27. Stadium empat

2K 119 0
                                    

"Prill, gue mohon. Ali butuh lo!"

Kini Prilly telah selesai dengan aktifitasnya.
Namun Alvin menghalangi Prilly yang hendak keluar dari kamarnya.

"Kak. Gue harus pergi"
Prilly berjalan melewati Alvin dengan menyampirkan tas punggungnya.

"Dan lo mo ninggalin Ali!!!"
Alvin berteriak membuat langkah Prilly terhenti di undakan tangga.

"Gue gak pernah ninggalin dia, tapi dia yang ninggalin gue." Selesai mengatakan itu Prilly bergegas berjalan menuju tangga.

"Prill, tunggu Prill"
Alvin berusaha menyusul Prilly.

"Prill, gue mohon, lo harus ikut gue"
Prilly terus berjalan tidak menghiraukan Alvin yang terus menyerukan namanya.

"Sorry kak, gue gak bisa"

"Prill!!"
Alvin kembali berteriak memanggil nama Prilly yang terus berjalan menjauhinya.

"Prill. ALI SEKARAT!!"
Seketika itu juga langkah Prilly terhenti.

"Dan dia butuh lo sekarang!!!"
Prilly seolah kehilangan dunianya mendengar itu.
Ingatkan Prilly kalau kali ini bukanlah mimpi.

Perlahan namun pasti, Prilly membalikkan raganya.
Menatap Alvin masih dengan raut wajah yang sulit di baca.

"Gue udah hancur kak. Dan jangan buat gue hancur lagi."
Prilly heran. Mengapa semua orang menganggap ini seperti permainan. Tidak cukupkah Ali menyakitinya. Dan mengapa Alvin juga ingin mempermainkannya.

Alvin tidak mengerti mengapa gadis didepannya begitu dingin. Seolah menganggap dirinya hanya angin lalu.

"Lo pikir gue gak hancur, hah!"

"Lo pikir kenapa gue pagi-pagi kerumah lo!"
Alvin mulai kehilangan kesabarannya.
Entah kenapa terkadang Ali dan Prilly memiliki sifat yang sama. Sama-sama keras kepala.

"Gue gak peduli apa yang lo lakuin dirumah gue,
Gue cuma minta jangan pernah cari gue lagi!"
Ucapan Prilly masih saja dingin. Alvin berpikir ternyata gadis didepannya tengah membangun dinding yang tak tersentuh.

"Enggak!! Lo harus ikut gue, dia butuh lo Prill"
Sekeras apapun Alvin memohon, nyatanya hati seorang gadis didepannya seolah berhenti mengiba.

"Kenapa gue harus ikut!!!" Prilly mulai terpancing.
Sedari tadi dia mencoba menyembunyikan rasa kecewa juga amarahnya ketika Alvin menyebutkan nama seseorang yang baru beberapa jam tadi menyakitinya. Bukan, lebih tepatnya seseorang yang baru saja meninggalkannya.

"Lo bilang dia butuh gue!!
Tapi kenapa dia ninggalain gue!, dia nyuruh gue pergi dan nyari kebahagiaan gue sendiri!!!."
Suara itu, suara Prilly mulai bergetar.

"Dan kenapa saat gue butuh, dia gak pernah ada disamping gue!!!"
Alvin terdiam masih mendengarkan.
Keahliannya sebagai pendengar yang baik ia gunakan saat ini. Membiarkan gadis didepannya mengeluarkan semua yang ingin dia katakan.
Anggap saja dia tengah menggantikan Ali sebagai samsak.

"Lo gak tau kan, gimana bahagianya gue saat dia diam-diam nyamperin gue. Disaat gue mikir dia gak bakalan dateng nyatanya dia dateng. Dan kakak tau apa yang dia lakuin??! Dia mutusin gue kak!!!?"

Alvin tersentak mendengar satu fakta bahwa disaat Ali membutuhkan dukungan dari Prilly nyatanya anak itu memutuskan hubungannya.
Sekarang Alvin mulai mengerti penyebab dari perubahan Prilly.

Prilly yang tadinya mencoba tenang kini sudah tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Mengingat bagaimana Ali meninggalkannya, dan menyuruhnya mencari kebahagiaan lain.

Alvin menelan ludahnya yang terasa pahit.
Kesempatannya membawa Prilly bersamanya semakin sedikit.
Dia tersenyum getir. Mengingat kebodohan sahabatnya.

My Senior My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang