Danesh berencana untuk datang ke rumah Alexa esok hari. Ia akan turut serta mengajak ibunya dan mengutarakan niat baiknya. Namun selepas Maghrib, Alexa mengirimnya pesan WhatsApp.
Danesh, Papa ingin ketemu sama kamu secepatnya. Habis Isya kamu bisa nggak datang ke rumah?
Danesh membelalakan mata. Ia bahkan belum bersiap diri. Untungnya ia sudah mandi di Masjid sebelum sholat Maghrib dan sudah berganti pakaian. Ia selalu membawa baju ganti serta alat mandi ketika berjualan agar bisa numpang mandi di Masjid sambil menunggu adzan Maghrib. Setelah sholat Maghrib, biasanya ia kembali berjualan sampai jam sembilan. Namun agaknya setelah sholat Isya nanti, ia harus menutup dagangannya dan segera mendatangi rumah Alexa.
Ba'da Isya, Danesh memesan ojek online agar lebih cepat tiba di rumah Alexa. Hatinya berdebar tak menentu. Jantungnya berpacu lebih cepat. Ia gugup membayangkan pertemuannya dengan ayah Alexa. Ia berharap keluarga Alexa mau menerimanya. Untuk menepis segala kecemasan, Danesh menelepon ibunya dan memohon doa restu agar pertemuannya dan keluarga Alexa berjalan lancar.
Setiba di sana, Alexa sudah menunggunya di teras. Gadis itu juga berdebar tak karuan. Ia berharap, ayahnya berkenan merestui niat baik Danesh untuk melamarnya.
Alexa mempersilakan Danesh untuk masuk. Farhan memperhatikan penampilan Danesh dari ujung kepala hingga kaki. Ia teringat saat dulu sekolah memanggilnya, termasuk juga ayah Danesh, ia sempat kesal dan marah melihat sosok pemuda yang telah memberikan pengaruh buruk pada putrinya. Pria itu kini mematung dengan penampilan yang begitu berbeda. Ia mengenakan kemeja dan benar-benar sederhana. Dengan sopan Danesh menjabat tangan Farhan dan Dira. Danesh berusaha bersikap tenang meski dalam dada bergemuruh rasa yang tak terdefinisikan.
"Maaf Pak, Bu, sebenarnya saya ingin datang bersama Ibu saya, tapi Alexa bilang saya mesti datang setelah Isya. Jadi saya langsung ke sini dan belum sempat pulang." Danesh tersenyum. Rasa gugup itu masih menguasai.
"Tidak apa-apa. Nak Danesh selalu jualan sampai malam?" tanya Dira dengan ramah.
"Nggak selalu, Bu. Tapi seringnya sampai malam karena setelah Maghrib atau setelah Isya, masih banyak yang beli."
"Kamu jualan udah berapa lama?" tanya Farhan datar.
"Jualan pisang sudah dari tiga tahun yang lalu Pak. Cuma dulu dua tahun saya ikut orang, baru setahun ini saya jualan mandiri," balas Danesh tenang meski ia masih saja deg-degan.
"Kamu yakin ingin nikah sama anak saya?" pertanyaan Farhan tajam meluncur senada dengan raut wajahnya yang gahar.
Danesh mengangguk, "Saya yakin, Pak."
"Apa yang membuatmu yakin?" Farhan kembi bertanya.
"Saya mencintai putri Bapak dan saya ingin membangun keluarga yang sakinah mawadah warahmah bersamanya," jawab Danesh tegas.
"Apa yang bisa kamu berikan untuk putri saya? Apa kamu sanggup mencukupi segala kebutuhannya?" pertanyaan Farhan kali ini membuat Danesh tersentak. Wajar jika Farhan meragukannya mengingat pekerjaannya yang berjualan pisang goreng bukanlah perkerjaan mentereng dengan penghasilan yang besar.
Alexa turut merasa deg-degan. Ia tahu ayahnya tak akan mudah memberi restu. Namun ia berharap sang ayah mau mengerti dan memberikan Danesh kesempatan untuk membahagiakannya.
"Ya, saya sanggup. Saya akan berusaha menjadi suami yang baik untuknya. Saya akan menjaga Alexa dengan baik."
"Kamu sanggup? Dengan penghasilanmu yang tak menentu?" Farhan mengernyitkan alis. Ia tak ingin Alexa hidup kekurangan jika nanti menikah dengan Danesh.
Danesh mengangguk.
"Kenapa kamu begitu yakin?" cecar Farhan.
"Karena saya punya Allah. Allah akan memberi pertolongan untuk umatNya selama kita mau untuk berusaha dan berdoa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying Survivor (Completed)
Teen FictionTentang remaja bernama Tera, yang mencoba bertahan dari jerat bullying yang diselancarkan orang-orang di sekitarnya. Why do they bully you? Because they are only shallow-minded people who don't know the way to treat others as human. @archaeopteryx_ ...