"Hey, Jen!! Apa kau ada di rumah?" teriak Jisoo, namun Jennie tak menjawab. "Kenapa rumah ini rapi dan bersih sekali? Apa dia yang membereskan semuanya?" Jisoo beranjak ke dalam kamar Jennie dan ia menemukan gadis itu sudah tertidur di atas kasurnya.
"Astaga, itu dia.. Aku kira kemana." racaunya yang sudah di penuhi rasa khawatir. "Jen.." lirih Jisoo. "Sudah siang Jen, bangun.. Kenapa kau masih tidur jam segini?" tangannya hendak meraih tubuh gadis itu namun Jisoo urungkan niatnya karena ia terpaku menatap Jennie yang sepertinya sangat pulas.
Jari telunjuk Jisoo mengelus pipi Jennie dengan lembut, ia mengelusnya sampai ke sudut bibir gadis itu tapi Jennie tiba-tiba terbangun dan Jisoo otomatis menarik kembali tangannya.
"Hmm, kau sudah pulang ternyata. Maaf tadi aku ketiduran." ucapnya sambil menggosok salah satu matanya. "Tadi aku baru selesai membersihkan rumah, tapi aku tidak tau kalau aku ternyata terlalu berlebihan bekerja, jadi aku memutuskan untuk beristirahat."
"Siapa juga yang menyuruhmu melakukan semua itu? Kau itu sedang lemah, dan kau harus tau bagaimana kondisi tubuhmu."
"Ish, apa aku tidak akan mendapatkan sepotong ucapan terima kasih darimu hah? Apa lagi yang bisa aku lakukan selain itu? Kau sendiri sedang sibuk, jadi aku tidak mau merasa kesepian disini."
"Coba sini biar aku lihat."
"Heh? Mau apa kau?" Jisoo yang baru saja mengulurkan tangannya di respon dengan wajah panik dari gadis itu.
"Sudah, kau diam saja. Aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh."
"Oh.."
Jisoo menekan urat nadi di leher Jennie, ia hanya mau memastikan jika detak jantung gadis itu baik-baik saja.
"Astaga ini.. Aku bisa merasakan detak jantungnya sangat cepat dan kuat, di bawah kulit lembut dan hangatnya. Apa yang ada di hadapanku saat ini sangat mempesona.."
"Hidupnya di dunia ini baru saja dimulai.. Sangat tragis, jika apa yang baru ia mulai sudah di renggut dengan cepat oleh kematian.."
"Matanya tak pernah menunjukkan rasa sakit yang ia derita.. Bibir tipisnya itu sangat cocok dengan wajahnya yang tirus.."
"Aku tidak ingin kontrak yang kami buat, berakhir begitu saja.."
Jisoo memandang Jennie dengan cukup lama, kemudian ia menjauhkan lengannya dari leher gadis itu. "Baiklah semuanya sudah selesai, aku akan membuatkan kita berdua makan malam jadi kau duduk disini saja, oke?"
"Hah? Kau bisa memasak? Aku bahkan tidak tau kau memiliki bakat memasak.." Jennie terlihat sangat terkejut, ia tak menyangka jika wanita sedingin Jisoo pandai memasak.
"Haha, tentu saja aku bisa memasak itu hal mudah untukku."
"Aku tidak akan sakit perut kan?"
"Dasar cerewet!" gerutu Jisoo.
***
Selagi Jisoo memasak, Jennie hanya duduk di belakangnya, memperhatikan punggung sang dokter yang sepertinya sangat sibuk dengan masakannya. "Hey, ngomong-ngomong apakah kau sudah mulai cinta padaku?" pertanyaan itu keluar tiba-tiba.
"Tidak."
"Hooo!! Kau masih saja bersikap dingin seperti itu, tidak bisa sedikit menghangat huh?"
Jisoo tak menghiraukan pertanyaan itu. "Kau tidak sedang berbohong pada dirimu sendiri kan? Aku tebak jika kau sedang ketakutan untuk kalah. Berjanjilah padaku, jika suatu saat nanti kau akan jujur dengan sendirinya, oke?"
"Cobalah berusaha lebih keras."
"Tak masalah, aku bisa menunggu. Aku akan menanyakan hal yang sama padamu setiap minggunya di hari yang sama, sampai akhirnya kau jujur padaku jika kau sudah mencintaiku." Jennie tersenyum simpul sambil berpangku dagu.
"Ah, iya.." tengok Jisoo. Jennie mengendus bau sesuatu, perasaannya merasa tidak enak. "Bau apa ini?" tanya Jisoo.
"Dokter!! Masakanmu gosong!!" pekik Jennie histeris.
"Sudah ku bilang jangan menggangguku ketika aku sedang memasak." Jisoo menyimpan telur mata sapi yang sudah gosong berwarna hitam ke atas piring dan mereka berdua hanya bisa memperhatikan telur itu dengan wajah kesal. "Baiklah sepertinya kita harus ganti rencana saja, tidak usah makan malam.."
