21. Gabriel dan Meylara

1.3K 89 6
                                    

Malam semakin larut tapi netra itu tak kunjung tertutup. Rasanya tidak nyaman. Ada yang mengganjal, entah itu perasaan apa. Gabriel masih gusar diatas kasurnya. Gadis itu hanya bergumul dengan selimut dan beberapa bantal nya. Kin selalu memenuhi fikirannya. Membuat rasa yang selalu ia tepis mendominasi dalam egonya.

"Isshh!!... Kenapa sih? Masa iya aku cemburu? Enggak mungkin lah" monolognya. Entah sudah berapa kali dia menjambaki rambut sebahunya itu. Pusing punya kepala, tapi tidak punya kepala itu menyeramkan sekali bukan.

Merasa bosan didalam kamar, Gabriel keluar. Melangkah jauh menuju kamar Sana--ibu Gabriel.

"Ma," panggil Gabriel setelah sampai. Belum genap semenit pintu itu terbuka. Menampakkan Sana yang masih mengenakan masker diwajahnya. Terkejut dengan penampakan sang mama, Gabriel berjinggat mundur kebelakang.

"Kamu kenapa?," tanya Sana dengan polosnya.

"Mama nih, ngagetin aja"

"Lagian kamu... Ngapain malem-malem ketuk pintu kamar, Mama?"

"Giel gak bisa tidur, pingen tidur sama Mama. Boleh kan?"

"Hm... Berhubung, Papa kamu masih diluar kota dan Mama tidur sendiri... Yaudah deh gak papa."

Mendengar itu, Gabriel buru-buru masuk kedalam kamar itu. Tanpa permisi dan tanpa memperdulikan Sana yang hanya menggeleng melihatnya.

"Mama, kok tumben pake kipas angin. Bukannya ini kipas rusak?"

"AC kamar Mama rusak, jadi sementara pakai kipas ini aja. Besok baru panggil tukang buat benerin."

Gabriel hanya membulatkan bibirnya. Meraih majalah milik Sana dan rebahan diatas kasur king size itu. Namun lagi-lagi perasaannya muncul. Bosan membangkitkan kegelisahannya.

"Ma, Giel boleh curhat gak?"

Sana yang masih meratakan masker didepan meja riasnya sontak beralih pandang. Memutar kepala menengok kebelakang tepat dimana Gabriel tengan terlengkup diatas sana.

"Curhat?, Tumben?"

Selepas itu Sana kembali menatap cermin, bergelut lagi dengan wadah masker kecilnya. "Yaudah, Mama dengerin kalau Giel mau curhat"

Gadis itu merapat, merubah posisi menjadi terduduk. Menatap Sana dari pantulan cermin. "Mama, dulu pertama kali pacaran umur berapa?" kata Gabriel.

Sana memincingkan alisnya. Menatap pantulan anaknya yang terlihat lebih kecil karna dibelakangnya. "Memangnya kenapa?"

"Ya kepo aja, pingen tahu"

Sana masih diam, sibuk menimbang takaran tebal dan tipis masker yang ia gunakan sudah merata belum. 1 menit Sana diam. Membuat Gabriel menunggu biarkan jengkel.

"Dulu nih ya, Mama pertama kali pacaran itu SMP kayaknya. Seinget Mama sih itu."

Gabriel sontak saja melotot. SMP sudah berani pacaran? Dia saja yang sudah SMA masih enggan menjalin hubungan. Padahal calon sudah ada jelas.

"Yang bener, Ma?!" Sana mengangguk, masih saja dengan tangan yang memainkan kuas masker wajah di wajahnya.

"Giel, pacaran?"

"Enggak!"

Sana mengulas senyum. Menata peralatannya dan manghampiri sang putri.

"Gak papa kok kalo, Giel pacaran. Asalkan sekolah kamu gak terganggu."

"Sebenarnya, Giel sendiri masih bingung, Ma" jujurnya.

"Bingung kenapa?"

"Giel gak tahu mana yang suka sebatas teman dan suka yang sebenarnya"

Last Persent (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang