21. Mencoba Bangkit

27K 2.5K 94
                                    

Alexa menangis tersedu-sedu di kamar. Farhan yang hendak memarahi sang putri pun terdiam. Ia bisa merasakan rasa sakit yang dirasakan Alexa karena ia juga merasakannya. Segala rasa bercampur memenuhi dada. Bukan hanya sakit, tapi juga kecewa dan malu. Lagi-lagi Alexa melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik keluarga.

"Alexa, Papa tahu Papa juga bukan orang baik. Tapi Papa juga nggak rela ada cowok yang merendahkan harga diri kamu. Papa akui Papa sangat kecewa, malu, dan sangat menyayangkan kamu salah bergaul dan tidak bisa menjaga diri. Namun Papa lebih kecewa sama diri Papa sendiri. Papa merasa gagal dalam mendidik kamu. Papa juga turut andil kenapa kamu jadi begini."

Alexa masih saja sesenggukan. Ia merasa bersalah karena telah mengecewakan ayahnya untuk kesekian kali.

"Papa benar-benar minta maaf... Papa minta maaf untuk semuanya." Farhan meraih tangan Alexa dan menggenggamnya erat. Air mata tiba-tiba mengalir begitu saja.

Alexa terkejut melihat ayahnya menangis. Alexa menyadari sang ayah sudah menua seiring dengan kerut yang berjejer rapi di beberapa titik di wajahnya. Pria itu juga memiliki sisi rapuh. Ia seharusnya memberi kesempatan pada ayahnya untuk membuktikan bahwa dia memang benar-benar berusaha untuk menjadi ayah yang baik untuknya dan memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Harusnya ia membuka hatinya untuk menerima ayahnya terlepas dari segala luka lama. Setiap orang berhak untuk memperbaiki diri.

Alexa memeluk ayahnya. Tangisnya menderas.

"Maafkan Alexa, Pa..."

Tera pun ikut menitikkan air mata melihat keduanya berpelukan serta menangis. Ia harap ini adalah awal yang lebih baik.

Tera kembali ke kamarnya. Ia pandangi sekeliling ruangan. Sungguh tak menyangka, saat ini ia ada di titik ini. Ia berkumpul kembali dengan ayah dan kakak yang dulu tak pernah mengakuinya. Tadi pagi nenek dan adiknya pun dijemput oleh ayah tirinya. Meski berat, ia mencoba ikhlas. Adiknya berhak mendapatkan kasih sayang dari ayah kandungnya.

Dulu ia juga sulit untuk berdamai dengan semuanya. Ketika ia mencoba memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya, ia merasa lebih baik. Hidupnya tak lagi diselimuti rasa takut dan cemas.

Tera terkesiap saat Farhan melangkah ke dalam. Ia duduk di sebelah Tera. Farhan mengembuskan napas beratnya seolah tengah mengeluarkan segala beban yang menghimpit.

"Tera..."

"Ya, Pa..."

"Sekali lagi Papa minta maaf... Minta maaf untuk segala kesalahan yang pernah Papa lakukan."

Tera tersenyum, "Tera udah maafin Papa sejak dulu. Tera senang karena Papa sudah banyak berubah."

"Ibumu itu orang baik, Tera. Dia istri yang setia. Papa terpaksa menceraikannya karena tekanan dari istri pertama serta keluarga Papa. Orang tua Papa meminta Papa untuk meninggalkan kalian dan menganggap kalian tak ada. Jika Papa tetap bersama kalian, Papa akan kehilangan perusahaan dan semua harta..." Farhan mengelap matanya yang berkaca.

"Papa akui tetap saja Papa salah. Papa memilih kesenangan dunia dibanding kalian. Jika mengingat segala yang pernah Papa lakukan pada kamu dan ibumu, Papa sangat menyesal." Farhan menundukkan wajahnya. Untuk menatap Tera saja, dia sudah teramat malu.

Tera tersenyum sekali lagi, "Kita lupakan yang telah lalu. Yang terpenting sekarang kita membuka lembaran baru sebagai keluarga yang saling menyayangi. Papa, Alexa, Mama Dira, dan Ganez adalah keluarga Tera di sini. Kita akan menghadapi semua bersama-sama, termasuk menghadapi masalah Alexa."

Farhan mengusap kepala Tera.

"Papa bangga sama kamu."

"Oya, Tera, Alexa bilang dia nggak ingin kembali ke sekolah. Papa juga berpikir mungkin akan tidak baik untuk psikisnya jika dia terus-terusan di-bully di sekolahnya. Alexa masih sangat muda, dia juga tidak sekuat kamu Tera. Papa takut dia akan semakin down jika kembali ke sekolah. Papa menawarinya untuk homeschooling saja, tapi Alexa tidak mau. Dia ingin memulai kehidupan baru di tempat yang jauh dari sini."

Bullying Survivor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang