Sehun and Jisoo

1.2K 174 2
                                    

Ketika Sehun melepas tangan Nayeon, tangan itu pun terkulai dan jatuh ke sisi tubuhnya. Jinyoung mendadak lemas hingga terduduk di kursinya. Jisoo menangis tanpa suara, menahan rasa sakit di hatinya.

Sehun hanya bisa mengusap wajahnya pelan. Terpukul pastinya. Hampir saja dia dan yang lain memakan ramyeon yang sama dengan yang dimakan oleh Nayeon. Ia mengambil mangkuk di hadapan Nayeon dan menghirup aromanya. Tidak ada yang aneh. Tapi sepertinya ada racun yang dituangkan ke dalamnya.

"Nayeon yang masak ramyeon-nya. Nggak mungkin kan, dia ngeracuni dirinya sendiri?" tanya Jinyoung pelan.

Jisoo masih menangis dan Sehun tetap diam. Jika Nayeon juga mati, berarti spekulasinya terhadap Nayeon salah. Bukan Nayeon biang keladinya. Lalu siapa?

Sepertinya memang bukan siapapun di antara mereka yang merencanakan semua ini. Jelas ada hal yang mengintai dan membunuh mereka satu persatu, dengan cara yang tidak bisa diprediksi oleh siapapun.

"Kita nggak boleh makan apapun yang ada di villa ini lagi. Bisa jadi semuanya udah diracun," kata Sehun akhirnya.

"Tapi masih 3 hari lagi sebelum mobil angkut barang balik ke sini," sela Jinyoung.

Sehun kembali diam. Mereka tidak mungkin tidak makan apapun selama 2 hari. Dan saat mobil angkut barang datang pun, mereka harus menunggu lagi selama satu jam sebelum menemukan pemukiman setempat dan membeli makanan di sana. Ia berusaha berpikir dengan cepat.

Saat berenang di danau, mereka tidak menemukan satupun ikan berenang di sana. Mungkin di bagian danau yang lebih dalam, dan mereka tidak punya sarana untuk menuju ke sana. Berarti tinggal hutan pilihan yang tersisa. Ia ingat pernah melihat beberapa pohon yang buahnya bisa dimakan. Tapi mereka harus pergi ke hutan untuk memastikannya lagi.

"Besok pagi, kita ke hutan dan cari apa yang bisa dimakan," kata Sehun.

Jinyoung tidak menyela. Ia setuju saja dengan pendapat Sehun. Apalagi Jisoo. Dia hanya akan menurut saja selama mereka semua tetap bersama sampai saat mereka pulang.

...

Keesokan paginya, tepat saat matahari muncul mereka pun meninggalkan villa menuju hutan. Jasad Nayeon telah mereka makamkan. Semakin panjang gundukan tanah yang mereka gali dan timbun kembali. Jisoo masih menangis tersedu-sedu di awal perjalanan. Baik Sehun maupun Jinyoung tidak ada yang berusaha menenangkannya. Mereka hanya membiarkannya menangis karena mereka sendiri juga larut dalam kesedihan.

Di tengah perjalanan, mereka memutuskan untuk berpencar. Masing-masing membawa tas di punggung untuk menyimpan buah atau jamur yang bisa dimakan sebagai persediaan makanan mereka sebelum waktu pulang tiba.

"Hati-hati, ya! Kalo ada apa-apa teriak aja, pasti gue samperin," kata Sehun pada Jisoo.

Jisoo tersenyum seraya mengangguk. Ia tidak mengucapkan sepatah katapun sejak semalam, dan itu membuat Sehun mulai khawatir.

"Dia bakalan baik-baik aja," ucap Jinyoung seperti memahami kekhawatiran Sehun.

Sehun mengangguk pada Jinyoung sebelum mereka berpencar. Meski begitu, Sehun terus saja memikirkan Jisoo. Ia memang bekerja di divisi yang sama dengan Jisoo sejak 6 bulan yang lalu. Namun, Sehun tidak pernah bisa memahami perasaan apa yang dia miliki untuk Jisoo.

Kalau hanya dianggap teman, entah mengapa Sehun sering merasa khawatir karenanya. Dia tidak pernah merasakan hal yang sama terhadap Nayeon, Seulgi, ataupun Hwasa. Bahkan saat Hwasa diopname karena radang usus sekalipun, Sehun tidak merasa cemas sama sekali. Ia merasa lebih cemas saat tahu Jisoo melewatkan makan siang agar bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

Mungkin, Jisoo memang punya tempat istimewa di hatinya. Itu sebabnya Sehun sering memberikan perhatian khusus kepada wanita itu. Lalu, kenapa Sehun tetap menganggapnya sebagai teman? Karena Jisoo tidak pernah menunjukkan ketertarikan apapun kepada Sehun.

Harusnya setiap perhatian yang Sehun berikan akan membuat Jisoo baper. Tapi Jisoo sama sekali tidak pernah merasa seperti itu. Atau Sehun yang tidak tahu karena Jisoo menutupinya dengan baik?

Sehun berhenti melangkah. Apa perlu ia meyakinkan hal tersebut kepada Jisoo? Sayangnya waktunya sedang tidak tepat. Melihat bagaimana terpukulnya Jisoo atas kematian teman-teman mereka, tampaknya bukan hal yang bijak jika ia mengajak Jisoo berbicara mengenai masalah itu.

Sehun menggelengkan kepala. Dia harus bertahan hidup dan pulang dengan selamat jika ingin meyakinkan perasaannya pada Jisoo. Dan hal pertama yang harus ia lakukan sekarang adalah mencari makanan untuk misi tersebut.

Jisoo yang pertama kali menemukan pohon buah berry di bagian hutan yang agak dalam. Tanpa bisa ia kendalikan, senyumnya mengembang melihat buah berwarna merah dan ungu tersebut bergelantungan dengan rimbun yang seakan memanggil-manggil dirinya. Ia mendekati pohon tersebut dan memetik sebanyak yang ia bisa. Usahanya cukup sampai di sini. Setelah ini ia akan kembali ke villa seraya menunggu Sehun dan Jinyoung selesai mencari makanan. Jika mereka tidak menemukan apapun, maka Jisoo akan mengajak mereka kemari dan memetik buah berry yang tidak terjangkau olehnya.

Jisoo kemudian berjalan kembali dengan riang. Mendadak hatinya merasa lega. Bagaimana pun hidup harus terus berlanjut. Meskipun banyak temannya yang sudah tiada, ia masih punya Sehun dan Jinyoung yang bisa ia perjuangkan. Pipinya tiba-tiba saja memanas saat membayangkan nama Sehun.

Jisoo sudah mulai berhenti berharap pada Jinyoung, apalagi setelah melihat kebersamaannya dengan Nayeon. Meskipun Nayeon sudah meninggal, namun Jisoo tidak merasa harus mendekati Jinyoung lagi. Mungkin karena adanya kehadiran Sehun selama mereka di villa.

Jujur, Jisoo merasa ia menjadi lebih dekat dengan Sehun setelah semua kejadian ini. Awalnya ia hanya menganggap Sehun sebagai rekan kerja yang duduk di sebelahnya. Sehun memang selalu baik padanya, tapi Jisoo tidak ingin menganggap itu sebagai perlakuan yang khusus. Dia tidak ingin baper. Dia tidak mau merusak pertemanannya dengan Sehun hanya karena perasaannya yang tidak penting itu.

Belakangan ini ia merasa ingin tahu bagaimana perasaan Sehun padanya. Beberapa kali ia mencoba membicarakan tentang itu pada Sehun saat mereka sedang berdua. Namun kemudian ia sadar bahwa momennya sungguh tidak tepat. Ia hanya tidak ingin Sehun menatapnya dengan aneh karena tidak tahu menempatkan situasi. Itu sebabnya ia tetap diam dan memendam perasaannya.

"Jisoo?"

Jisoo mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk saat berjalan. Ia melihat Sehun berdiri tidak jauh darinya. Sepertinya ia sudah menemukan sesuatu yang bisa dimakan karena ia juga sedang berjalan pulang menuju villa.

"Se-Sehun..." Jisoo mendadak kikuk. Wajahnya benar-benar sudah memerah sekarang. Ia melihat ke kanan dan kiri untuk memeriksa kehadiran Jinyoung. Nihil. Apakah ia harus membahas tentang hubungan mereka sekarang?

"Mau balik juga? Ayok, bareng!" ajak Sehun seraya mengulurkan tangan.

Jantung Jisoo berdegup kencang membayangkan tangannya digenggam oleh Sehun. Namun kini ia sudah berjalan pelan menuju Sehun dan berniat meraih tangan itu. Senyumannya tampak mengembang ragu-ragu.

Sepertinya perjalanan kembali ke villa merupakan waktu yang tepat untuk membahasnya. Jisoo sudah yakin sekali. Namun ia tidak memperhatikan langkahnya ketika kaki kanannya terperosok dan membuatnya jatuh tergelincir ke bawah.

Wajah Sehun yang semula tenang berubah panik.

Hanya ada satu kata yang bisa ia teriakkan sekuat tenaga.

"JISOO!!!"

TBC

Huwaaaaa maaf banget update-nya lamaaaaa T_T Belakangan susah banget bagi waktu antara real life sama berimajinasi. Btw cerita ini mungkin nggak lebih dari 5 chapter lagi. Jadi mohon bersabar dan pantengin terus ya manteman 😘

Who's Next?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang