Semenjak hari itu kin dan gabriel menjadi sahabat. Bisa dilihat dengan jelas oleh ketiga perempuan itu perubahan pada diri kin akhir-akhir ini. Anak itu terlihat ceria setiap harinya. Punya sahabat bertukar cerita. Nyatanya kin bisa lebih terbuka dengan gabriel.
Tiga hari kin dirawat, gabriel selalu ada disisi nya. Disaat ketiga keluarganya bekerja gabriel menjadi pengganti tiga srikandi itu. Tak ada yang gabriel lewatkan mengenai perkembangan kin selama dirawat. Dia benar-benar menjadi sosok yang selalu ada dan menghibur kin.
"Terima kasih ya sayang, kamu udah mau bantuin tante selama ini" ucap ibunda kin.
"Iya tante. Aku justru seneng bisa deket dan sahabatan sama kin" ulasan senyum gabriel mengembang.
Saat ini kin sudah berada dirumah. Baru saja pulang dari rumah sakit dan kini sudah berada dikamar dengan dua orang kakak perempuannya. Gabriel didapur dengan bunda untuk membantu menyiapkan makanan yang akan dibawa kekamar kin. Hari ini spesial, mereka akan makan di kamar kin.
"Semenjak ada kamu, kin jadi keliatan lebih ceria"
"Memangnya biasanya kin gimana tante?"
"Kin itu anaknya gampang bosen. Dia suka banget kabur-kabur an kayak terakhir kemarin. Apalagi kalau lagi dirawat dirumah sakit, dia suka banget kabur dari kamar cuma buat semua orang khawatir sama dia dan nyariin dia"
"Tukang ulah gitu maksud tante?"
"Iya biang kerok" bunda terkekeh akhirnya. "Tapi semenjak kamu jagain dia jadi anteng anaknya" sambung bunda.
"Ah tante muji terus. Aku kan jadi malu"
"Bunda.."
Keduanya berbalik menatap keasal suara. Diambang pintu sudah berdiri kin yang masih berpegangan pada sisi pintu agar tetap tegak berdiri.
"Loh...bujang gantengnya bunda kok turun sih? Tadi katanya masih pusing" bunda meninggalkan sejenak kegiatan nya dan beranjak mendekati sang putra lalu membantunya duduk di kursi meja makan.
"Udah gak papa kok bunda" ujarnya pelan sembari mendongak menatap sang bunda yang berada disisinya.
Bunda hanya tersenyum, tangannya terulur mengusak asal puncak rambut sang putra. Sendu sorot mata kin memang nampak terlihat tapi senyum dibibir pucat nya lebih menyamankan perasaan semua orang yang bertemu tatap dengan pemuda itu. Seperti bunda saat ini.
Karna gemas melihat senyum manis sang bungsu, bunda refleks mencubit pipi tirus sang putra membuat sang empunya pipi meringis kesakitan.
"Sakit bunda..."
"Maaf sayang maaf" bunda beralih mengusap usap pipi kin dengan lembut. Bahkan kini bukan hanya sebelah tangannya bunda, tapi kedua nya kini mengusap lembut pipinya.
Gabriel yang menyaksikan hanya bisa tersenyum simpul melihat adegan manis disebelahnya. Rasanya memang kin masih pantas bermanja dengan sang bunda. Wajah nya yang imut sungguh kontras dengan tingkah lakunya saat ini. Bukan hanya bunda sebenarnya yang gemas melihat sikap manja kin tapi gabriel pun juga. Dia terkadang ingin sekali mencubit kin, sama seperti yang bunda lakukan tadi tapi tak berani.
"Kamu kenapa senyum senyum sendiri?"
Gabriel terlonjak kaget. Mata melototnya kontan menatap mata minimalis milik kin. Dia tak menyangka jika kin ternyata memperhatikannya. Bunda juga. Dia mengikuti arah mata kin yang mengarah kearahnya.
"Eh... eh.. enggak"
"Sehat?"
"Kamu pikir aku gila?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Persent (Tamat)
Teen FictionRumit. "Sungguh aku ingin mati saja" Kisah sebelum aku hidup untuk kedua kalinya. ®Sugarcofeee