"Aku gak mau lupa tentang kamu."
Gadis dengan rambut sebahu itupun kontan menunduk. Menyembunyikan gurat merah dipipinya. Se spesial itukah dia bagi pemuda ini?.
"Memangnya... Apa yang kamu ingat tentang aku?"
"Penolakanmu, cuekmu, jutekmu, ketusmu, acuhmu... "
Gadis itu sontak menatap Kin tidak suka. "jelek semua" protesnya.
"Tapi semuanya terbungkus indah sama perhatian kamu keaku seperti sekarang ini" lirik Kin ketangannya yang masih Gabriel elus. Tentu saja dengan senyuman menangnya.
Gabriel salah tingkah saat itu juga. Ingin menghempas tangan lemas itu tapi tidak tega. Alhasil, Gabriel menepuknya cukup keras sampai sang empunya mengaduh. "Aaa..."
"Gombal terus"
"Aku gak pernah anggep setiap omonganku itu cuma sekedar gombalan semata. Tapi kamu selalu anggap semua itu cuma bercanda"
"Aku bilang kan, aku mau fokus sekolah dulu Kin. Bukan berarti aku gak suka sama kamu"
Gabriel merutuki mulutnya yang mulai bar-bar itu. Kin menatapnya antusias. Menuntut penjelasan yang lebih terang dan dimengerti.
"Jadi... Kamu juga suka sama aku?"
Mau tidak mau Gabriel mengangguk membuat secerca harapan bagi seorang Kin. Perasaannya terbalas, semua tidak berakhir sia-sia. Bukan begitu?
"Sebagai teman. Kamu seru, jadi aku suka hehehe" sambung gadis itu tanpa dosa.
Kin mendesah keras, lagi dan lagi. Entah sudah keberapa kali. Gabriel selalu mengelabuhi nya. Tinggal bilang, iya Kin aku suka sama kamu aja kok ribet!" ketus dalam hati Kin.
"Kin..."
"Iya"
"Mungkin buat dunia kamu itu satu orang, tapi buat satu orang kamu itu dunianya"
Melenceng sekali dari topik pembicaraan. Kin menyerngit tidak mengerti. Matanya menerawang jauh gadis dihadapannya. Masih tetap sibuk memijat tangannya yang bahkan sekarang sudah tidak kebas lagi.
"Ma-maksud kamu?"
"Iya, itu. Mungkin buat dunia kamu itu satu orang yang gak penting, tapi buat satu orang yaitu aku kamu itu dunianya."
"Jadi?"
"Ya jadi, kamu itu duniaku. Gitu aja kok gak paham si" gemasnya. Entah sebegitu poloskah Kin sampai-sampai tak memahami maksud dari ucapannya.
"Begitu aja gak paham, belaga mau ngajakin pacaran"
"Yang ada malah aku ajak kamu nikah bukan cuma pacaran doang"
"Memangnya sahabatan doang gak cukup buat kamu?"
"Cukup. Aku cuma takut kamu pergi tanpa pamit"
"Kamu ingat kan janjiku waktu itu?"
Senyum manis tercetak jelas diwajah pemuda itu. Sedikit demi sedikit memorinya memang melemah. Untung saja gadis dihadapannya tidak pernah lupa akan semua yang pernah ia ucap.
----------------------
"Kamu tunggu sini, aku ke kantin dulu beli makanan" ucap Gabriel.
Kin mengangguk sebagai jawabannya. Duduk termangu di kursi panjang yang ada dirumah sakit. Dengan pemandangan beberapa anak-anak kecil yang sedang asyik bermain bola. Ingin rasanya bergabung. Tapi tidak mungkin. Bahkan tiang infus saja masih ia bawa keliling rumah sakit.
Brugghh...
Tepat setelah kepalanya menoleh, sebuah bola mendarat tepat dikeningnya cukup keras. Spontan, Kin memegangi keningnya yang terasa panas. Rasa pening pun kembali lagi setelahnya. Benar-benar menyiksanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Persent (Tamat)
Teen FictionRumit. "Sungguh aku ingin mati saja" Kisah sebelum aku hidup untuk kedua kalinya. ®Sugarcofeee