Part 22 CBVCG// Days With You (2)

5.1K 185 4
                                    

Hari sabtu atau minggu adalah hal yang paling ditunggu oleh semua orang. Entah itu orang yang bekerja yang melepaskan penat atau murid sekolah yang ingin berjalan-jalan santai.

Seperti yang dilakukan Andreas dan juga Thia, mereka melakukan hal yang sama yaitu jalan-jalan atau bisa dikatakan nge-date.

Di sinilah mereka saling bergandengan tangan, mencari kenyamanan lewat genggaman tangan. Menelusuri tempat bermain yang seru.

"Mau naik apa?" tanya Andreas menatap semua wahana yang menurutnya lumayan seru.

  "Eum ...." Thia mengusap dagunya pelan, mengerutkan keningnya tanda berpikir. 

Andreas yang melihat tingkah imut Thia tak sadar mencubit pipi Thia gemas, membuat sang empunya langsung mengerutkan bibir kesal.

"Andreas, ih ... aku lagi mikir nih," gerutu Thia kesal membuat Andreas tak mampu menahan senyumnya melihat tingkah lucu Thia.

"Iya, jangan kelamaan mikirnya Sayang ...." Tak sadar Thia menggembungkan pipinya yang bersemu merah saat mendengar Andreas memanggilnya 'Sayang' entahlah ia merasakan kebahagiaan yang membuncah di dadanya.

"Aku pengen naik itu." Menunjukan wahana yang paling digemari oleh semua orang yaitu bianglala.

"Oke," ucap singkat Andreas menarik tangan Thia membawanya ke wahana yang diinginkan.

Ternyata antriannya panjang, membuat Andreas dan Thia harus sabar menunggu. Peluh keringat bercucuran di dahi Thia membuat Andreas tak tega melihatnya.

  Dikeluarkan sapu tangan yang ia bawa, mengusap lembut kening Thia yang penuh dengan keringat.

"Bosen ya?" tanya Andreas tanpa menghentikan aktivitas mengusapnya. Thia menggelengkan kepalanya, demi menaiki wahana yang disukainya ia rela mengantri berjam-jam.

"Entar capek," peringat Andreas pada Thia saat dokter mengatakan Thia tidak boleh sampai kelelahan. Thia menganggukan kepalanya, lalu kembali fokus ke antrian yang cukup panjang.

  Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya Thia bisa menaiki wahana yang ia inginkan. Menaiki dengan hati-hati. Mereka bermain sepuasnya, mencari wahana dan menaiki satu persatu. Mereka melampiaskan kegembiraan yang tak pernah  dirasakan sebelumnya.

   Thia mengusap peluh keringat di dahinya, terasa lelah. Tetapi, menyenangkan membuat Thia merasa bahagia yang tak pernah ia rasakan.

  Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh  pipinya, menoleh ke belakang terlihat Andreas yang menempelkan botol minuman dingin ke pipinya.

  Menyodorkan botol minuman kearah Thia, menerima pemberian Andreas Thia meminum air itu hingga tandas. Ia bernapas lega saat tenggorokan yang kering kini terasa dingin dan segar.

  Menoleh ke arah Andreas yang penuh dengan keringat, terlihat tampan di mata Thia. Thia sedikit terpana saat melihat Andreas yang meminum air yang menurutnya sangat tampan. Lamunan Thia buyar saat Andreas melambaikan tangannya ke wajah Thia.

"Kenapa?" tanya Andreas menaikan sebelah alisnya.

"Tidak ada, ayo kita pulang!"  ajak Thia menarik tangan Andreas.

  Andreas merasakan ada sesuatu yang aneh melihat tingkah Thia yang sedikit salah tingkah. Tetapi, ia tak memperpanjang hal itu, mengikuti Thia yang menarik tangannya.

  "Besok kita check up ya," ucap Andreas saat sudah sampai mengantarkan Thia.

"Tapi—"

"Sttt ... tidak ada bantahan, aku mau kamu sembuh Thia," ucap Andreas dengan tegas.

  Thia hanya mengangguk kepalanya pasrah, ia tak mungkin menolak permintaan Andreas yang ingin cepat dirinya sembuh.

  Tetapi, dalam hati ia merasa sakit itu tidak akan sembuh, dalam pikirannya akankah ada yang ingin mendonorkan ginjal dan jantung secara percuma?

"Masuk gih ... udah malam," perintah Andreas mengusap pelan rambut Thia.

  Lagi-lagi Thia hanya menganggukan kepalanya, membalikkan tubuh, hingga tarikan seseorang membuat Thia langsung kaget. Andreas memeluk dirinya dengan sangat erat, seperti takut kehilangan mungkin.

"Kamu harus sembuh," lirih Andreas melepaskan pelukannya, mengecup kening Thia singkat.

"Sampai jumpa," ucap Andreas lalu menaiki motornya, meninggalkan pekarangan rumah Thia.

  Menatap punggung Andreas yang meninggalkan rumahnya. Tak sadar air matanya menetes kembali, begitu banyak harapan Andreas yang ia inginkan dapat terwujud.

Tetapi, ia tak ingin memberi harapan palsu pada Andreas, karena hidupnya kini hanya ada di tangan Tuhan. Biarkan Tuhan yang mengatur perjalanan takdir Thia dan Andreas jika berpisah adalah jalan yang terbaik mungkin ia akan menerimanya dengan lapang dada.

*****

    Berdiri menunggu seseorang yang ia tunggu beberapa menit yang lalu.  Ya, dia adalah Andreas yang menunggu Thia yang sedang berganti baju. Ia sudah merencanakan akan mengantar Thia untuk merobat.

Walau kemungkinan sembuh sangat kecil tapi ia yakin Tuhan tidak akan mengabaikan orang yang terus berusaha.

  Setelah menunggu Thia, akhirnya Thia datang dengan pakaian yang membuat Andreas memerah menahan emosinya. Siapa yang tidak emosi saat melihat Thia hanya memakai baju pendek dengan celana yang pendek pula. Ia gak suka melihat Thia memakai pakaian seperti itu.

  "Ayok," ajak Thia menarik tangan Andreas pelan. Tetapi, tak membuat Andreas bergeming.

"Kenapa?" Menaikan sebelah alisnya, saat Andreas tidak menghiraukan pertanyaannya.

"Ganti," titah singkat Andreas yang tak dimengerti oleh Thia.

"Apanya?" tanya Thia polos membuat Andreas menghela napas, mengatur emosi yang siap meledak.

"Ganti pakaiannya sayang," ucap Andreas dengan penuh penekanan di setiap ucapannya.

"Ada yang salah?" Lagi-lagi Andreas harus menghela napasnya lelah. Bagaimana ia harus menjelaskan pada kekasihnya itu.

"Bajumu sayang kependekan," ucap Andreas yang mulai kesal atas ketidakpekaan Thia.

"Perasaan nggak," ujar Thia melihat ke arah pakaiannya sendiri.

"Ganti," tekan Andreas mendorong pelan tubuh Thia.

"Ish, menyebalkan!" gerutu Thia menghentakkan kakinya kesal. Lalu berjalan ke rumahnya lagi.

  Setelah beberapa menit kemudian akhirnya Thia mengganti pakaiannya menjadi lebih panjang.

"Begini lebih baik," ucap Andreas mengacak-acak rambut Thia membuat sang empunya cemberut.

"Kamu cuma punya aku Thia, aku gak mau milik aku dilihat oleh banyak orang cuma aku aja," jelas Andreas yang sontak membuat Thia memerah karena mendengar perkataan Andreas yang menyentuh.

"Sudah ayo, nanti kita telat!" ujar Andreas akhirnya.

Menjalankan motornya, memotong jalan yang cukup ramai di hari minggu. Hanya ada keheningan di dalamnya. Andreas dengan pikirannya begitupun sebaliknya.

  Akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Rumah sakit yang menjadi tempat untuk mengobati Thia.

"Apa kabar Thia?" sapa Dokter mengulurkan tangannya kepada Thia yang disambut oleh Andreas.

  Begitulah sekarang Andreas sangat posesif pada siapapun itu termasuk dokter di depannya ini. Thia harus lebih kuat menghadapi sikap posesif dari Andreas.

  Dokter yang melihat tatapan posesif dari Andreas hanya menampilkan senyum tipis, melihat tingkah remaja yang menjadi pasiennya ini.

"Ayok kita mulai pengobatannya," ajak Dokter yang bernama Alexander itu.

   Thia hanya mengangguk dan mengikuti Dokter dengan Andreas yang menggenggam tangan Thia dengan sangat erat.

   Pengobatan pertama mulai dilakukan, Andreas hanya berdoa semoga tuhan mengabulkan permintaannya untuk bisa melihat Thia bersama nya lebih lama lagi.

TBC...

Cool Boy Vs Cool Girl (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang