Tera menangis sesenggukan di kamar. Tentu ia memelankan suaranya bahkan juga membenamnya dengan satu telapak tangan agar nenek dan adiknya tidak mendengarnya. Hatinya begitu sakit. Satu per satu rangkaian peristiwa hari ini seolah diputar di kepala, bagai tengah menonton film dokumenter.
Tawa Alexa yang meremehkannya, tawa Sagara yang ikut berbahagia di atas deritanya, juga ketidakpedulian sang ayah saat membuang muka ketika melihatnya. Semua bagai jarum tajam yang menusuk bahkan mengoyak perasaaanya.
Ia seka air matanya untuk ke sekian kali. Ia tahu, tidak ada kamus manja dan menyerah dalam hidupnya. Ada sang nenek yang sudah telaten membesarkannya dan adiknya. Ada adik yang baru berusia enam tahun yang harus ia jaga. Jika ia menyerah dan larut dalam kesedihan, bagaimana bisa bangkit untuk menjadi seseorang yang berguna? Bisa mengangkat derajat sang nenek, bisa membantu nenek naik haji, juga menyekolahkan adiknya sampai kuliah. Cita-citanya begitu tinggi. Meski ia tahu hidupnya penuh keterbatasan, tapi ia tak akan menyerah.
Tera bangkit dari posisinya. Ia mengambil satu karung besar, bersiap untuk mengais sampah yang bisa ditukar dengan beberapa lembar rupiah.
Ketika ia keluar kamar, ada Bibi Neti tengah berbincang dengan sang nenek.
"Eh, Tera. Kebetulan kamu keluar. Ini Bibi bawain baju-baju bekas masih layak pakai dan sepatu buat kamu dan adikmu." Wanita ramah itu adalah salah satu tetangga yang masih peduli dengan keluarganya. Ia kerap memberikan baju-baju bekas layak pakai juga makanan. Neti bukan orang kaya, dia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di salah satu rumah pengusaha kaya. Namun ia memiliki hati yang besar dan senang berbagi.
Mata Tera seketika berbinar cerah melihat baju-baju yang masih bagus dan sepatu yang juga masih sangat layak dikenakan ke sekolah.
"Wah, banyak sekali, Bi. Baju-baju dan sepatunya masih bagus-bagus banget." Tera mengamati baju-baju yang diletakkan di atas meja."
"Coba kamu pakai sepatunya, pas atau nggak. Sepatu kamu udah butut. Alhamdulillah ada sepatu layak pakai yang masih bagus banget." Ida, nenek Tera mengambil sepasang sepatu kets warna hitam.
Tera mencobanya dan pas di kakinya. Ia memekik senang, "Alhamdulillah pas, Bi. Makasih banyak ya, Bi."
"Sama-sama Tera. Itu sepatu bekas anak majikan. Bibi juga bawain baju-baju anak, kayaknya pas juga untuk Dekha. Alhamdulillah punya majikan baik, baju-baju yang udah nggak dipakai dan masih layak pakai, suka dibagikan atau disumbangin." Neti tersenyum lebar mengamati ekspresi wajah Tera yang tampak begitu sumringah.
"Dek.. dek... Sini De, ada baju-baju bagus, nih." Tera bersemangat memanggil adiknya yang sedang bermain di teras depan.
Sang adik tergopoh-gopoh menuju ruang tamu.
"Ada apa, Kak?"
"Ini ada baju-baju bagus buat Dekha. Sini deh lihat," Tera menunjukkan baju-baju itu di hadapan Dekha.
Anak itu tersenyum merekah. Ia memeluk baju-baju itu dengan senyum yang tak lepas.
"Baju-bajunya bagus-bagus. Ada gambar Tayo kesukaan Dekha." Anak laki-laki itu tertawa menunjukkan barisan giginya yang rapi.
"Neti, makasih banyak, ya. Kamu selalu nolongin kami. Bagi-bagi makanan, baju, buat kami. Sementara kami nggak bisa balas apa-apa." Ida menghapus air mata yang hampir jatuh. Ia kerap menangis melihat cucu-cucunya hidup kekurangan.
Melihat neneknya menangis, mata Tera berembun. Hari ini ia memang tengah bersedih. Melihat sang nenek meneteskan air mata, hatinya ikut teriris.
"Neti ikhlas, Ummi. Ummi jangan bilang gitu. Ummi udah Neti anggap keluarga, jadi jangan sungkan. Allah ngasih rezeki bisa lewat mana aja, disyukuri saja." Neti mengusap punggung tangan Ida yang masih terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying Survivor (Completed)
Teen FictionTentang remaja bernama Tera, yang mencoba bertahan dari jerat bullying yang diselancarkan orang-orang di sekitarnya. Why do they bully you? Because they are only shallow-minded people who don't know the way to treat others as human. @archaeopteryx_ ...