7. Giel or Gabriel?

3.2K 243 4
                                    

Dimeja makan, semuanya hikmah dengan makanan masing masing. Tak ada perbincangan diantara keempat manusia penghuni rumah ini. Meski begitu tatapan ketiga wanita itu terus mengarah ketempat sang bungsu yang sedikit kesulitan menyendokkan makanannya.

Pandangan kin nyatanya belum membaik sampai pagi ini. Hari minggu, semuanya dirumah dan sarapan bersama. Meski suasana nya beda. Kin yang biasanya paling cerewet, pagi ini anak itu hanya menunduk dengan pandangan menyipit memfokuskan arahnya kemakanan dihadapannya.

Bunda, rasanya dia ingin meraih sendok dari tangan kin dan menyuapinya. Tanpa bersusah payah seperti itu. Tapi bunda pasti mengerti kin tidak akan suka dengan tindakan itu.

"Masih burem dek?" Suara mely membuncah keheningan. Kin mengalihkan pandangannya kearah kakak pertamanya yang duduk bersebelahan dengan nya. Dengan senyum mengembang pastinya kin mengangguk.

"Kakak suapin ya?" Tawar mely yang langsung mengambil alih sendok ditangan kin.

"Makasih kak mely"

"Kamu kalo kepayahan minta tolong, jangan cuma diem aja. Mana bisa kak ana sama bunda paham sama kode kode kamu" cerewet mely.

"Aku pikir bisa sendiri kak, ternyata susah" kin terkekeh sendiri.

"Ngeyelan sih" celetuk ana menimpali.

"Apa an sih kak ana, ikut ikut aja"

"Kan ada nama kakak tadi. Gak salah dong",

"Iya adek bandel pulak" bunda ikut menimpali.

"Bundaaaaaaa " rengek kin manja.

"Kan bunda juga dibawa bawa tadi. Ya ikutan lah", bunda terkekeh diakhirnya.

"Ya kan bisa mbelain anak gantengnya ini. Udah cowok sendiri gak dibelain lagi" kin memajukan bibirnya makin manja membuat ketiga nya mengembang kan senyum saking gemasnya.

"Udah udah. Makan gih... Ngambekan sih" celetuk mely melerai.

Hening beberapa menit menyelimuti kala mely dengan telaten menyuapi adik bungsunya. Makannya begitu nyaman. Sampai sampai mely kenyang sendiri hanya karna melihat adik satunya ini melahap rakus makanan yang ia arahkan kemulutnya.

"Kita kerumah sakit ya? Cek mata adek" buncah bunda. Semua pandangan kontan mengarah kebunda. Terlebih lagi dengan kin yang menatap bunda dengan tatapan tajam.

"Gak! Kin mau dirumah aja" tolak nya.

"Mata kamu dari kemarin belum sembuh. Bunda khawatir sayang"

"Kin bilang gak mau ya gak mau!"

_______

"Awshhhh" ringis kin kala tubuhnya ditabrak seseorang.

"Maaf...kamu gak papa?" Tanya sosok yang baru saja menabraknya dengan sepeda. Sosok itu kontan saja melepaskan sepedanya begitu saja dan beranjak menghampiri kin yang terduduk diatas peping taman. Kin mendongak. Menajamkan pandangannya yang memang masih memburam. Dengan segala kenekatannya, kin berani keluar dari rumahnya tanpa sepengetahuan keluarga nya. Ahhh... Kin merasa bosan, dia kira dengan keluar dan menghirup udara luar mungkin keadaannya akan membaik. Terlebih lagi dengan matanya. Nyatanya nihil. Pandangannya makin memburam kala sinar terik matahari menghalau pandangannya yang menjadi makin menyipit.

Meski buram juga silau, kin masih bisa menangkap sedikit sosok gadis yang baru saja menabraknya. Dengan rambut sebatas bahu yang tergerai juga kacamata bertengger manis diatas hidungnya. Kin menggeleng ragu.

"Aku bantu" titah gadis itu. Dia membawa kin duduk di bangku taman yang tak jauh dari tempat keduanya tadi.

"Kayaknya lutut kamu luka, jalanmu pincang" tanya gadis yang sekarang duduk disampingnya. Kin masih diam, tapi tiba tiba gadis tadi beranjak dari duduknya berpindah posisi jongkok didepan kin. Tangannya hendak meraih ujung celana training yang kin kenakan saat ini.

Kin dengan cepat menghalau tangan gadis itu. "Kamu mau apa?" tanya nya.

"Mastiin kamu gak apa apa. Kalo ada yang luka biar aku obatin. Aku bawa kotak obat di tasku"

"Gak usah. Aku gak papa"

"Udah, gak perlu sungkan" kembali gadis itu meraih ujung celana trainingnya.

"Aku bilang gak" tahan kin.

"Aku cuma mau obatin kamu, gak lebih, jadi tolong jangan tolak oke"

Kin terdiam. Pada akhirnya pemuda itu pasrah juga. Dia membiarkan gadis asing didepannya ini menyingkap begitu saja celana trainingnya sampai sebatas pangkal lututnya.

"Kan bener luka, untung cuma lecet doang" ucap gadis itu setelah berhasil menyingkap training kin.

"Aku kasih obat merah aja ya?"

Gadis itu langsung mengambil kotak obat yang berada didalam tas kecilnya. Diatas kapas gadis itu menuangkan beberapa tetes obat merah diatasnya.

"Tahan perih kan?" Tanya gadis itu. Tapi belum juga kin menjawabnya, gadis itu malah langsung saja menempelkan kapas itu diatas luka kin. Membuat kin meringis kesakitan.

"Sorry. Perih ya?"

Kin mengangguk. Tangannya bergerak mengipasi lututnya yang terasa perih itu.

"Kamu kenapa gak minggir sih? Kan jelas jelas aku didepan kamu tadi"

"Maaf, mata aku buram jadi gak keliatan" jawab lesu kin.

"Rabun?"

Kin menggeleng.

"Sakit mata?"

"Gak tau"

"Loh?"

Kin mengalihkan pandangnya sesaat kearah gadis itu. "Kenapa?"

Gadis itu menggeleng. "Nama aku giel, gabriel. Kamu siapa?"

"Giel? Gabriel?"

"Ahh maksud aku namaku gabriel. Tapi temen temenku suka manggil aku giel"

"Kenapa giel?"

"Gak tau, katanya sih enak aja, kalo kamu siapa?"

"Kin"

Tbc

Sorry banget pendek :) gaje pulak updatenya :v lama pulak ngaretnya :') ya alloh gak jelas banget sumpah

Last Persent (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang