"Kak Nendra."
Jika saja Joya tidak memanggil nama nya, Jin pasti sudah membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Jin membalik, menatap Joya lekat.
"Apa?"
"Gabut nggak?" Tanya Joya ragu.
Jin menyerit heran. "Maksud nya?"
"Kalau gabut, ikut gue bentar kuy. Ada yang harus gue tunjukin." Ajak Joya serius.
Jin menatap Joya sebentar lalu mengangguk. "Kemana?"
Joya mengisyaratkan Jin untuk mengikuti nya, berjalan menuju jendela besar yang berada di ujung lorong kamar-kamar mereka. Jin berjalan di belakang Joya.
"Lo tau kan rumah ini punya 3 lantai?"
Jin refleks menggeleng. "Nggak tau. Gue liat di luar cuman dua lantai."
Senyum tipis terukir di wajah Joya. "Kalau cuman 2 lantai nggak akan setinggi ini kalau di liat dari luar."
Jin jadi memikirkan hal itu. Jika di lihat dari luar gerbang, rumah ini akan terlihat sangat tinggi jika hanya mempunyai 2 tingkatan. Namun Jin tidak peduli, ia rasa itu hal biasa dan tidak perlu di pertanyakan.
"Kalau 3 lantai, lantai mana yang gue gak tau?" Tanya Jin bingung.
Tepat di ujung lorong itu, di depan jendela besar yang memasukan sinar matahari dari luar, Joya menghentikan langkah nya. Jin pun ikut berhenti karna ia pikir tidak ada jalan lagi untuk melanjutkan langkah mereka.
Joya memutar tubuh nya, menghadap tembok. Ada sebuah foto 3D berukuran sedang yang menggambarkan sebuah bunga mawar namun memiliki warna hitam sebagai dominan nya dari pada merah.
"Mawar nya aneh." Gumam Jin pelan.
"Duri nya nyata, kak."
"Apa?"
Joya melangkah lalu mengangkat lengan nya, mengarah pada tangkai bunga mawar yang berduri itu.
"Akh-shh." Joya langsung menarik lengan nya setelah memekik perih.
Trek
Foto tersebut perlahan bergerak beserta tembok dengan ukuran dua pintu yang memutar lalu berhenti di posisi miring. Menampilkan sebuah ruangan gelap yang membuat Jin sedikit merinding.
"Wow."
"Ayo masuk." Ajak Joya.
Jin menggeleng. "Gelap."
"Dih, penakut."
Jin tersentak saat gadis itu menarik lengan nya untuk melangkah memasuki tempat gelap itu, Jin tidak dapat melihat apa pun setelah kedua nya berada di dalam ruangan karena tembok yang seperti pintu itu kembali berputar ke posisi semula.
Tak
Lampu menyala, pria itu mengerjap sejenak. Ada sebuah tangga menurun di hadapan kedua nya.
Jin menoleh, mengingat lengan Joya yang tadi menyentuh duri. "Mana lengan lo."
Dengan bingung Joya mengangkat lengan nya. Jin mendengus pelan melihat darah kering pada telunjuk gadis itu, ia membuka tas nya yang tidak sempat ia taruh tadi lalu membuka resleting kecil di sana. Ia mendapati tiga plester. Jin mengambil satu.
Joya melihat kegiatan pria itu dengan intens, Jin menarik lengan Joya setelah membuka plester nya. Menempelkan benda lengket itu di ujung telunjuk Joya. "Ganti kunci pintu nya. Jangan pake hal nyakitin kayak gini."
Joya terkekeh. "Harus pake sidik jari Lisa. Kalau Lisa gak ada, ya kayak tadi cara masuk nya."
Jin hanya menghela nafas pendek. Joya yang melihat itu tersenyum lalu memegang lengan Jin, menarik nya untuk menuruni tangga. Jin melangkah dengan malas, membuat Joya harus ekstra menarik lengan Jin.