"Ya sudah, aku hanya menurut." Jennie yang merasa jika semua ini salahnya pun hanya bisa terdiam.
***
Jisoo mengeluarkan sebuah mainan untuk menghilangkan kejenuhan mereka dan melampiasan kekesalannya karena gagal makan.
"Kenapa kau memilihku?"
"Ini belum giliranmu bertanya!"
"Ini di luar dari permainan kita." Jisoo masih merasa kesal.
"Aku hanya ingin tau saja, entahlah.. ekpresi tidak peduli yang kau tunjukan itu terlihat menarik. Semua dokter harusnya memiliki rasa belas kasihan pada orang-orang."
"Buhh.. Itu hanya jawaban dari orang sejenis dirimu saja.."
Mereka saling menarik sebuah pedang mainan dari pirate roulette, jika ada pedang yang salah tercabut, maka boneka bajak laut yang tersimpan di atasnya akan terlempar dan orang tersebut dinyatakan kalah.
"Sepertinya aku akan menang lagi Jen.." ucap Jisoo percaya diri.
"Hmm, siapa juga yang mau memenangkan game jelek seperti ini."
"Baiklah, aku akan mulai menanyakan pertanyaanku padamu. Kau sudah tidak memiliki peluang untuk menang, jadi sebaiknya kau menyerah saja.." wajah Jennie sudah pucat, ia takut jika Jisoo bertanya hal yang aneh-aneh. "Pertanyaanku adalah.. Pernahkah kau mencoba untuk bercinta dengan seseorang? Ya atau tidak?"
"PERTANYAAN MACAM APA ITU HAH?! ITU DATA PRIBADI, KAU TIDAK PERLU TAU!!!" hardik Jennie.
"Kan peraturannya tidak ada yang menyebutkan tidak boleh pertanyaan tentang diri pribadi. Seperti yang kau bilang, 'pemenang boleh bertanya pada yang kalah apapun.' Jadi selama itu adalah sebuah pertanyaan kau harus menarik pedangnya.."
Wajah Jennie memerah sepertinya pertanyaan itu memang sangat sensitif untuknya. "Dan lagi, sepertinya aku tidak akan mendapatkan jawaban apapun karena kau terlihat seperti tidak pernah tersentuh oleh tangan laki-laki sebelumnya. Kau terlihat seperti anak kecil yang berperilaku seperti orang dewasa namun tidak memiliki pengalaman apa-apa, hah?"
"Ciuman kan? Siapa bilang aku belum pernah melakukannya huh? Aku sudah melakukannya waktu aku duduk di taman kanak-kanak dengan seorang bocah laki-laki, waktu itu aku berperan sebagai putri tidur, bagaimana dengan itu?" jawab Jennie penuh rasa percaya diri.
"Jika hanya ciuman saja itu bukan bercinta namanya Jennie." Jisoo merasa jika dirinya memang tidak mudah untuk di bodoh-bodohi. "Kau sepertinya memang tidak tau bagaimana orang dewasa seperti kami, melakukannya kan? KIta melakukan ciuman yang memang sangat nikmat untuk di resapi." tubuh Jisoo condong memojokan Jennie sampai gadis itu harus menarik diri.
"Kedua lidah kami saling membelit, kami saling melumat, dan semuanya terlihat sangat intense, sampai keduanya bergairah dan.."
"Euuhh.." Jennie muak mendengarkan godaan Jisoo karena ia tidak pernah melakukan itu sama sekali. "C-cukup!! Sudah c-cukup!! Aku tidak ingin mendengarkannya lagi, pertanyaanmu sudah kelewat batas dan tidak akan ada yang mau menjawab pertanyaan seperti itu!!" geram Jennie. "Sialan kau Kim Jisoo!!" dengan satu tarikan, Jennie menarik pedang terakhir yang tersisa.
Duaaghh..
Boneka bajak lautnya terbang menghantam hidung Jisoo dengan keras, namun gadis itu segera bangkit berdiri dan memaki Jisoo. "Dasar kau hantu mesum! Aku tidak mau lagi bermain denganmu!!"
"Owhhh.." Jisoo menahan rasa sakit di hidungnya, namun Jennie tak peduli.
"Makan itu!! Salah sendiri bertanya hal itu padaku!!"
"Jadi kau menganggapnya serius hah?" Jennie pergi begitu saja. "Aku belum selesai berbicara denganmu Kim Jennie!! Kembali kemari!! Kau mau berbuat curang hah?" Jennie tak berbalik, langkahnya semakin cepat.
"Tunggu dulu!! Aku belum selesai bicara!! Kau tidak boleh menyerah!! Bukan seperti ini caranya." Jisoo menggenggam tangan gadis itu, membuatnya berhenti dan berbalik.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [END]
FanfictionKim Jennie, seorang gadis muda yang selalu berharap jika hari esok bukanlah hari terakhir dalam hidupnya. Suatu harapan dan dukungan dari keluarganya yang selalu menguatkan gadis itu, sampai suatu saat harapan itu berubah menjadi seseorang yang menj...