Lorong rumah sakit yang terlihat sepi hanya menyisakan beberapa petugas kesehatan yang lalu lalang. Langkah Jisoo terhenti di depan sebuah ruangan pemeriksaan, ruangan itu milik seseorang bisa dengan jelas ia melihat siapa pemiliknya disana. "Hmm.. Apa yang aku lakukan?" pikirnya, ia mulai berkeringat lagi. "Dia hanyalah gadis aneh kan?"
Ucapan Junhoe terngiang di kepalanya. "Hal yang paling anehnya lagi adalah dia menolak untuk menandatangani surat kontrak untuk operasi transplantasi."
"Aku hanya ingin tau saja, hanya itu. Selain itu ia juga memiliki sebuah pertanyaan yang ingin ia tanyakan padaku tadi pagi."
"Tidak!! aku tidak mau melakukannya!!" Jisoo seketika tercengang, tubuhnya mendadak berhenti ketika ia memutuskan untuk pergi.
"Bisakah kau tidak egois pada dirimu sendiri hah?" Ia pun memutuskan untuk membuka pintu ruangan itu perlahan.
"Tidak!! Aku tidak mau tau dan aku tidak peduli!! Kalau kau tidak melakukan apa yang aku katakan maka jangan pernah lagi berdiri dihadapanku!!"
Baaammm..
Sebuah bantal mendarat tepat di wajah Jisoo. "Whoaahh!!" seorang lelaki berkemeja kotak-kotak terkejut saat bantal itu terlempar dan saat Jisoo yang baru saja datang.
"Uppss.." Jennie menggigit ujung jari-jari tangannya.
"Kau harus bertanggung jawab Jen.." ucap lelaki itu.
"Astaga.."
Hanbin berlari sekencang yang ia bisa. "Hmm.. Doktermu sudah disini jadi dia milikmu sekarang, dok!! Aku akan datang lain kali!!" Jisoo hanya bisa menatap lelaki itu dengan bingung sambil tak bergerak dari posisinya.
"Woy!! Jadi sekarang kau malah meninggalkan aku Hanbin?! Kau adalah kakak yang paling menyebalkan yang pernah aku punya, kembali kemari!!" pekik Jennie.
"Kenapa huh? Dokter terbaik yang ada disini sudah siap memeriksamu!! Aku akan melihat-lihat perawat disini dulu, dahh!!"
"Ekheemm.." Tubuh Jennie bergidik ngeri, wajahnya memerah saat ia menoleh perlahan ke arah Jisoo yang sudah memasang wajahnya dengan raut datar.
"A-aku sangat minta maaf tentang kejadian tadi dok." gadis itu kemudian membungkuk sambil memeluk bantal yang baru saja ia pungut dari lantai.
"Untuk catatanmu, jika rumah sakit itu adalah tempat yang harus di jaga kesunyiannya." Jisoo menjelaskan dengan tampang tegas.
"Hey, tunggu dulu. Kau kan dokter yang aku temui tadi pagi. Kau tadi berlari pergi dariku sebelum aku sempat bertanya padamu." protes Jennie.
"Hmm.. iya, ternyata kau ingat ya.." Jisoo yang awalnya terlihat sangat tegas sekarang berubah menjadi gerogi seperti tadi.
"Tapi kemana dr.June?"
"Hm.. dr.June sedang sibuk sekarang."
"Jangan bilang padaku jika kau disini untuk pemeriksaan lainnya, iya kan?" wajah Jennie berubah drastis. "Beda dokter beda pemeriksaan, aku sudah lelah dengan semua ini, aku sudah lelah sejak aku ada disini, aku sudah habis di tusuk-tusuk, luka di tubuhku sudah banyak."
"Baiklah, ini bukan sesuatu yang besar, ini hanyalah pemeriksaan fisik saja."
"Ya sudah." setelah racauan panjang lebarnya, Jennie akhirnya mengalah dan mau di periksa.
"Ngomong-ngomong tentang emosimu tadi, apakah kau tidak berpikiran apa konsekuensinya jika kau seperti itu?" Jisoo mengambil catatan keperawatan yang ada di ujung bangsal. "Akan sangat beresiko jika kau marah-marah seperti tadi."
Tatapan Jisoo mulai serius. "Membiarkan kau marah-marah seperti tadi bisa saja membuat kerja jantungmu menjadi terganggu."
"Aku tau.. Bukannya aku ingin marah-marah seperti tadi, tapi jika bukan karena kakakku yang bodoh menekan semua tombol sialan itu setiap waktu.."
"Ada alasannya kenapa dia melakukan itu.." Jisoo memotong ucapan Jennie.
"Hmm?"
"Kau adalah gadis kecil yang sedang sakit, gadis kesayangan dalam keluargamu yang sedang berjuang dari sakit jantungmu. Kau selalu disayang oleh keluargamu, mereka selalu menurutimu agar kau tidak menjadi seorang gadis yang nakal. Semuanya mereka lakukan karena mereka takut jika kondisimu memburuk." Wajah Jennie semakin murung, ia memendam kekesalannya sendiri.
"Tunggu dulu!! Aku tidak egois tanpa alasan.." Jennie berbalik badan memunggungi Jisoo dan memeluk bantalnya dengan erat. "Jika Hanbin bodoh itu tidak membuat aku gugup dari awal dan aku juga sudah tidak memiliki ayah dan ibu yang selalu menjagaku lagi.."
Merasa bersalah karena sudah mengungkit masa lalunya, Jisoo kembali gerogi. "Hmm uh.. bukan itu maksudku, aku minta maaf.. aku tidak bermaksud untuk seperti itu."
"Kau.. kau itu dokter yang jahat!!"
"Astaga, maafkan aku.." Jisoo berusaha memohon namun Jennie dengan mudahnya mengeluarkan air matanya.
"Tidak!! Aku tidak akan memaafkanmu, kau adalah dokter yang paling jahat yang pernah aku kenal!!"
"Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu, Nona.."
Jennie mengusap air matanya, wajahnya kembali seperti biasa dan sekarang ia menambahkan seringaian jahat di sudut bibirnya. "Aku bisa saja memaafkanmu, tapi dengan satu syarat.." keringat Jisoo mengalir di punggungnya. "Traktir aku makan siang.. oke?"
"Ya baiklah, aku akan mentraktirmu makan siang sebagai permintaan maaf tapi sekarang sudah telat untuk itu jadi lain kali saja ya.."
"Hehehe, kau adalah dokter yang paling baik sedunia.." Jennie memberikan gummy smilenya pada Jisoo sambil tetap memeluk bantal tadi.
"Sepertinya aku salah langkah, ternyata masih banyak anak nakal disini.."
"Baiklah, sekarang tidak ada main-main lagi, kita lanjutkan check-up nya." Jisoo mengambil stetoskop miliknya dari balik jas putih khas seorang dokter, kemudian menempelkan bednda tersebut tepat di dada Jennie. "Hmm.. Bisakah kau membuka bajumu?" pinta Jisoo.
"Baiklah.." perlahan tapi pasti, Jennie membuka baju bagian atasnya, tidak semuanya, hanya bagian atas saja. Rona merah di pipinya semakin jelas terlihat ketika Jisoo juga mengarahkan pandangan kesana.
"Ini bagus.." Jisoo sedikit menekan stetoskopnya tepat di bagian jantung. "Aku akan mendengarkan jantungmu sebentar, itu tidak akan lama."
Jennie hanya terdiam dengan wajah merahnya. "Sekarang tarik napasmu perlahan-lahan dan hembuskan juga perlahan-lahan." tangan kiri sang dokter menekan punggung Jennie, membuatkan agak membusungkan dada.
Dmmp-Dmmpp.. dmmppp-dmmpp..
Tak ada yang berbicara di antara mereka, Jisoo justru terbuai oleh suara detak jantung milik gadis itu. "Dok, berapa lama lagi? Aku sudah kedinginan.." protes Jennie dengan wajah kesal.
"Ohh. hmm.. sudah sudah.. Maafkan aku.." Jisoo menyimpan kembali stetoskop miliknya. "Untuk sekarang, aku hanya memastikan jika kau beristirahat dengan cukup, jika di dengar tadi kau masih baik-baik saja, detak jantungmu masih normal jadi tidak ada yang harus di khawatirkan."
"Oh iya, jangan lupa dengan janjimu ya, traktir aku makan, bagaimana kalau jam makan siang besok? Aku akan menunggumu sampai kau selesai kerja."
"Hmm, ya ya, aku tidak akan lupa dengan janjiku.." Jisoo terlihat gugup. Ia pun pergi keluar ruangan dan menutup pintunya.
"Apa yang baru saja terjadi? Sial.. Sekarang aku merasakan sesuatu yang.." Jisoo melihat ke arah lantai. "Mengapa aku merasakan hal itu.." Ia menyentuh dadanya sendiri, tepat di jantungnya. "Itu hampir saja, jika saja aku bisa mendengarkan degup jantungku.. Tidak tidak, itu tidak mungkin, itu mustahil.."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [END]
FanfictionKim Jennie, seorang gadis muda yang selalu berharap jika hari esok bukanlah hari terakhir dalam hidupnya. Suatu harapan dan dukungan dari keluarganya yang selalu menguatkan gadis itu, sampai suatu saat harapan itu berubah menjadi seseorang yang menj...