Alexa merenung di kamar. Ia memikirkan pertemuannya dengan Danesh tadi siang. Segala rasa berkecamuk, antara bahagia tapi juga sedih. Ia bahagia mengetahui Danesh baik-baik saja dan yang ia lihat, laki-laki itu sudah berubah jauh lebih baik dibanding waktu SMA.
Alexa terbayang raut wajah Danesh yang tampak malu-malu, atau mungkin dia gugup dan minder bertemu dirinya dan Sagara. Alexa teringat pada beberapa luka di tangan Danesh kala sedang menggoreng pisang. Ia duga itu mungkin luka cipratan minyak dan luka yang agak besar adalah jejak yang ia bawa kala bekerja di bengkel. Matanya yang sendu seakan menyimpan banyak duka. Mata itu jua seolah menceritakan akan kerasnya hidup yang ia jalani selama ini.
Tanpa Alexa sadari, air matanya menetes. Segala kenangan bersama Danesh semasa SMA kembali menggelayut. Sesungguhnya ia tak ingin mengingatnya. Hanya saja jejak sejarah tak akan terbuang begitu saja. Hatinya masih menjadi milik pria itu.
Tiba-tiba suara ketukan pintu membuyarkan renungannya. Alexa segera mengusap air matanya.
"Ya..."
Dira masuk dengan membawa ponsel. Ia tersenyum menatap sang putri lalu duduk di sebelahnya.
"Barusan Tera kirim WA. Dia nanya ke Mama mau dibelikan oleh-oleh apa dari Swiss. Dia juga minta Mama nanyain ke kamu mau dibelikan apa."
Alexa tersenyum. Tera dan Abimanyu saat ini tengah berbulan madu di Swiss.
"Swiss itu terkenal dengan coklatnya, kan? Minta coklat aja, Ma. Terus satu lagi..."
"Apa?" Dira menunggu sang putri melanjutkan kata-katanya.
"Calon ponakan." Alexa tertawa disusul sang mama.
"Mama juga berharap itu. Kalau bulan madunya langsung berhasil, Mama dan Papa bakal segera punya cucu, kamu juga bakal jadi aunty nanti."
Alexa tersenyum lebar. Ia membayangkan jika Tera nanti memiliki bayi, pasti bayinya akan sangat lucu dan menggemaskan.
"Ya, udah, Mama masak dulu, ya."
"Aku bantuin ya, Ma."
"Kamu istirahat saja. Kamu baru pulang, masih capek." Dira tersenyum dan mengusap rambut Alexa.
Alexa mengangguk, "Iya, Ma. Kayaknya Alexa mau mandi aja biar seger."
******
Alexa mengajar kelas dua B. Jumlah murid tiap kelas ada dua puluh anak. Hari ini ia mengajar tentang pengukuran panjang.
Alexa membagi murid-muridnya menjadi lima kelompok. Masing-masing bertugas mengukur panjang alat tulis seperti pensil, buku, penghapus, dan tempat pensil dengan penggaris lalu dicatat di buku. Ada satu anak yang tampak pucat dan tak bersemangat mengikuti pelajaran.
Alexa mendekat ke arah anak itu.
"Nayla, kamu kenapa?" Alexa meraba kening Nayla.
"Panas... Kamu sakit?" Alexa tampak khawatir.
Nayla mengangguk, "Nayla sakit... Pusing...."
"Apa Ibu telepon mama kamu ya buat jemput?"
"Jangan Bu Guru, Mama lagi kerja. Nayla nggak mau ganggu Mama. Mama kerja di pabrik, nggak boleh pegang hape kecuali pas istirahat."
Alexa terdiam sejenak. Nayla ini murid yang pintar. Ayahnya sudah meninggal dan ibunya harus pontang-panting bekerja demi membiayai keluarga.
"Di rumah ada siapa?" tanya Nayla sembari meraba kening Nayla.
"Ada Nenek sama Kakek."
"Ya, udah, Ibu antar pulang ya."
Nayla mengangguk pelan. Alexa meminta murid-murid yang lain untuk tenang. Alexa juga meminta bantuan salah satu rekan guru untuk mengisi kelasnya selama ia mengantar Nayla pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying Survivor (Completed)
Teen FictionTentang remaja bernama Tera, yang mencoba bertahan dari jerat bullying yang diselancarkan orang-orang di sekitarnya. Why do they bully you? Because they are only shallow-minded people who don't know the way to treat others as human. @archaeopteryx_ ...