20

13.6K 554 11
                                    

DUA PULUH

Rehan bersandar lemas dibalik pintu rumah Rifki yang turtutup rapat. Tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Kosong melompong dengan suasana halaman rumah yang kotor dan berdebu dengan daun mangga yang bertebaran dimana-mana. Rumah ini terlihat sudah lumayan lama tidak di huni oleh manusia. Kemana laki-laki itu? Orang tuanya juga ikut menghilang.

Nyatanya sudah berjalan satu bulan lagi tidak terasa, Rehan melalu lalang bagai orang gila di jalan dan tidak ada batang hidung Eva secuilpun yang ia lihat dan temukan. Pencariannya selama empat bulan hasilnya nihil!

Untung saja isterinya yang baik, cantik dan setia itu mudah di bohonginya. Dan selalu memberi ijin dengan senyum lebar padanya. Awalnya Rehan takut karena ia jarang sekali berada dirumah. Bahkan untuk melakukan proses pembuatan anak Rehan tidak ada nafsu dan gairah.

"Ya Allah...dimana wanita batu itu?"desahnya putus asa.

Bagaimana tidak ! Perempuan berkepala batu dan urakan itu sudah menghilang selama empat bulan dari jangkauan dan pandangannya. Anaknya sudah berumur delapan bulan di perut wanita yang tidak ia sukai sama sekali itu.

Mungkin Rehan akan malas memandang wajah anaknya nanti apabila wajahnya menjiplak wajah Eva. Hiiiii...semoga saja ada keajaiban, wajah kedua anaknya akn mengikuti wajah Aisyah yang cantik dan ayu. Isteri idamannya di dunia dan akherat.

"Issh! Aku kayak gembel berdiri seperti ini di depan pintu yang dikunci rapat. Sial!"Rehan membalikan badannya kasar dan melangkah lebar menuju mobilnya. Ia ingin segera pulang.

Tiba-tiba ia merasa rindu berat dengan isterinya.

****

Eva tersenyum hangat kearah Rifki yang tengah bersandar nyaman di atas ranjang pesakitannya. Dengan tangan yang telaten wanita itu mengupas apel dan menyuapi laki-laki itu dengan lembut.

Sudah empat bulan lamanya ia menemani sahabatnya yang sakit dan harus melakukan tranpalasi ginjal di Singapura.

Eva sangat sangat shokc dulu setelah mama Rifki menelponnya dengan isak tangis tergugunya. Ia tengah berada dalam bis ingin menuju perjalanan pulang dengan Rehan. Tapi mendapat kabar bahwa keadaan sahabatnya sudah sangat mengkhawatirkan dan harus melakukan operasi pencangkokan secepatnya juga di Singapura. Rifki tidak mau kalau tidak ada Eva yang ikut menemaninya ke Singapura. Berakhirlah Eva disini. Eva tidak habis pikir, penyakit yang di derita sahabatnya sedari kecil itu kambuh di saat Rifki baru beberapa jam pulang dari rumah kakaknya untuk mengantar ia membeli makanan yangia ia inginkan. Eva tidak berani membayangkan apabila Rifki adalah orang susah, mungkin nyawanya tidak bisa tertolong dan laki-laki itu pasti telah meninggalkannya sejak empat bulan yang lalu, mengingat biaya pengobatan dan transportasi yang mahal.

Selama empat bulan berlalu, Eva sepenuhnya tidak selalu tidur di rumah sakit. Eva menginap di hotel mengingat ia yang tengah hamil. Tidak baik untuk wanita hamil apabila harus berlama-lama dirumah sakit.

"Kamu tau, Pak Rehan kayak orang gila cari kamu kemana-mana."cerita Rifki dengan senyuman yang menggoda kearah Eva.

Rifki diberi tau penjaga oleh komplek rumahnya lewat pesan bahwa ada dosennya yang sering lalu lalang di depan rumahnya. Kedua orang tua Rifki curiga berat pada Eva dan Rifki tapi dengan pintar Rifki selalu dapat mengalihkan pembicaraan kedua orang tuanya. Agar tidak bertanya lebih lanjut tentang kakak ipar Eva yang selalu mencarinya.

Wajah Rifki tidak terlihat pucat lagi. Sudah ada rona kemerahan di pipinya walau tubuhnya kurus drastis.

Eva memutar bola matanya malas.

"Jangan bacot! Kemarin kayak banci ngeluh sakit ini itu,"ejek Eva kesal.

Eva tidak ingin mendegar nama laki-laki itu apalagi tentangnya. Itu hanya akan membuat telinganya sakit.

Pregnat with BROTHER-IN-LAWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang