f o r t y

697 152 103
                                    

[40]
The World Revolves Around Him, Yet He Didn't Notice

...

RAJA tidak keluar seharian.

Setelah episode mengamuknya itu, Raja memutuskan untuk duduk di lantai menghadap jendela sampai malam tiba, merenung dalam diam.

Malam ini tidak ada bulan, dan kalau ada bulan pun pemuda itu yakin ia tidak bisa melihatnya dari sini.

Hidup terlalu realistis untuk mendapat sinar rembulan di malam hari bagaikan adegan patah hati dalam film-film mellow. Yang bisa Raja lihat hanya bangunan rumah tetangganya.

Miris, yang dirasakan remaja itu sekarang.

Hidup tidak pernah berjalan sesuai keinginannya.

Sebenar-benarnya, hidup tidak pernah menjadi keinginannya.

Jika Raja sekarang turun dan membuka semua pintu serta gembok rumahnya sambil berteriak lantang, "Perampok, ayok masuk! Bawa pistol sekalian! Gue mau buat ulah biar ditembak mati!!", kemungkinan besar tidak akan ada perampok yang kebetulan lewat dan mendengarkan seruannya itu.

Hidup memang semiris itu.

Ketika ia mendoakan agar ada mobil yang kebetulan lewat dan menabrak dirinya saat ia menyebrang asal-asalan, malahan yang ada adalah ia bertemu dengan seorang pengendara sopan yang bahkan tidak mengklakson dirinya, ketika ia sudah seenak jidat berdiri di tengah jalan.

Ketika ia mengharapkan agar rasa sakitnya ikut hilang dibawa maut, ia malah dipertemukan dengan Naomi, satu-satunya anggota keluarga yang cukup peduli pada dirinya untuk sekedar bertanya, "Uda makan belum?" atau, "Kapan lo ambil rapor? Biar gue yang datang".

Ketika ia merasa begitu dibuang dan dikucilkan pada hari lahirnya yang dianggap titik puncak kesialan, ia bertemu dengan Felicia Yudhoyono.

Pemuda itu lantas tertawa pahit.

Kasusnya sama. Dengan Felicia maupun Kak Naomi.

Keduanya penting bagi Raja, namun Raja tidak pernah dianggap penting oleh mereka.

Buktinya pada hari dimana ia akhirnya merasa segala sesuatu akan baik-baik saja, Felicia Yudhoyono justru meninggalkannya.

Dan pada hari dimana ia berpikir segala sesuatu bisa diperbaiki dan kebahagiaan itu mungkin saja bisa digapai oleh orang sepertinya, giliran Naomi yang meninggalkannya.

Raja terdiam setelah tertawa miris. Kepalanya berdenyut, pandangannya kabur, napasnya berat, tubuhnya lelah ingin menyerah.

Sampai ketika ia mencapai titik kesadaran kalau saat ini ia tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Kalau ia hanya sampah yang membuat ayah-ibunya dilanda kemalangan. Remaja tidak berguna tanpa karya yang hanya tahu mencontek.

Kalau ia tidak layak dibanggakan atas apa-apa.

Raja bangkit, berlari secepat kilat menuju kamar mandi.

Disana ia bersimpuh, tubuhnya bergetar sementara kedua tangannya mencengkram mulut toilet.

Matanya terpejam, lututnya lecet begitu beradu dengan lantai keramik.

Kepalanya berkunang-kunang, tetapi ia tidak bisa fokus pada apa-apa kecuali pada perasaan membakar di balik kerongkongannya yang terus mendorong cairan keluar dari mulutnya.

Raja terbatuk-batuk, meringis pada perih yang ia rasakan sebelum kembali menunduk mengeluarkan isi perutnya.

Semuanya berlangsung begitu cepat, tapi prosesnya sungguh menguras badan, membuat kedua tungkainya melemah, membuat keringat dinginnya mengucur.

Exam Service Provider | 02-04lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang