Bagian tiga belas

5.2K 291 10
                                    


Hari ini adalah jadwal operasi untuk Louis. Sebagai wali dadakan, Alan sudah menyelesaika administrasi perlengkapan untuk operasi. Radit sebagai dokter utama yang bertanggung jawab atas operasi Louis dibuat geleng-geleng takjub dengan tingkah rival abadinya itu. Tadi Alan sempat mencegatnya sebelum menuju ruang operasi.

"Gue gak mau tahu ya, operasi kali ini harus sukses. Gimanapun caranya lo harus buat ini jadi sukses. Keberhasilan sampai 100% kalau perlu."Ucap Alan dengan nada mengancam.

"Lo meragukan keahlian gue Lan? Lo gak liat prestasi yang udah gue raih? Lo gak liat piagam-piagam yang berjejer rapi di ruangan gue?"

Alan mengibaskan tangan acuh."Nyombongnya dilanjut nanti aja. Ingat!!pas didalam kamar operasi, fokus aja sama yang dioperasi. Jangan lirik-lirik wajah Louis!!"

Buseet daah ampuuun. Radit mengelus dada mencoba sabar. Dia pikir dirinya ini dokter cabul?"Sebenarnya tujuan lo kesini itu apa sih? Mau ngancam gue apa gimana?"

"Bukan ngancam. Cuma mengingatkan. Pasien itu penting buat buat gue. Lo udah tahu tanpa harus gue kasi tahu kan?"

"Kasi tempeeee enak,"Sahut Radit dengan muka nyinyir lalu pergi. Sungguh sesuatu hal yang sangat tidak penting. Tapi jauh didalam hatinya, Radit merasa lega karena Alan sudah mau kembali berinteraksi lagi dengannya. Meski omongan dan wajahnya selalu menyebalkan dan membuat emosi Radit naik sampai ubun-ubun.

Dikoridor, Radit melihat Louis sudah siap dengan baju pasien operasi di hospital bed nya dengan didorong suster menuju ruang operasi. Alan tiba-tiba berlari dari arah belakangnya. Melewatinya tanpa menoleh. Lalu ikut mendorong hospital bed dengan wajah penuh senyum. Radit hanya bisa kembali geleng-geleng kepala.

"Mau antar kamu ke ruang operasi." Sahut Alan manis saat Louis bertanya ada apa. "Kamu harus bertahan didalam sana ya...Saya mau nagih janji yang sudah kita sepakati kemarin. Kamu harus keluar dengan selamat. Kamu harus kembali. Kamu harus ingat kalau ada saya yang sedang menunggu kamu."Ditatapnya wajah Louis dengan lekat. Ada sebersit perasaan takut melihat Louis yang digiring menuju ruang operasi. Sementara yang ditatap hanya diam, balas menatap balik Alan. "Kamu juga punya rahasia yang harus kamu bagi sama saya, bukan cuma satu tapi banyak."Ingatannya kembali pada nama keluarga Mahendra.

Dahi Louis berlipat."Rahasia?"

Alan mengangguk.

Berbicara soal rahasia, Louis juga tiba-tiba ingat sesuatu. Nama Alan yang tidak memakai nama Adhitama dibelakang namanya."Dokter juga punya rahasia yang harus saya tahu,"

Giliran dahi Alan yang berlipat. Bak adegan slow motion di sinetron indosiar, mereka berpisah didepan pintu ruang operasi dengan kesedihan terpancar jelas dari wajah Alan. Louis sudah masuk kedalam ruang operasi sementara Alan masih mematung ditempatnya.

"Gak usah lebay,"Hardik Radit tepat didepan mukanya.

"Dasar setan!!"Maki Alan disambut pintu kaca menutup otomatis didepannya. Lalu lampu kecil diatas pintu menyala. Pertanda operasi sedang berlangsung.

Aku beneran nunggu kamu disini, Louis…

***

Delapan jam berlalu, lampu merah dipintu ruang operasi juga sudah mati. Louis sudah dipindahkan keruang transisi. Suara dari mesin monitor yang menampilkan grafis detak jantung dan kadar oksigen didalam darah memenuhi ruangan yang disekat kelambu warna pink itu. Ventilatorpun terpasang di hidung Louis. Beberapa selang infus menggantung disamping ranjang rumah sakit. Mata itu masih terpejam rapat.

Alan menghela nafas. Perasaannya menjadi buruk melihat Louis dalam keadaan seperti ini. Padahal sudah setiap hari dirinya berjibaku dengan selang-selang dan peralatan lainnya diruangan ini. Sudah setiap hari pula dirinya menyaksikan pemandangan ini, pasien terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang dan alat lain terpasang ditubuhnya. Tapi pemandangan kali ini sungguh berbeda. Alan tidak bisa menyembunyikan kekalutannya itu.

Dokter Ganteng Itu Milikku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang