Bagian Sebelas

5.4K 243 1
                                    


"Bu, hapenya bunyi mulai tadi, minta diangkat itu,"Linda menunjuk hape diatas meja kerja Louis yang berdering mulai tadi.

Louis hanya meliriknya sekilas lalu kembali sibuk dengan tab nya. Ringtone di hapenya tak terdengar lagi, berganti dengan suara notif pesan beruntun. Ya ampun astagaaaa, ini apa siih. Rame banget mulai tadi. Louis mengomel dalam hati, namun dirinya masih fokus pada tab ditangan. Sama sekali tidak berniat mengambil benda hitam pipih yang mulai tang tung tang tung.

"Kerja sama soal pembangunan panti rehab dengan Adhitama group sudah selesai di urus Lin?"

"Sudah bu, sudah teken kontrak juga kemarin. Bapak Hardin langsung yang turun tangan. Sepertinya Pak Hardin mempunyai hubungan selain hubungan bisnis dengan pemilik Adhimata group bu."

"Oh ya?" Karen penasaran, Louis langsung membuka profil pemilik Adhitama group. Dewa Adhitama, pria paruh baya berusia 60 tahunan pemilik saham terbanyak dibeberapa perusahaan besar Asia. Tidak ada yang istimewa dalam profile itu, hanya menjelaskan latar belakang pendidikan, awal mula merintis bisnis hingga namanya masuk dalam jajaran orang kaya teratas di Indonesia. Namanya pun pernah dinobatkan menjadi CEO terbaik dan enterpreneur tersukses. Sampai matanya menangkap satu nama yang akhir-akhir ini sering menghubunginya.

Alan Arkana Adhitama. Putera dari pemilik Adhitama group sekaligus satu-satunya pewaris perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri dan dealer motor dengan anak perusahaan yang menggurita di Indonesia.

Kyra Queensha Adhitama. Puteri kedua dari Dewa Adhitama. Alis Louis bertaut. Benarkah ini? Jadi dokter itu anak sultan? Tapi kok ada yang aneh?

"Ibu tolong diangkat dulu hapenya,"Suara Linda menyadarkan lamunan Louis."Dokter Alan calling…"Linda membaca nama yang tertera di hape Louis.

"Kamu tolong atur jadwal rapat dengan tim arsitek untuk membahas tentang desain pembangunan panti, hari ini ya… Kita sudah punya arsiteknya kan Lin?"

"Sudah bu. Semua sudah siap pada bagian dan tugas masing-masing."

"Oke. Kamu bisa lanjutkan pekerjaan kamu."

"Ibu mau makan siang apa?Saya pesankan lewat gofood."Tanya Linda sebelum keluar.

"Bisa pesankan nasi padang?Saya lagi ingin makan yang gurih dan pedas-pedas."Louis tertawa kecil di akhir kalimatnya.

"Oke siap bu, laksanakan. Itu telponnya tolong diangkat jangan lupa bu, kasian dokternya dicuekin mulai tadi."Linda terkikik sendiri seraya berjalan keluar.

Louis meraih hapenya yang masih berdering. Ia menunggu sampai dering itu selesai lalu mengusap layar yang terkunci. Memang sengaja tidak diangkat. Lagi malas bicara di telepon.

20 panggilan tidak terjawab. 63 pesan belum dibaca. Dari satu orang yang sama, Alan. Sejak kejadian di rumah sakit hubungannya dengan Alan perlahan membaik. Mereka tidak lagi terlibat adu argumen yang menonjolkan urat-urat dileher. Mereka bahkan sudah berkenalan secara resmi juga sudah saling menyimpan nomer kontak telepon di hape masing-masing. Louis sudah tidak menganggap Alan orang asing lagi sekarang, lalu sebagai apa? Dokternya tentu saja. Dokternya? Bukankah dokternya itu dokter Radit? Yah, whateverlah. Toh mereka sama-sama punya gelar dokter. Tugasnya sama-sama mengobati pasien, dan pasien itu adalah dirinya.

Dokter Alan. 06.00. Read.
Selamat pag😊 Sebelum pergi ngantor jangan lupa sarapan dan minum jus. No kopi.😡

Hanya mengingatkan sebagai dokter. Batin Louis.

Dokter Alan. 08.30. Read
Sudah dikantor? Pergi diantar supir kan? Jangan nyetir sendiri. Kondisi badan kamu masih  belum benar stabil.

Hanya mengingatkan sebagai dokter. Batin Louis lagi.

Dokter Ganteng Itu Milikku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang