14. Fase Kebaperan

1.4K 140 17
                                    

Gabriel mengumpat dalam hati. Bisa-bisa nya Kin nekat menerjang hujan yang memang tadi sudah tak begitu deras, tapi cukup membuat bajunya dan baju Kin basah. Tapi bukan karna bajunya basah gadis itu mengumpat, melainkan kenekatan Kin.

Pemuda itu kuyup meski hanya jaketnya. Penutup kepala jaket yang ia gunakan untuk menutup kepalanya saja sampai meneteskan beberapa butiran air dari sudutnya. Tembus sampai rambutnya pun ikut lepek dan basah.

Khawatir Kin sakit, Gabriel segera meraih handuk yang masih ada dijemuran.

"Batu banget si!, kan aku bilang tunggu reda!" kata Gabriel penuh penekanan. Dia kesal dengan kengeyelan Kin tadi. Masih gerimis, tapi nekat ajak Gabriel untuk pulang.

Disibaknya penutup kepala jaket Kin sampai menampakan sempurna wajah pemuda itu.

"Lepas!" titahnya tidak sabaran dengan menarik keras jaket Kin.

Kin hanya menurut. Dia melepas jaketnya perlahan. Tadi sewaktu dibawah hujan rasanya nyaman, tapi entah kenapa selepas masuk kedalam rumahnya, dia kedingan.

Kin merapatkan tubuhnya. Memeluk lengan tangannya erat. Mengusapnya beberapa kali guna menetralkan suhu.

"Ckkk shhhh..", ringis Kin kedinginan.

"Kapok!", ketus Gabriel. Dengan posisi masih berdiri tepat dihadapan Kin yang terduduk di sofa, tangan kecil gadis itu bergerak mengusak rambut basah Kin dengan telaten.

"Jangan nakal si, aku gak mau lihat kamu sakit",

Kin menunduk, mempermudahkan gerakan Gabriel mengeringkan rambutnya. Ah bukan itu alasannya, Kin menunduk karna menyembunyikan pipi nya yamg mungkin sekarang merah seperti tomat.

Perlakuan Gabriel sungguh manis. Terlebih lagi mengingat selama ini Kin tak pernah memiliki teman perempuan sebelumnya.

Saat pandangan Kin tertuju di ujung baju Gabriel yang tampak basah dihadapannya, Kin langsung mengangkat pandangnya. Membuat gadis yang sibuk mengusak rambutnya menyerngit keheranan.

"Baju mu basah, Pinjem baju Kak Ana atau Kak Mely dulu aja",

"Gak usah mikirin aku, kamu lebih penting". ucapan gadis itu begitu tegas. Tanpa basa basi dan kena dihati Kin. Seulas senyum tanpa sengaja tercetak di wajah Kin.

Gabriel yang melirik sekilas merasa tak nyaman. Dipandang Kin dengan senyum konyol itu. Dia sedang tak mengombali pemuda itu, tapi pipi Kin tampak memerah.

"Ck, gak usah PD gitu. Maksud aku penting, aku cuma gak mau kena marah tiga srikandimu kalo sampek tahu kamu hujan-hujanan. Tadi kan, kamu tanggung jawabku".

Titik, tanpa koma ataupun tanda petik. Kin melengos kecewa. Dia mendengus kasar sesaat setelah Gabriel menyelesaikan kalimatnya. Hancur harapan Kin. Dia kira Gabriel benar-benar mengutamakannya. Iya memang, tapi ternyata hanya karna kakak dan bundanya, Gabriel jadi memperhatikannya. Bukan selain itu.

"Dih!, langsung manyun", ejek Gabreil. Gadis itu merasa gemas dengan Kin yang langsung memasang wajah masamnya. Tidak ada respon dari pemuda itu.

"Kenapa langsung ngambek?",

"Kamu dari tadi mupus harapanku terus".

"Kamu berharap sama aku?",

Kin mendengus kasar, haruskah dia menjawab nya dengan 'iya'? Kin harap, Gabriel peka akan perasaannya yang mulai tumbuh. Tapi ternyata malah sebaliknya.

"Berharap apa?, jadi pacar ku? atau berharap aku suka sama kamu?". sambung Gabriel setelah duduk tepat disisi Kin yang masih merajuk padanya. Tak berniat menatap Gabriel yang menuntut penjelasan.

Last Persent (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang