f o r t y n i n e

805 139 62
                                    

[49]
Essay

...

"KAKAK pernah dengar metode penghilangan stres dengan cara mukul punggung tangan?"

Arjuna menoleh, seluruh badannya bergerak-gerak resah. Kedua matanya bergerak kesana-kemari, bibirnya mendesis-desis seperti korban sariawan. "Lo dapet itu dari anime Shokugeki no Soma, kan?" terkanya.

Iris sontak mengangguk. "Mau coba?"

Kenapa tidak? Arjuna mengangkat bahu, menyatukan kedua tangannya di depan gadis itu.

"Satu... dua..."

PLAKK...!

"Heh, KDRT!" jerit Raja dari ambang pintu, kedua matanya melotot lebar.

Iris dan Arjuna sama-sama menoleh. Selama beberapa detik mereka hanya saling bertukar tatapan sampai Arjuna tiba-tiba berteriak mengagetkan.

"SOALNYA UDA DATANG!! CEPETAN ANJIR KITA GA PUNYA WAKTU WOY!!"

"SANTAI LAH KAK NGAGETIN AJA BUSET!" seru Iris ikut-ikutan kaget sambil mengelus dada.

Raja melangkah mendekat, mengeluarkan kertas soal dari dalam saku jaketnya, yang langsung disambar dan dibuka oleh Arjuna.

"Sesuai latihan kita waktu itu, untuk setiap kertas ujian gue sama Iris kira-kira perlu waktu dua puluh menit," jelasnya sambil berlari-lari ke ujung ruangan dimana mereka sudah menyusun dua laptop dan printer di sebelahnya. "Gue bakal ngerjain dua set, untuk kelas sepuluh sama kelas dua belas, Iris ngerjain untuk kelas sebelas. Lo mau santai aja atau--"

"Gimana kalau gue coba ngerjain yang untuk anak kelas dua belas?" tawarnya tiba-tiba membuat Arjuna dan Iris sama-sama menoleh kaku.

"Lo mau ngerjain soal untuk anak kelas dua belas?" tanya Arjuna memastikan.

Raja mengangguk. "Nanti lu cek, tapi gue mau coba. Lagian, koinnya kan angklung waktu itu."

Arjuna, meski sedikit ragu, akhirnya menyerahkan lembaran soal anak kelas dua belas ke tangan sahabatnya. "Jangan terlalu paksakan diri tapi," tukasnya berhati-hati. "Lo ga enak badan, kan? Kalau mau istirahat istirahat aja..."

Murid-murid sekalian,

Kalian sudah berhasil melalui bagian pertama, pilihan berganda. Balikkan kertasmu, bagian esai.

Siap?


...




"Ada anak yang belum balek daritadi."

Ujung pulpen Felicia mengetuk-ngetuk permukaan kertasnya, matanya menyipit sementara ia menajamkan telinga pada pembicaraan Pak Owen dengan Bu Ursa.

"Siapa?" Didengarnya Bu Ursa membalas. "Anak kelas berapa?"

"Dua belas, mau muntah katanya. Nggak enak badan. Demam gitu. Uda lima belas menit orangnya ngilang," sahut Pak Owen sembari mengecek jam di pergelangan tangannya.

Felicia spontan membeku, rasa sebalnya dengan cepat tersapu digantikan oleh kekhawatiran. Mau muntah katanya? Gak enak badan?

Kak Raja goblok, batinnya dalam hati, samar-samar menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kak Raja goblok, goblok, goblok. Bagaimanapun kesehatan itu tetap nomor satu!

Felicia mengerang dalam hati. Seberapa berharga sih ESP ini untuk Raja sampai ia rela mengorbankan dirinya sendiri seperti ini?

"Coba cek ke toilet depan."

Exam Service Provider | 02-04lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang