10. Awal Perubahan

35K 3.5K 225
                                    

Tera melangkah menuju satu ruang yang asing tapi di dalamnya ada dua orang yang memiliki pertalian darah dengannya, meski juga terasa asing. Gadis itu tak sanggup berkata-kata kala dua matanya menangkap bayangan sosok sang saudara seayah yang terbaring lemah dan menorehkan perasaan iba bagi siapapun yang melihatnya.

Gadis yang dulu pernah menjadi primadona sekolah dan dielu-elukan para cowok yang menggilainya, kini terbaring tanpa daya dengan tatapan kosong. Tera ikut merasa sakit melihat penderitaan Alexa yang seakan terpampang nyata hanya dengan menatap tubuh lemah serta luka yang mengembun di sudut mata.

Farhan menelisik derap langkah Tera yang terdengar syahdu. Putri keduanya ini tampak kurus dengan balutan baju seragam yang agak kebesaran. Wajah tenang gadis itu mengingatkannya akan sosok almarhumah Wirasti, yang sepertinya mewariskan sikap tenang dan ketegarannya pada gadis enam belas tahun itu.

Alexa juga melayangkan pandangan ke arahnya. Namun secepatnya tatapan itu beralih pada sosok yang berjalan di belakang Tera.

"Ga...." ujar Alexa lirih.

Sagara segera mendekat ke arah gadis malang itu. Ia duduk di kursi sebelah ranjang dan membantu Alexa untuk bangun agar bisa duduk bersandar di bantal yang sudah diatur tegak. Tanpa kata-kata, Alexa menangis, seperti seseorang yang baru saja bertemu dengan sumber kebahagiaannya. Sagara menggenggam tangan gadis itu. Ia usap bulir bening yang berjatuhan dari sudut mata sahabat terbaiknya. Ia juga membelai rambut Alexa lembut. Kondisi Alexa benar-benar memprihatinkan. Ia sengaja meminum racun serangga, berharap racun itu membunuhnya. Nyawanya terselematkan. Sang ayah memergokinya dan segera melarikannya ke rumah sakit.

"Tolong, jangan pernah berbuat seperti ini lagi, Lex. Jangan pernah... Lo nggak tahu gimana perasaan gue waktu denger lo dilarikan ke rumah sakit. Gue nggak mau kehilangan lo. Banyak yang sayang sama lo. Jangan lagi berbuat kayak gini." Sagara menatap lembut gadis itu. Jari-jarinya masih aktif menyapu tetesan hujan yang membasah di pipi Alexa.

Alexa menangis terisak. Sagara adalah seseorang yang sanggup membuatnya merasa berarti.

Tera diam terpaku menatap keduanya. Tentu ini bukan waktu yang tepat untuk cemburu dengan keakraban dan kehangatan persahabatan antara Alexa dan Sagara. Jika memang hanya Sagara yang sanggup membahagiakan Alexa, mungkin ia akan mundur. Ia bisa merasakan ada pendaran cinta yang kuat dari sorot mata sendu Alexa.

Farhan mengajak Tera keluar untuk membicarakan sesuatu. Gadis itu menurut meski ada bongkahan rasa kecewa yang tersemat untuk sang ayah.

"Tera, Papa sudah menyewa satu rumah untuk tempat tinggal kamu, adik kamu, dan nenek. Alexa juga akan tinggal bersama kalian karena ia tidak mau pulang ke rumah. Ibunya... Ibunya dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Papa akan jelaskan semua padanya bahwa kalian adalah saudara."

Ini pertama kali bagi Tera mendengar Farhan menyebut dirinya "Papa". Ini pertama kali baginya merasa dianggap oleh sang ayah. Hanya saja ia tidak bisa berbahagia berada dalam situasi yang sekarang kendati sang ayah sudah mengakuinya sebagai anak.

"Papa titip Alexa. Papa yakin kamu bisa menjadi adik yang baik untuknya. Papa tidak akan memaksa Alexa untuk tinggal bersama Papa setelah ibunya dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Dia nggak mau tinggal sama Papa. Dia marah sama Papa." Untuk pertama kali jua, Farhan mengakui Tera adalah darah dagingnya dan ia sadar, selama ini sudah memperlakukan Tera dengan tidak adil.

"Wajar jika Alexa marah sama Papa...." Ucapan Tera menggantung, merasa ada sesuatu yang janggal. Ada luapan rasa yang tak bisa dideskripsikan ketika ia mengucap "Papa". Apa dia benar-benar punya ayah sekarang?

"Maaf... Papa udah berbuat sesuatu yang memang pantas membuat Alexa marah dan bahkan sampai mencoba bunuh diri." Tera mengatur napasnya agar lebih stabil, sementara ada buliran yang mengkristal di pelupuk netranya.

Bullying Survivor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang