ENAM

15.3K 584 10
                                    

ENAM

Eva berhasil mengeraskan hatinya. Ia berjalan tanpa menoleh kebelakang untuk sekedar melihat keadaan Rehan. Eva dengan santai dan hati yang berbahagia berjelajah kuliner yang sangat di inginkannya sedari tadi malam.

Ah, Rifki adalah laki-laki yang baik. Laki-laki itu memang memiliki tampang sangar dan banyak tato, tapi hatinya lembut dan halus bagai kapas. Eva sangat bersyukur karena ia bisa bersahabat dan mau menerima Rifki apa adanya sebagai sahabatnya.

Eva melahap habis nasi padang yang berada di depannya. Rifki bahkan membelikan dua bungkus nasi padang agar ia tidak keluar lagi dan menimbulkannya capek.

Setelah memakan habis sarapannya dengan menyisakan satu bungkus untuk kakaknya, Eva meneguk cepat minumannya. Dia ingin segera tidur ke kamaranya.

Nasi kakaknya ia simpan diatas meja. Kakaknya tengah sibuk mengurus suami brengseknya itu. Apa reaksi yang akan kakaknya tunjukan kalau perempuan lembut itu tau bahwa anak yang dikandung Eva adalah anak suaminya.

"Oh... andai tuhan mencabut sekaligus nyawa Rehan! Aku pasti akan merasa puas."ucap Eva geram dengan tangan yang mengepal kuat.

Sedang di dalam kamar yang masih terang, ada tubuh tinggi tegap yang tengah terbaring tidur diatas ranjang besar itu.

Aisyah yang sedari tadi mondar-mandir mengurusi keperluan dan makanan serta obat suaminya berjalan mondar-mandir dan naik turun tangga sedari tadi. Ah, lelah sekali. Ucap batin Aisyah mengeluh.

Aisyah memandang dalam diam wajah suaminya, mata bulat dan jernihnya memandang bidik wajah lelap suaminya yang terlihat pucat. Ia merasa sedikit bersalah, karena mencueki Rehan dengan sangat keterlaluan. Sampai-sampai suaminya dehidrasi dibuatnya. Tapi Aisyah kesal, kenapa suaminya itu sangat kasar dan tidak suka pada adiknya.

Kalau di suruh pilih Aiysah akan memilih adiknya dari pada suaminya. Darah tidak bisa dihapus atau hilangkan. Begitulah pikir Aisyah kalau suaminya itu begitu keterlaluan pada Eva.

"Kamu tampan dan ganteng, gagah juga."bisik Aisyah pelan.

Dia merasa beruntung memiliki Rehan. Sangat merasa beruntung, tapi___. Ah, sudahlah!

Kring Kring Kring

Suara dering panggilan berbunyi menggema di dalam kamar yang hening itu. Aisyah gelagapan dibuatnya. Dengan cepat Aisyah merogoh ponsel yang berada di saku celananya.

Seketika senyum yang begitu lebar terbit dikedua bibir tipisnya. Oh astaga! Aisyah merasa dag dig dug sebelum mengangkatnya. Dia gugup, tapi dia tidak ingin melewatkannya untuk tidak mengangkat. Aisyah melirik pada tubuh sakit Rehan yang masih pulas.

"Ah, masih tidur."bisik Aisyah dengan nada girang.

Dengan langkah pelan Aisyah keluar dari kamarnya dengan suaminya. Jantungnya berdebar semakin kencang, ia telah mengangkat panggilan itu tapi ia mendiamkannya, padahal orang diseberang sana telah memanggil-manggil namanya lembut.

"Hallo..."sapa Aisyah gugup dengan sinar mata yang terang diliputi rasa bahagia yang besar.

****

01:00

Nafas Rehan tersengal dengan tubuh yang telah di bajiri oleh keringat. Mata tajamnya langsung terbuka lebar tanpa menyesuaikan cahaya terlebih dahulu atau menguceknya.

"Ahhhh..sial! Mimpi yang begitu buruk!"rutuknya kesal.

Dia bermimpi sangat buruk tentang anaknya. Ah... lewat mimpinya barusan menegaskan dengan jelas bahwa memang anak yang di kandung oleh Eva adalah anaknya.

"Bagaimana ini? Aku tidak mungkin melakukan itu, oh astaga bagaimana dengan isterimu, bodoh?"geram Rehan tertahan pada dirinya sendiri.

Laki-laki itu sudah merasa baikan. Kepalanya melihat kesamping, tidak ada isterinya. Sial! Isterinya itu begitu keras kepala. Dia tetap seperti dulu-dulu, akan nemilih tidur terpisah apabila ia tengah sakit. Dengan alasan takut ia akan terbangun karena cara tidur Aisyah yang tidak pernah diam dan tenang.

Rehan tidak suka dengan keputusan isterinya yang tidur di kamar berbeda apabila ia sakit. Walau segela macam tetek bengek yang ia butuhkan ada diatas kepalanya. Bagaimana di pengen pipis? Aisyah bahkan repot-repot membuat tombol yang dalat terkonek dengan kamar kedua isterinya. Cinta yang begitu besar untuk isterinya membuat Rehan selalu mengalah dan menurut.

"Tapi mimpi itu bagaikan nyata! Aku bingung!"keluhnya lagi.

Rehan menghempas dengan kasar selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Dengan sedikit sempoyongan, laki-laki itu melangkah lebar keluar dari kamarnya.

Rehan melangkah dan menuruni tangga. Ia berjalan dengan mengendap menuju kamar Eva, mengingat di depan kamar Eva adalah kamar tamu kedua, dan kamar tamu yang pertama tengah ditempati isterinya. Ia harus hati-hati.

Ceklek

Rehan membuka pintu kamar Eva pelan. Dengan segera laki-laki itu mengubah cara jalannya bahkan berlari kecil menuju diranjang yang menampung Eva diatasnya.

Rehan menjulang tinggi didepan Eva yang tengah terlelap meringkuk bagai bayi.

Tiba-tiba tangan kekar Rehan, reflek mebawanya ke kening Eva yang terlihat mengekrut. Tanpa sadar ibu jarinya yang panjang dan besar mengelus lembut kening Eva.

Eva terusik dengan pelan, mata sipit itu dengan perlahan terbuka pelan dan Eva meguceknya beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya.

Rehan kaget melihat mata Eva yang terbuka tapi dengan cepat ia menguasai dirinya agar tenang. Dan menarik tangannya cepat.

"Aaaa...apa yang kamu lakukan?"teriak Eva tertahan. Eva kaget melihat tubuh tinggi dan dada telanjang Rehan menjulang di depannya.

"Sssttt...diam!"

"Mari kita menikah!"Ajak Rehan malas.

Eva kaget mendengarnya.

Pregnat with BROTHER-IN-LAWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang