Part 29 CBVCG// Let Me Go

3.7K 142 0
                                    

Hidup tak ada gairah sama sekali, itulah yang dirasakan oleh Thia saat ini. Kini penyemangat hidup dirinya sudah tak bersamanya lagi. Sakit? Tentu, siapa yang tidak sakit, seseorang yang telah ia telah mengisi hari-harinya kini telah pergi meninggalkannya. Ia menyesal pernah merasakan cinta, karena nyatanya Cinta membuat dirinya lemah tak berdaya. Orang yang ia percayai telah mengkhianati dirinya.

Menyendiri,  Itulah yang dilakukan oleh Thia, merenungkan semua yang ia tak percaya, ia sungguh tak menyangka Andreas mengkhianatinya. Menghadap balkon, memandang perkotaan yang sedang hujan. Mungkin, hujan tahu bahwa dirinya sedang sedih. Menempelkan tangan di jendela, menuliskan nama "Andreas." Hatinya pasti belum bisa melepaskan sosok Andreas di hati.

Tidak terasa air mata membasahi pipinya. Kenangan bersama Andreas seakan berputar seperti DVD. Kenangan manis membuat Thia tak percaya akan kenyataan kalau Andreas mengkhianatinya. Hatinya kini kacau, untuk hidup pun ia tak sanggup lagi.

Mengusap air mata dengan kasar, beranjak dari tempat duduknya.

Melangkahkan kakinya menuju meja belajar.
Menarik laci di depannya, mengeluarkan sebuah buku diary yang selama ini hari-hari dirinya.

Mulai menuliskan kata-kata yang bisa mewakili perasaan ia saat ini. Itulah yang bisa ia lakukan untuk mewakili perasaan dirinya.

Kata demi kata Thia tulis menjadi sebuah kalimat, itulah yang dilakukan Thia saat dirinya senang ataupun sedih. Tak sadar air matanya menetes membasahi buku diarynya.

Tiba-tiba ia merasakan sakit di bagian dadanya, sangat sakit hingga Thia merintih memegang dadanya. Thia tersenyum miris mungkin inilah akhir dari hidupnya. Menarik napasnya pelan untuk meredakan sakit di dadanya, tetapi nyatanya tidak dapat meredakan rasa sakit yang ia rasakan.

Dengan tangan gemetar Thia menarik laci tempat biasa yang menyimpan obat untuk meredakan sakit di jantungnya.

Dengan tergesa-gesa Thia meminum obatnya, tetapi Thia masih merasakan sakit yang tak bisa ia tahan. Thia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, sambil memegang dadanya ia memejamkan matanya sejenak lalu mengatakan, "I love you, Andreas" itulah kata-kata yang Thia katakan sebelum kesadaran ia hilang.

***
Lucito memakirkan motor di halaman rumah Thia, rumah yang nampak sepi di mata Lucito. Tak ada tanda-tanda kehidupan di rumah ini.

Menekan bel di depannya, tidak ada sahutan dari sang empunya rumah. Beberapa menit Lucito menunggu hingga kesabaran Lucito hilang. Memutar knop pintu rumah Thia, yang tak disangka terbuka, Lucito mengeryitkan dahi.

Dasar Thia ceroboh! Gerutu Lucito dalam hati bagaimana jika ada pencuri yang masuk, nasib baik jika pencurinya tampan seperti dirinya kalau tidak?

"Thia," panggil Lucito, membuyarkan pikiran percaya diri tingkat dewa yang dimiliki Lucito.

Lagi-lagi tidak ada sahutan dari Thia, membuat bathin Lucito bertanya-tanya, kemana perginya Thia. Lucito akhirnya memutuskan untuk ke kamar Thia untuk memastikan bahwa Thia ada di sana.  Berjalan menaiki tangga, Lucito mengetuk pintu kamar Thia, lagi-lagi tak ada sahutan.

Hingga, ia mendengar suara benda jatuh berasal dari kamar Thia, membuat Lucito panik, memutar knop pintu kamar Thia yang sayangnya terkunci.

"Agrhh … shit!" umpat Lucito menarik rambutnya frustrasi.
Tidak ada pilihan lagi ia memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Thia. Satu kali ia mencoba untuk mendobrak pintu tapi hasilnya nihil tidak bisa.

Tak membuat Lucito putus asa, dengan sekuat tenaga Lucito mendobrak pintu kamar Thia untuk kedua kalinya dan akhirnya berhasil.

"Thia ...!" teriak Lucito saat melihat Thia sudah tergeletak tak berdaya di lantai. Menghampiri Thia, menggoyangkan tubuh Thia. Melihat wajah pucat pass, membuat Lucito khawatir juga panik.

"Thia … wake up!"

Menepuk-nepuk pipi Thia, yang sama sekali tidak berhasil, memegang tangan Thia yang terasa dingin.

Dengan panik, Lucito membawa Thia menggendongnya ala bridal style membawa Thia keluar, tak henti Lucito berdoa dalam hati untuk kesehatan Thia. Sudah cukup rasa sakit yang dialami Thia, ia tak sanggup bila melihat Thia yang sudah ia anggap seperti adik sendiri.

Memasuki rumah sakit dengan tergesa-gesa, tak menghiraukan orang-  orang yang ia tabrak mengumpat pada dirinya. Yang dipikirkan saat ini hanya kesembuhan untuk Thia.

"Dokter ...!" teriak Lucito dengan keras membuat semua orang menoleh ke arah suara dan Lucito tidak peduli ia harus menyelamatkan Thia bagaimanapun caranya.

Dokter pun datang menghampiri Lucito memerintahkan perawat untuk membawa pasien ke ruangan.

"Mohon tunggu di sini," pinta perawat yang diangguki oleh Lucito.

Sudah hampir satu jam Lucito menunggu dokter memeriksa Thia, mondar-mandir tidak jelas, menggigit jari telunjuknya, hingga akhirnya dokter pun keluar dari ruangan.

"Bagaimana Dok, keadaannya?" serbu Lucito yang tak sabar menunggu jawaban dari Dokter.

"Dia mempunyai kerusakan di organ ginjal dan jantung, kemungkinan besar bertahan hidup hanya dua puluh persen---kecuali kalau ada yang mau medonorkan secara percuma," jelas dokter yang membuat Lucito mematung.

Ambil ginjal dan jantung saya Dokter," ucap final Lucito ia rela mati demi kesembuhan Thia karena bagiamanapun Thia harus merasakan kebahagian yang tak pernah ia rasakan.

"Maaf tidak bisa, karena yang harus mendonorkan jantung itu harus dalam keadaan sekarat, permisi," pamit dokter meninggalkan Lucito yang mengacak rambutnya frustrasi.

***
Sudah seminggu Lucito mencari pendonor tapi nihil ia tak mendapatkan satu pun, Lucito sudah hampir putus asa, tetapi ia harus berusaha mencari donor ginjal dan jantung.

Melangkahkan kakinya menunju rumah sakit, hingga teriakan perawat membuat Lucito langsung menghampiri perawat.

"Ada apa?" tanya Lucito.

"Pasien kejang-kejang, Tuan!" ucap perawat lalu berlari untuk melakukan penyelamatan.

Lucito berlari dengan tergesa-gesa menghampiri Thia, hingga ia melihat tubuh Thia yang mengejang hebat membuat Lucito panik. Dokter yang memeriksa Thia langsung masuk yang dicegat oleh Lucito.

"Dokter saya mohon selamatkan Thia!" mohon Lucito menyatukan kedua tangannya yang dibalas anggukan oleh dokter.

Setelah menunggu lama akhirnya dokter pun keluar dari ruangan lalu menghampiri Lucito yang sedang terduduk di kursi.

"Bagaimana, Dokter?" tanya Lucito cemas terlihat wajah lelahnya yang tak henti mencari pendonor.

Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin, sayangnya Tuhan berkata lain Thia sudah tiada," jelas Dokter yang membuat Lucito menggelengkan tak percaya apa yang baru ia dengar.

****

Di sisi lain Andreas mendapatkan kabar bahwa Karina dan Chintia kecelakaan, sebenci apapun Andreas pada mereka ia tetap peduli pada mereka. Ia memasuki rumah sakit di mana Karina dan Chintia dibawa hingga ia melihat sosok yang dikenalnya tengan berada di rumah sakit.

Menghentikan langkahnya untuk melihat Chintia dan Karina Andreas berjalan menghampiri Lucito yang tengah terduduk di kursi taman.

"Lo sedang apa di sini?" tanya Andreas membuat Lucito yang tadi sedang melamun kini menoleh ke asal suara.
Menatap datar orang di depannya, Lucito tersenyum sinis pada Andreas, ia tak menyangka akan bertemu dengan Andreas di sini.

"Mau apa lo hah?! Belum puas lo nyakitin, Thia!" teriak Lucito mencengkram kerah baju Andreas.

"Apa maksud lo?" tanya Andreas yang tak mengerti arah pembicaraan Lucito.

"Biar aku jelaskan," jeda Lucito menatap sinis Andreas lalu melanjutkan kembali kalimatnya. "Selamat Andreas untuk pertunangan lo, di sini gue hanya ingin kasih tahu sesuatu." Lucito menjeda kalimatnya.

"Thia sudah meninggal," ucap Lucito membalikkan tubuhnya tanpa menungu reaksi Andreas.

Cool Boy Vs Cool Girl (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang