bisa sampai ke rumah sakit? tanya Thia secara tiba-tiba.
Deg!
Bi Diah langsung kaget saat pertanyaan yang ia hindari sekarang ditanyakan oleh majikannya.
"Bibi ...," panggil Thia saat tidak melihat Bi Diah yang tidak merespon nya.
"Eh ya non, kata dokter nona hanya kecapean saja," ucap Bi Diah akhirnya.
Thia langsung mengangguk tanda mengerti tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Bi Diah yang melihat majikanya tidak menanyakan hal yang lain ia bernafas lega.
Setelah dipikir-pikir ia tidak akan memberi tahu penyakit yang diderita majikannya. Jika waktunya datang ia akan memberitahukan.
*****
Setelah dirawat di rumah sakit Thia diperbolehkan pulang ke rumahnya. Thia sempat merasa aneh padahal ia hanya kecapean saja, tapi kenapa ia harus dirawat selama beberapa hari.
Memasuki kelasnya, lalu duduk hingga suara melengking membuat dirinya langsung menutup telinganya dan mendengus kasar.
"Thia ...!" teriak Gina memanggil Thia dengan suara toanya.
Thia hanya mendengkus kesal saat temannya ini berteriak seperti di hutan saja. Ia berdoa semoga suara Angel menghilang.
"Lo kemana aja Thia? Kok gak sekolah sih, gue kangen, kalau lo nggak sekolah itu ya bilang sama gue," ucap Angel.
"Oh atau lo lagi sakit ya? Lo kenapa bisa sakit sih ... lo itu harus jaga kesehatan Thia," lanjut Angel panjang lebar membuat Thia memijit kepalanya pusing.
Pusing harus bagaimana lagi ia membuat sahabat nya itu diam sehari saja.
"Berisik," ucap Thia.
"Tega ya, lo tuh harusnya bersyukur ada yang merhatiin lo," jelas Thia dengan menghentakkan kakinya kesal.
***
Bel berbunyi, hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para murid. Membereskan bukunya, Thia langsung meninggalkan kelasnya.
Membuka pintu rumahnya yang selalu sepi tak berpenghuni, melangkahkan kakinya mencari seseorang yang tak lain Bi Diah.
"Bi," panggil Thia.
Tak kunjung ada suara, Thia pun berinisiatif untuk menemui Bi Diah. Memasuki kamar Bi Diah, hanya ada kegelapan yang ada disana.
Menyalakan lampunya, meneliti kamar yang menurut Thia rapih, hingga matanya menemukan sosok yang tergeletak tak berdaya.
"Bibi ...!" teriak Thia saat melihat Bi Diah tergeletak tak berdaya.
Tiba-tiba, Bi Diah terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah segar. Thia yang melihat hal itu langsung menghampirinya dengan wajah panik.
"Maafkan bibi Nak, huuk ... huuk," ucap Bi Diah dengan terbatuk-batuk.
"Bibi, Thia mohon sadarlah ...." Tak terasa air mata Thia menetes saat melihat wajah kesakitan Bi Diah.
"Bibi Sudah tidak kuat lagi non, maafkan bibi," ucap Bi Diah lalu memejamkan matanya.
"Bibi ...!" teriak Thia sambil mengundang tangan Bi Diah berharap ia akan membuka matanya.
Tapi nihil ia tidak mau bangun lagi, Thia melorotkan tubuhnya ke lantai.
Thia melihat luka tembakan di tubuh Bi Diah. Tangis Thia pecah saat mengetahui bibinya telah dibunuh oleh seseorang. Mengedarkan pandangannya hingga melihat sebuah kalung berwarna hitam, mengambilnya hingga ia mengepalkan tangannya kuat.
Kalung milik pamannya!
"Dasar paman sialan akhh ...!" teriak Thia frustrasi.
Tanpa menunggu lagi, Thia membawa Bi Diah ke rumah sakit.
"Bi Diah, Thia mohon bangun," ucap Thia lirih.
Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan bibi sekaligus ibu yang selalu merawatnya. Air mata tak bisa ia bendung, bagaimana kalau Bi Diah tidak bisa bertahan.
Thia mengeyahkan pikiran buruknya, berdoa dalam hati untuk keselamatan Bi Diah. Memasuki rumah sakit lalu memanggil dokter.
Thia berteriak memanggil dokter karena saking paniknya ia tidak berfikir jernih. Dokter lalu membawa Bi Diah menyuruh Thia untuk menunggu di ruang tunggu.
Mondar-mandir tidak jelas, sambil menggigit jarinya itulah yang Thia lakukan jika dirinya sedang dalam keadaan panik. Memukul tembok yang ada di samping nya, hingga darah terus bercucuran di tangannya.
Beberapa menit kemudian Dokter pun akhirnya selesai memeriksa Bi Diah.
"Maaf nona, ia tidak bisa tertolong lagi, banyak darah yang keluar dari tubuhnya hingga ia kehabisan darah," jelas dokter panjang lebar.
Menjatuhkan dirinya di lantai, mengapa nasibnya seburuk ini. Mengapa Tuhan sangat senang sekali membuat dirinya menderita.
Thia menjambak rambut nya frustasi, ia telah kehilangan orang yang telah merawatnya dari kecil hingga sekarang.
Thia memegang kepalanya yang tiba-tiba pusing, merasakan sesak dada. Membuat Thia memejamkan matanya.
Membuka matanya secara perlahan, menyesuaikan dengan cahaya dari ruangan.
Memegang kepalanya yang sakit, mengedarkan pandangannya ke ruangan.
"Kau sudah sadar?" ucap dokter yang membuat Thia semakin bingung.
"Ada apa dengan saya Dok, kenapa saya ada disini?" tanya Thia.
Menghela nafasnya kasar, dokter itu mulai berbicara.
"Mungkin bibimu sudah memberi tahukan semuanya padamu tentang penyakit—"
"Penyakit apa yang dokter maksud, aku sakit apa?" potong Thia cepat.
Dokter itu mengernyitkan keningnya heran. Mendengar jawaban dari pasiennya.
"Apakah kau tidak membaca surat yang diberikan pada bibimu?" tanya dokter itu lagi.
"Jangan bertele-tele katakan saja Dok, aku sakit apa?" tanya Thia yang semakin penasaran.
Ia juga berfikir hal apa yang disembunyikan Bi Diah. Thia mulai mengingat hal yang mencurigakan saat dirinya bertanya kepada Bi Diah tentang apa yang ia alami.
Bi Diah hanya menjawab dengan aneh, terlihat dari cara berbicara yang gugup seperti menyembunyikan sesuatu.
"Baiklah, mungkin aku saja yang akan memberitahukannya," ucap dokter itu.
Menarik napasnya pelan lalu mulai berbicara.
Thia menunggu jawaban dokter yang membuat dirinya semakin penasaran. Ia aku sudah mengalami sakit akhir-akhir ini. Entah itu sesak dada maupun sakit di kepalanya.
"Kau mengidap penyakit ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Boy Vs Cool Girl (REPOST)
Teen Fictionbagaimana jadinya seorang cowok and cewe sama-sama dingin, cuek dan gak kesentuh. Austhia Putri Fernandez gadis cantik, pintar tapi sayang nya sifat cuek membuat dirinya di gemari oleh semua orang termasuk cowok dingin yaitu Andreas Smith helten. Ba...