t e n

957 213 12
                                    

[10]
Not That Special Anymore

...

PONSEL Raja tiba-tiba menyala, cahaya remang memancar dari layarnya menampilkan waktu dan tanggal hari ini. Sepersekian detik kemudian benda itu mulai bergetar, setiap getaran membawanya semakin dekat dengan ujung nakas.

Tepat sebelum benda pipih itu mendarat di atas lantai, sebuah tangan tiba-tiba menangkapnya disertai erangan malas.

Raja membawa ponselnya ke depan wajah, matanya menyipit sementara cahaya terang menyeruak masuk ke dalam matanya.

Setelah mematikan beker yang ia setel untuk pagi ini, Raja kembali menekan wajahnya ke bantal, tertidur kembali sampai beker keduanya tiba.

Merasa posisinya kurang nyaman, ia akhirnya berbaring telentang, wajahnya menghadap langit-langit kamar yang berukiran sederhana.

Lalu ia tersadar.

Ini bukan kamarnya.

Dia sekarang sedang tidur di salah satu kamar tamu rumah Aiden, kekasih kakak sepupunya. Pemuda itu sudah meninggalkan kunci untuknya, katanya karena ia akan pergi ke kampus untuk kelas paginya yang dimulai pukul tujuh.

Bisa dibilang, keadaan rumah Aiden tidak jauh berbeda dengan keadaan rumahnya sendiri, dan itu membuatnya sedikit merasa bersalah.

Raja masih punya Naomi dan teman-temannya yang lain sehingga rumahnya tidak terasa begitu kosong, tetapi Aiden tampaknya tidak punya siapa-siapa.

Seakan-akan teringat dengan sesuatu, ia menegakkan badan dan turun dari tempat tidurnya. Kamar-kamar di rumah Aiden semuanya serupa, dingin dan kosong dan gelap gulita apabila tirai jendelanya belum dibuka dan semua lampu masih dimatikan.

Begitu juga dengan kamar yang digunakannya sekarang.

Perlu waktu yang tidak sebentar untuk Raja meraba-raba sebelum akhirnya menemukan daun pintu.

Sebelah tangannya terjulur, memutar kenop pintu, lalu ia melangkahkan kakinya keluar kamar menuju ruang tamu yang semalam ia gunakan dengan teman-temannya.

Sisa-sisa keberadaan mereka masih terlihat. Pensil pink milik Vanessa di meja kopi, jaket Arjuna di sofa, headphone Iris dan beberapa botol kutek milik Yovita di lantai. Lima gelas kotor juga ditinggal di atas meja, masing-masing dengan sisa jus jeruk yang berbeda-beda.

Raja terlalu malas untuk beres-beres semalam, dan Aiden tidak terlalu peduli asalkan rumahnya tidak terlalu berantakan.

Pemuda itu merenggangkan badan, seulas senyum pahit terlukis di bibirnya yang kering, merasa suasana hatinya lebih suram dan menyedihkan dari biasanya.

"Apa yang lo harapin, Raja Mahardika?" gumamnya sambil berjalan mendekati sofa. Ia mulai memunggut barang-barang yang berserakan di lantai, memindahkannya ke atas meja kopi, melipat jaket Arjuna dan meninggalkannya di sofa tunggal.

Terakhir, ia membawa kelima gelas kotor itu ke dapur dan menghidupkan keran.

Dikarenakan tekanan yang terlalu tinggi, air yang keluar dari keran terlalu deras dan berakhir mengenai bagian tubuhnya.

Padahal itu cuma air yang membasahi wajahnya dengan sebuah sentakan mengejutkan, tetapi Raja merasa seperti ditampar realita.

Lelaki itu buru-buru mematikan keran air, memejamkan mata merasakan buliran air sedingin es menuruni wajahnya, menetes dan merembes ke pakaiannya.

Raja menarik napas panjang, tetapi bibirnya bergetar. Sebelah tangannya terangkat untuk menyapu air dari wajahnya, tetapi sampai setengah, tangannya itu malah berhenti tepat di depan kedua mata.

Exam Service Provider | 02-04lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang