Part 32 CBVCG// The Truth

4.7K 68 2
                                    


Happy Reading 🔥


Happy Reading 🔥

Five months ago ....

Lucito berjalan dengan gontai sudah tidak ada harapan lagi untuk menyembuhkan Thia, Lucito menundukkan kepalanya menyesal sudah tidak bisa menyelamatkan Thia.

"Maaf apa kau teman dari pasien bernama Thia?" tanya salah seorang perawat kepada Lucito.

"Ya, saya sendiri. Ada apa ya?" tanya Lucito mengerutkan dahinya.

"Kau dipanggil dokter Alexander." Perawat itu langsung pergi saat menjelaskan semuanya. Lucito hanya mengangguk lalu pergi menemui dokter.

"Ada apa ya, Dokter?" tanya Lucito to the point.

"Ada pendonor yang ingin mendonorkan ginjal dan jantungnya untuk Thia," jelas dokter Alexander dengan tegas dan lugas.

"Apa?!" Lucito masih tidak mempercayai semua ini, ia masih teringat saat dokter mengatakan bahwa Thia meninggal.

"Anda bercanda, ‘kan Dokter? tadi anda bilang---“

"Maafkan saya, ini keteledoran dari rumah sakit ternyata Thia masih bisa bernapas, hingga saat ini. Tapi kami ingin kau menandatangi ini."

Dokter Alexander menyerahkan berkas yang langsung diterima oleh Lucito, membaca dengan serius, lalu mengerutkan keningnya. Lalu berkata,

"Kenapa tidak ada nama si pendonor, di sini?" tanya Lucito heran.

"Pendonor tidak mau memberikan identitasnya, ia mengalami kecelakaan dan tidak bisa disembuhkan lagi, sebelum mengembuskan napasnya ia ingin mendonorkan jantung dan ginjalnya."

"Baik Dokter secepatnya operasi Thia, saya ingin yang terbaik masalah biaya hari ini saya bayar," ucap tegas Lucito.

"Baiklah kalau begitu, kami mulai operasi sekarang doakan semoga pasien selamat," jelas dokter Alexander lalu menjabat tangan Lucito.

***

Lucito melangkahkan kakinya menuju tempat di mana Thia dioperasi. Hingga, ia menemukan seorang yang terluka parah memasuki ruangan Thia. Lucito tahu bahwa ia adalah pendonor itu ia penasan siapa yang mendonorkan ginjal dan jantung secara percuma-cuma.

Lucito menatap gadis yang sialnya tak bisa ia kenali, wajah yang dilumuri darah membuat Lucito tidak bisa mengenalinya. Saat akan melangkahkan kakinya untuk duduk di bangku pengunjung, tiba-tiba tangannya dicekal seseorang membuat Lucito menoleh.

Terlihatlah orang yang mencekal tangannya adalah orang yang sama yang ingin mendonorkand ginjal dan jantung pada Thia. Lucito menatap gadis itu dengan hati nyeri, entah mengapa hatinya sangat sakit melihat wajah gadis yang berlumuran darah ini.

"Terima kasih," ucap tulus Lucito menggengam tangan mungil gadis itu, terasa ada yang aneh pada dirinya. Ia merasakan detak jantung yang berdetak sangat cepat.

Gadis itu hanya mengaggukan kepala lalu melepaskan cekalannya, tetapi terasa berat yang dirasakan Lucito saat tangan itu lepas dari tangannya, seperti tidak mau lepas. Lucito menggelengkan kepalanya, mungkin hanya merasa kasihan saja paa gadis itu ya, tidak ada yang lain hanya sekedar kasihan.

Lucito menatap tangannya yang terdapat banyak darah akibat berpegangan tangan dengan gadis itu, ia menyentuh dadanya yang tidak biasanya berdetak sangat cepat. Ada perasaan tidak rela di hatinya saat gadis itu mendonorkan jantung nya pada Thia, tetapi ia segera menepis pemikiran itu, kini ia hanya menunggu Thia dioperasi.

Berjam-jam Lucito menunggu akhirnya operasi selesai, Lucito masih belum bisa bernafas lega jika masih belum mendengar kata dari dokter Alexander.

"Bagaimana, Dokter?" tanya Lucito saat melihat dokter Alexander keluar dari ruangan operasi.

Dokter Alexander menghela napasnya, ia membuka masker yang menutupi mulut dan hidupnya. Lalu berkata, "Alhamdulillah, operasi berjalan lancar tapi pasien mengalami koma, kami akan memindahkan pasien ke ruangan khusus," jelas dokter lalu pergi meninggalkan Lucito yang mematung.

***

"Thia kapan lo bangun, sudah dua bulan ini lo koma. Lo nggak bosan, hem?" ucap Lucito menatap wajah pucat Thia.

Tubuh yang kurus dengan beberapa kabel yang terpasang di tubuhnya, pipi yang semakin tirus, dengan bibir yang pucat membuat Lucito tidak bisa apa-apa hanya menunggu kapan tuhan mengizinkan Thia membuka matanya.

Tangan lentik itu bergerak, bulu mata yang bergerak-gerak menandakan bahwa sang empunya akan bangun. Thia membuka matanya secara perlahan, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke retina matanya.

"Shhh ...," ringis Thia memegang kepalanya yang terasa pusing.

Mendengar ringisan seseorang membuat tidur Lucito terusik, membuka matanya, sedikit mengucek-ngucek matanya hingga tatapannya melihat Thia yang sudah bangun. Betapa bahagianya Lucito saat Thia akhirnya bangun.

"Lo sudah bangun Thia?" Ada sedikit binar bahagia terpancar jelas di mata Lucito.

"Gue akan panggil Dokter!" Thia mengangguk kepala, lalu Lucito pergi meninggalkan Thia untuk memanggil dokter.

"Bagaimana Dok, keadaannya?" tanya Lucito tak bisa menutupi kebahagian saat melihat Thia bangun, ia sudah menganggap Thia adiknya.

"Alhamdulillah, akhirnya pasien sadar dari komanya, mungkin ia akan menginap di sini jika benar-benar sembuh total, kalau begitu saya permisi dulu," pamit dokter Alexander.

"Lucito, sudah berapa lama gue, koma?" tanya Thia.

"Sudah dua bulan lebih," jawab Lucito tersenyum pada Thia.

"Kenapa gue tidak mati saja," ucap dingin Thia membuat Lucito menatap Thia dengan tatapan sulit diartikan.

"Jangan bicara seperti itu Thia, harusnya lo bersyukur masih diberi kehidupan lagi," nasihat Lucito yang tak habis pikir dengan pikiran Thia.

"Tapi kata Dokter umur gue nggak akan lama lagi?" Akhirnya Thia menangis terisak.

Lucito yang melihat hal itu langung membawa Thia ke dalam dekapannya.

Mengelus punggung Thia menenangkan.

"Ada yang mendonorkan ginjal dan jantung pada lo Thia," ucap Lucito akhirnya menjelaskan apa yang terjadi.

"Siapa orang itu, Lucito?" tanya Thia melepaskan pelukan Lucito, mengusap air matanya.

"Gue nggak tahu, ia menyembunyikan identitasnya, tapi gue sudah berterima kasih pada orang itu, walaupun gue tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas." Thia hanya manggut-mangut mengerti.

"Lucito, gue ingin meminta sesuatu dari lo, boleh?" tanya Thia menatap penuh harap pada Lucito.

Lucito menganggukan kepala tanda mengizinkan.

"Gue ingin tidak ada seorang pun yang tahu kalau gue yang masih hidup, bisakah?" pinta Thia.

"Baiklah, gue sudah merencanakan dari jauh hari," ucap Lucito yang membuat Thia mengeryitkan dahi bingung.

"Apa maksud, lo?"

Lucito menghela napasnya, lalu berbicara."Gue memalsukan kuburan dengan nama lo Thia, agar Andreas tidak mengetahui kalau lo masih hidup."

"Terima kasih Lucito. Gue  berhutang banyak ke lo," ucap Thia dengan tulus.

"Tidak perlu berterima kasih ini sudah kewajiban gue untuk nolong lo Thia," ucap Lucito membuat Thia tersenyum tipis.

***

"Jadi Lucito tahu semuanya?" tanya Andreas tidak percaya, ini semua rencana dari Lucito.

Thia mengangguk kepala. "Kau tidak akan meninggalkanku lagi, ‘kan Andreas?" Tanya Thia menatap wajah Andres yang tersenyum ke arahnya.

"Tidak akan pernah!" ucap Andreas tegas.

Pada akhirnya cinta mereka bersatu kembali, mereka percaya bahwa di balik semua yang mereka alami pasti ada hikmahnya.

Cool Boy Vs Cool Girl (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang