Dua anak berbeda gender itu saling diam disatu ruangan. Gabriel merasa aneh dengan suasana saat ini. Biasanya Kin akan antusias kala diri nya datang untuk menemuinya. Tapi kali ini, Kin malah tertidur dan tidak merasa terusik sedikitpun.
Gabriel duduk di kursi belajar Kin. Memainkan pena milik Kin dan mengetuk-ngetuknya diatas meja. Jengah melihat sandiwara Kin, akhirnya Gabriel membuka suara.
"Bangunn, aku tau kok kamu gak benar-benar lagi tidur" ucap datar Gabriel.
Kin yang sudah kepergok tengah berpura-pura tidur pun perlahan membuka kedua kelopak matanya. Menatap langit-langit kamarnya tanpa memperdulikan Gabriel yang menatapnya intens.
"Masih gak mau dengar penjelasan ku?"
"Tentang apa?", serak suara Kin khas orang bangun tidur.
"Kesalahpahaman kamu kemarin".
Pemuda itu lalu bangkit dari tidurnya dan merubah posisinya menjadi terduduk dengan kaki mengantung dipinggir ranjangnya.
"Aku--aku minta maaf" lirih Kin. Dengan wajah menunduk. Menyesal. Meramat tangannya kuat-kuat, upaya menghilangkan rasa gugupnya.
Alis gabriel bertautan. Keheranan dengan kalimat yang Kin ucapkan barusan.
"Maaf?, Untuk apa?"
"Aku egois."
Gabriel heran bukan main dengan apa yang baru saja pemuda itu lontarkan. "Bukan kamu yang salah, tapi aku." terang nya.
"Aku cuma mau kamu tau kalo aku suka sama kamu,"
"Iya, aku tahu. Aku juga sayang sama kamu".
Kepala yang semula menunduk sontak saja terangkat. Membalas tatap mata Gabriel yang sudah terkejut dengan ucapannya tadi. Bisa ia lihat binar yang baru saja menatapnya itu juga tak kalah terkejutnya. Sama sepertinya.
Tapi tunggu, apakah tadi dia sedang jujur atas perasaannya pada Kin. Ah tidak, bukan bukan. Gadis itu merutuki mulutnya yang mulai tidak bisa terkontrol. Bukan maksudnya memberi harapan pada Kin. Sungguh.
"Sebagai sahabat." Sambungnya kemudian. Helaan nafas panjang pun terdengar dari Kin. Pasrah. Atau kecewa? Kalian tebak lah sendiri.
Gabriel beranjak dari duduknya dan menghampiri Kin. Gadis itu berhambur mendekati Kin yang kembali menundukkan kepalanya. Tangan nya bergerak mengusap pundak pemuda itu dan berkata. "Aku tahu kok kamu suka sama aku, dan kemarin bukan maksud aku bilang begitu. Aku cuma mau kita sahabatan, gak lebih dari itu. Karna menurutku umur se kita ini belum pantas buat jalanin hubungan seperti itu. Aku cuma gak mau bikin kamu makin kecewa, bikin kamu galau dan lebih lagi, aku gak mau bikin kamu tersakiti."
Hening. Tak ada jawaban dari Kin. Pemuda itu masih senantiasa menundukkan kepalanya. Dengan air muka sendu yang coba ia sembunyikan.
"Ayo lah Kin. Aku mau kita kayak dulu lagi. Aku janji gak bakalan tinggalin kamu sendirian. Janji." Gabriel mengulurkan jari kelingkingnya tepat didepan wajah Kin yang tertunduk.
Tak langsung diberi tanggapan oleh Kin membuat Gabriel terpaksa harus sedikit memaksa. Dengan gerakan sedikit brutal dia meraih tangan Kin yang masih saling bertautan.
"Lepas!", tolak Kin saat tangan kanannya ditarik paksa oleh gadis itu. Gabriel pun menghempaskan tangan Kin begitu saja. Lama-lama dia sendiri pun merasa geram dengan Kin.
Sembari berdecak, Gabrielpun berdiri dari posisinya. Berniat meninggalkan Kin yang masih diam tak menyahutnya.
Sadar akan hal itu, Kin pun buru-buru bangkit dari tempatnya. Berdiri tepat dibelakang Gabriel dan berteriak " Janji!?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Persent (Tamat)
Teen FictionRumit. "Sungguh aku ingin mati saja" Kisah sebelum aku hidup untuk kedua kalinya. ®Sugarcofeee