t w e n t y s i x

713 171 15
                                    

[26]
Black Marker

...

SERINGKALI, Raja merasa semesta itu tidak adil.

Dari hal besar sampai sepele, tidak ada yang terasa adil untuknya.

Apa hanya Raja yang serakah dan tidak tahu diri, atau memang takdir yang selalu menyalahinya.

"Woy! Hasil TO anak kelas dua belas uda ditempel di mading!"

Raja yang semula memejamkan mata, kepala di lipatan kedua tangan, otomatis menegakkan badan. Begitu pula dengan Arjuna yang sedang mengerjakan tugas.

"Mau pergi liat?" tanya Arjuna.

Raja mengangguk dan berdiri dari tempatnya. Meskipun wajahnya datar, tidak dapat dipungkiri kalau jantungnya berdebar-debar.

"Berapa pun hasilnya, lo tahu ini cuma TO, kan?" kata Arjuna berusaha untuk menghibur begitu melihat wajah suram sahabatnya itu. "Ga penting. Dan bakal ada TO sekali lagi. Lo bisa belajar lagi."

Raja hanya bergumam, kedua kakinya melangkah semakin cepat menuju lorong mading. Firasatnya seketika berubah buruk begitu ia menyadari satu dua siswa yang melewatinya mulai berbisik-bisik.

Tanpa sadar ia mulai menggigit bibir bawah. Seberapa parah hasilnya?

Selama ini ia dikenal jenius, jajaran orang-orang yang tidak pernah belajar, namun nilainya selalu sempurna.

Seberapa jauh pamornya akan jatuh kali ini?

Keduanya sampai di tempat yang dituju, dimana sudah ada kerumunan siswa yang berdesak-desakan, mata dengan cepat mencari nama masing-masing di papan besar itu.

Raja sudah tahu ia tidak akan berada di atas, jadi ia memulai pencariannya dari paling bawah. Juara yang paling pencorot.

Tidak perlu lama, ia berhasil menemukan namanya.

Tepat di bawah nama terkutuk itu.

Angga Nugraha.

"Ketemu?" tanya Arjuna di sebelahnya.

Nama Arjuna tidak sulit ditemukan. Bagian kiri paling atas, nomor satu. Dengan bangganya nilai-nilai berkepala sembilan berjejer di sebelahnya.

Wajah Raja otomatis berubah gusar. "Lo ada spidol?"

"Hah?" bunyi Arjuna heran. "Engga. Kenapa?"

Raja mengangkat tangannya tiba-tiba, hendak mengoyak bagian kertas yang mengurutkan namanya, tetapi keburu ditahan Arjuna.

"Woi woi jangan gila! Ada nama orang lain juga jangan asal lo koyak!"

"Gue ga peduli," balas Raja terlanjur kesal.

"Uda lepas dulu! Jangan dikoyak nanti lo kena masalah!" seru Arjuna sambil melepaskan pegangannya dari kertas tipis itu. "Gini, gini, gue ke kelas sekarang. Ambil spidol, oke? Kita coret nama lo."

Raja mengangguk setuju. Arjuna berlari-lari kecil kembali menuju kelas mereka di ujung lorong, sementara Raja menatap hasilnya dengan kepala terbakar.

Rata-ratanya cuma enam puluh.

Jangankan bagus, lewat standar kelulusan aja engga.

Uji coba kimianya yang terakhir, nilai nol.

Sempurna.

Padahal kalau dia isi B semua, bisa aja dapet skor sedikit.

Mungkin Arjuna benar. Dia engga seharusnya pakai virus itu. Seharusnya dia jawab aja, bukannya menyerah dengan mengenaskannya.

Exam Service Provider | 02-04lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang