24

15.1K 540 11
                                    

DUA PULUH EMPAT

"TIDAK BOLEH!"

Rehan melangkah tergesa kearah Kedua mertua dan isterinya. Tangannya tanpa sadar menggengam tangan Eva dengan erat di depan mata kepala Aisyah.

"Eva akan tetap tinggal disini."Ucap Rehan tegas.

Aisyah melangkah dekat kearah Rehan. Ia begitu senang mendengar ucapan Rehan yang melarang Eva untuk pergi dari sini. Baguslah, Rehan akan selalu sibuk mengurus Eva.

Semoga suaminya cepat jatuh cinta pada adiknya, Eva. Dengan senang hati Aisyah akan melepaskan Rehan untuk adiknya Eva. Dia tidak akan menyesal. Rehan hanyalah laki-laki naif yang begitu bodoh dan sombong. Bukan tipenya sama sekali. Kalaupun ia jatuh cinta pada suaminya nanti, gampang, Rehan sangat mencintainya, pasti dia akan tetap diterima sebesar apapun kesalahan yang telah ia buat. Anak yang dilahirkan oleh Eva akan Aisyah suruh ambil Rehan dari Eva agar Eva bisa hidup dengan bebas dan mencari laki-laki yang lebih baik dari Rehan.

"Ya. Aku juga tidak setuju dengan usulan mama. Aku mau Eva tetap tinggal disini,mas."Rengek Aisyah dengan wajah memelas pada Rehan.

Rehan melepaskan tangan Eva dari tangannya dan merangkul pinggang ramping Aisyah lembut.

"Mama dan papa sudah tua, biar aku dan Aisyah saja yang mengurus Eva."Kata Rehan dengan pandangan penuh yakin pada Edi dan Rosi.

Mata Edi dan Rosi tiba-tiba memincing penuh curiga kearah Rehan.

"Kenapa Eva bisa datang bersamamu, Rehan?"Tanya Rosi dengan nada penuh curiga.

Rehen seketika gelapan.

Tanpa di sadari olehnya, Rosi dan Edi saling mencolek dengan bibir yang tersenyum lebar! Rehan telah jatuh cinta pada anak mereka. Hidupnya akan selalu bahagia dengan harta yang berlimpah. Aisyah? Terserah anak itu saja, asalkan dia tidam menyesal nantinya dan tidak mengusik hidup adiknya nanti.

"Dia mengeluh sakit perut, dia mengirim pesan padaku, ma. Agar aku menjemputnya di rumah Rifki. Padahal aku menyuruh dia agar naik taksi saja, tapi perutnya sangat sakit dan dia takut akan terjadi apa-apa di tengah jalan tanpa ada orang yang ia kenal bersamanya."Dusta Rehan dengan lancar dan raut wajah yang serius.

Edi dan Rosi reflek melangkah cepat menuju Eva.

"Apakah masih sakit, sayang. Kita pergi ke rumah sakit. Ayo antar Eva ke rumah sakit Rehan."Rosi dan Edi panik bahkan wajah kedua pasangan parubaya itu terlihat pucat.

Mereka tidak ingin terjadi hal buruk dengan kandungan Eva. Habis sudah dan lenyap sudahlah mimpi mereka akan kehidupan mewah sampai akhir hidupnya.

"Eva tidak apa-apa, ma."Ucap Eva haru setelah sekian lama Eva bungkam sedari tadi.

"Oh syukurlah."desah Aisyah penuh syukur di samping Rehan.

Rehan menghembuskan nafasnya lega karena mama dan papa mertunya tidak menanyakan hal-hal yang aneh seperti pertanyaan tadi.

"Mama dan Papa meminta maaf yang sebesar-besarnya padamu, Eva. Mama dan papa menyesal karena telah berbuat kasar dan mengusirmu dulu."Rosi memandang wajah Eva dalam dengan raut wajah menyesal yang kentara.

"Papa juga minta maaf."

Mata Eva terasa panas. Air matanya ingin mengalir tapi wanita itu menahannya kuat. Akhirnya kedua orang tuanya dapat menerima keadaannya sekarang. Keadaan yang sangat memalukan.

"Mama dan papa nggak salah. Eva yang ceroboh dan nggak bisa jaga diri sendiri. Maafkan Eva karena Eva telah membuat malu keluarga besar kita."Lirih Eva sendu.

Eva melangkah kearah mamanya cepat membuat Rehan memekik dan mengikuti langkah Eva dari belakang. Ia takut Eva jatuh.

Aisyah tersenyum lebar melihat sikap posesif dan protektif Rehan pada Eva. Ia dan Iwan akan bersatu sebentar lagi.

Edi dan Rosi sama seperti Aisyah. Hati mereka menjerit senang. Hidup mewah sudah berada di depan mata.

"Eva sayang mama dan papa."Eva memeluk mamanya erat. Akhirnya setelah sekian bulan ia bisa memeluk dan melihat mamanya lagi. Eva sangat senang. Ia menyesal karena telah membuat kedua orang tuanya sedih, malu dan kecewa.

"Jadi Eva akan tinggal disini sampai ia melahirkan."Ucap Rehan dengan nada senang.

"Tidak boleh!"

"Kamu dan Aisyah harus berangkat besok pagi menuju Singapura. Eva harus kembali ke rumah kedua orang tuanya."Ucap suara itu berat dan tegas.

Itu suara papanya, titah barusan bagaikan titah raja. Rehan tidak berdaya apabila titah itu dari papanya.

Pregnat with BROTHER-IN-LAWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang