Dari pagi bergulir siang, siang bergulir menjadi sore, sore beranjak tenggelam menjadi malam yang gelap. Kin meringkuk diatas kasurnya. Beberapa menit yang lalu Meylara mengantarkannya pulang pada akhirnya. Meski sebelumnya Meylara ngeyel akan membawanya kembali kerumah sakit, tapi tetap saja Mey menuruti kemauannya untuk pulang kerumah.
"Kerumah sakit aja yuk. Aku khawatir sama keadaan kamu" ucap Meylara khawatir.
Yang ditanya menggeleng pelan. Kepalanya yang pening luar biasa juga rasa mual yang datang menerjang perutnya membuat tubuhnya hanya mampu meringkuk diatas kasur. Tangan gadis itu hanya mampu menjangkau pundak nya. Mengelusnya pelan dan juga lembut.
"Kak Mey..." ucapnya lirih. Sejak hari ini, setelah tahu umur Meylara dan status Meylara yang sudah memiliki kekasih Kin memutuskan untuk memanggilnya kakak. Terpaut jauh menjadi wajar untuk seorang Kin. Mendengar lirihan Kin, Meylara pun mendekat. Merapatkan tubuh mencoba menatap pemuda itu.
"Kenapa?"
"Kakak susul Bunda dirumah sakit bisa?, Suruh dia pulang. Kin tunggu dirumah"
"Kerumah sakit aja yuk langsung. Kondisi kamu lagi gak baik lo Kin"
"Please, Kak. Aku janji sama Kak Mey, ini terakhir kalinya Kin nyusahin dan ngrepotin Kak Mey"
Mati-matian Kin menahan pening juga mualnya. Hingga kerut dalam dahinya sangat kentara. Membuat Meylara makin tidak tega meninggalkan Kin seorang diri dirumah sunyi itu.
"Tapi..."
"Kak, please. Terakhir kalinya. Janji" susah payah Kin membuka matanya. Dengan tatap berharap agar Meylara mau menuruti kemauannya.
Gadis itu berdecak. Bangkit dari duduknya lalu setega-teganya dia meninggalkan Kin seorang diri. Dia tidak banyak waktu. Kondisi Kin akan tambah buruk jika Meylara terus berdiam diri memaksa bocah itu. Nyatanya Kin tidak akan pergi sebelum Bundanya yang meminta.
Helaan napas mengudara dalam kamar yang temaram itu. Sungguh ia rindu suasana kamarnya. Ini lebih dari hotel berbintang lima sekalipun. Rasanya nyaman meski bernapas pun sukar untuknya saat ini. Tak apa, asalkan dikamarnya, itu lebih dari nyaman.
Beberapa menit berlalu, Meylara sudah sampai dirumah sakit. Melangkah tegap melewati beberapa lorong-lorong rumah sakit. Diujung lorong yang ia lewati banyak orang tengah menunggu. Tadi Meylara memang menghubungi Pram bahwa Kin bersama nya dan Meylara bilang akan segera kerumah sakit.
Langkahnya terhenti seketika saat langkah lunglai wanita paruh baya mendekatinya. Menarik pundaknya dan menggoyangkannya berkali-kali.
"Dimana Kin. Mana Kin!" kata Bunda Lala.
Tadi Meylara memang mengatakan untuk kembali kerumah sakit tapi tidak untuk Kin.
"Tante lebih baik pulang sekarang. Kin nungguin Tante dirumah, Kin bilang dia mau kembali kerumah sakit kalau Tante yang ajak bukan aku"
Tak perlu berfikir. Wanita dengan penampilan kacau itu langsung berlari menjauh dari sana. Menuju parkiran dengan fikiran yang sungguh kacau. Sama seperti penampilannya.
"Tunggu Bunda, Sayang",
-----------
Ditaman rumah sakit, malam ini Meylara dan juga Gabriel duduk berdampingan disana. Membiarkan sunyi memeluk keduanya. Dengan tatap kemega hitam tanpa bintang malam itu. Tampaknya langit tengah muram karna ditinggal bulan.
Tidak ada yang berniat membuka suara. Baik Meylara dan juga Gabriel masih setia dengan fikirannya masing-masing. Tapi detik berikutnya, akhirnya Gabriel lah yang buka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Persent (Tamat)
Teen FictionRumit. "Sungguh aku ingin mati saja" Kisah sebelum aku hidup untuk kedua kalinya. ®Sugarcofeee