19. Kanker

2.4K 134 7
                                    

Ali berjalan sendiri di sebuah gudang yang sedikit jauh dari sekolahnya.
Kekesalahnnya bertambah saat musuh lamanya mengajak bertemu demi membahas masalah yang telah lama berlalu.

Keadaan sekitar membuatnya susah untuk berlama-lama di tempat kumuh itu.
Pepohonan yang lebat, rumput yang meninggi menambah kesan gelap, karena minimnya cahaya yang masuk.

Ali melirik ke kiri hanya ada halaman yang tak terawat.
Jika ada Royan disini, pastilah anak itu tidak akan berhenti mengoceh karena tempat yang sedikit menyeramkan.
Ali yakin tidak ada seorangpun yang mau datang kesini.

"Ternyata lo masih berani melangkah sendiri"

Ali menatap dingin lawan bicaranya.

"Gue bukan pengecut"

"Haha. Orang yang lari dari tanggung jawab itu yang lo sebut bukan pengecut" Sandi melangkah perlahan mengurangi jarak diantara keduanya. "Lo pernah denger, kalau darah harus dibalas dengan darah"

Ali memejamkan matanya sejenak sebelum berkata. "Denger, lo bakalan gak tenang kalau hidup lo dipenuhi rasa dendam"

Sandi kembali melangkah dan hingga posisi mereka sangat dekat. Bahkan Ali dapat mendengar nafas sandi yang memburu.

"Karna lo dan temen-temen lo adik gue sekarat, bahkan kalian biarkan dia MATI!!!"

"Gue udah bilang, bukan kita yang bikin adik lo mati!"

Sandi tergelak "hah!, lo fikir gue percaya!!!"

"Gue gak butuh lo percaya atau enggak"

Sandi mencengkram kerah seragam Ali.
"Gara-gara lo keluarga gue berantakan"
Ali menghempaskan lengan Sandi kasar.

"Lo harus tau satu hal, adik lo kecelakaan karna ulah dia sendiri.
Dia selalu berbuat curang setiap kita balapan. Gue udah bilang dia gak bakalan bisa melewati tantangan itu"

Ali mengambil jeda, mencoba bernafas teratur.
"Tapi adik lo dengan egonya nantangin kita, gue dan temen-temen gue berhasil ngalahin adik lo, tapi ditikungan terakhir dia berusaha ngecelakain gue. Dan lo tau apa yang terjadi? Dia tewas setelah nabrak kendaran lain. Parahnya lagi temen-temen adik lo gak ada yang nolongin. Justru gue dan sahabat gue yang bawa dia kerumah sakit"

Ali bernafas lega setelah dia mengatakan itu semua.

"Lo bohong, hah. Ya iyalah lo bohong. Lo dan temen-temen lo semuanya pembunuh!!!

Kini giliran Ali yang mencengkram kerah jaket Sandi. Matanya yang tadi dingin kini berubah tajam.
"Gue bukan pembunuh adik lo!!!" Ali mendesis melepaskan tangannya kasar.

"Gue gak peduli, yang gue tau lo dan temen-temen lo pembunuh adik gue"

"Lo gak berhasil mancing emosi gue" Ali berujar santai dan berbalik untuk pergi.

"Oh ya?!! Bagaimana kalo dengan cewek lo?"
Ali berhenti dan menegang namun ia berusaha tenang dengan gertakan Sandi.

"Gue tau semua tentang lo, termasuk cewek lo"
Ucapnya bangga.

Ali berbalik dan menghadap Sandi sempurna.

Sandi tersenyum miring "Prilly latuconsina, adik dari Syilla latuconsina sahabat lo.
Cewek itu tinggal di kompleks cempaka nomor 96. Rumahnya di paling ujung bercat putih. Kamarnya di lantai dua. Dulu dia tinggal dipuncak bersama neneknya, tapi_

Bukkk.

"Jangan pernah libatin dia dalam masalah kita"

Bukkk.

Sekali lagi.
"Jangan pernah berfikir lo bakalan nyentuh dia"

Saat Ali berhenti memukul, Sandi tersenyum remeh sambil mengusap ujung bibirnya yang terluka.

My Senior My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang