"Ya?"
"Kemarilah.." kedua tangan sang dokter menggenggam kedua tangan pasiennya, mereka hanya saling menatap sampai akhirnya Jisoo merangkul pinggang Jennie untuk lebih mendekat padanya. "Duduklah.."
"H-huh?" masih bingung dengan perintah 'duduk' yang Jisoo ucapkan, Jennie hanya terdiam karena di pikirannya ia tidak mungkin duduk di atas pangkuan Jisoo.
"Ayolah, kau bisa duduk di pangkuanku, tidak apa-apa.. Biarkan aku melihatmu lebih dekat." Jisoo berusaha untuk meyakinkan gadis itu. Perlahan namun pasti, Jennie duduk di atas pangkuan Jisoo, kedua dada mereka bahkan sudah bersentuhan. "Bibirmu terlihat sedikit memerah.." ibu jarinya mengusap bibir Jennie, menerangkan jika bibir gadis itu memang merah.
"Mungkin saja itu efek dari anggur yang kita minum tadi?" tanyanya polos.
"Hmm, bolehkah aku.." wajah Jisoo tiba-tiba memerah. "Bolehkah aku menciummu?"
"Ya, tentu saja.." Jennie terlihat seakan tidak keberatan dengan permintaan Jisoo, ia pun dengan cepat mengiyakannya. Inisiatif muncul dari dalam dirinya untuk memegang kedua bahu Jisoo dan menarik tubuhnya mendekati sang dokter.
"Mmhh.." di awali dengan sebuah kecupan hangat, ciuman mereka mulai memanas, keduanya mulai saling melumat sampai menimbulkan suara decakan yang bisa meningkatkan gairah satu sama lain. 1 menit berlalu, Jennie tiba-tiba menjauhkan tubuhnya dari Jisoo.
"Hahh.. Haa...Hahh.." napasnya memburu.
"Hmm? Kenapa?" Jisoo yang kebingungan mendongak untuk menatap ke arah Jennie.
"Sebentar.. Hufft.. Aku tidak bisa bernapas.. Apa yang terjadi denganmu dok? Kau tidak biasanya menciumku seperti ini.. Sangat agresif.."
"Hmm? Kau tidak suka?" Salah satu tangannya mulai bergerilya ke balik dress merah muda yang Jennie gunakan, membelai kulit pahanya yang mulus sampai ia menyentuh celana dalam putih berenda yang gadis itu pakai.
"Hmm, tidak.. I-itu hanya.."
Sluurrpp..
Sebuah kecupan mendarat di leher Jennie. "Ahh.."
"Bibirmu adalah bibir termanis yang pernah aku cium, Jen.. Aku tidak pernah bisa berhenti mencumbunya."
"Ahh.." Jisoo mengeluarkan keahliannya dalam membangkitkan gairah seorang wanita, ia mulai menjilat cuping telinga Jennie, memberikan sedikit rangsangan yang baru untuk gadis itu.
Dengan satu tangan Jisoo bisa dengan mudah melepaskan ikatan yang mengikat dress itu. "Jen, kenapa kau sangat menggairahkan hmm?" bagian atas tubuhnya sudah mulai turun bagian bawahnya juga sudah mulai tersingkap, Jennie hanya bisa pasrah sambil merasakan rangsangan yang tak berhenti di berikan oleh Jisoo. "Kau tau Jen, aku begitu menderita menahan semua gairah ini..?"
"Ahhh.." sebuah remasan di payudara kirinya membuat Jennie kembali melepaskan desahan dari mulutnya.
"Sayang.. Kau sangat cantik.." Jennie mulai mempererat pelukannya pada tubuh Jisoo, dengan refleks ia mulai mendongak dan mendesah terus menerus.
"A-aku tidak bisa menahannya lagi.. Aku tidak bisa menahan perasaan ini lebih lama lagi.. Aku menginginkannya.. Aku menginginkan gadis ini sekarang juga.."
Jisoo sudah gerah, ia ingin segera telanjang dan bercinta rasanya. "Jen.. Aku mencintai.."
Ddrrtt... Drrtt...
Ponsel Jisoo berbunyi, sebuah panggilan masuk untuknya menunggu untuk di jawab. "Ada apa ini?" ia pun mengangkat telponnya.
"Ya, dr.Chu disini.."
"Dokter!! Ini Roseanne, dia kecelakaan dan harus segera di operasi, kami membutuhkanmu disini sekarang!!"
"Baiklah, baiklah, aku akan ada disana sebentar lagi." Jennie menatap ke arah Jisoo yang wajahnya menegang.
"Ada pasien yang harus segera di tangani, ini kasus darurat." Jennie tersenyum tenang.
"Pergilah, aku tidak apa-apa, pasienmu harus kau prioritaskan lebih dulu."
"Baiklah." sambil menunggu Jisoo bersiap-siap, Jennie menyiapkan sepatu sang dokter, helm dan kunci motornya di ruang tamu. "Jangan lupa untuk mengunci pintu dan menutup jendelanya ya, jangan lupa juga minum obatmu."
"Iya dok." Jisoo mulai terduduk dan mengenakan sepatunya.
"Aku akan segera pulang setelah operasi dan urusan lainnya selesai."
"Baiklah, aku mengerti." tiba-tiba tangan Jisoo meraba ke arah telinga Jennie.
Cuupp..
Lagi-lagi Jisoo mengincar leher Jennie sebagai sasaran kecupannya kali ini. "Aku selalu bersamamu.." ucapnya sambil memegang kalung emergency yang ia pakai.
"Ada apa dengannya? Apa arti ciuman itu?"
***
Jisoo yang sudah sampai di rumah sakit segera masuk ke ruang ICU dengan tergesa-gesa. "Aku sudah disini, bagaimana keadaan pasien?"
"Masih bingung dok, cedera yang terlihat sepertinya lebih banyak di daerah kepalanya."
"Baiklah, persiapkan dia untuk segera masuk ke ruang operasi segera."
"Tanda-tanda vitalnya masih stabil tapi ada beberapa titik pendarahan di dalam rongga dadanya."
Jisoo segera berganti pakaian, ia memasuki ruang operasi dimana Rose berada. "Roseanne.."
Biipp.. Biipp.. Bippp..
Hanya bunyi alat EKG saja yang menjawab ucapan Jisoo sedangkan Rose terbaring lemah tak berdaya dengan banyak alat medis yang terpasang di tubuhnya. Perban melilit kepala bagian atasnya, mata kirinya juga tertutup perban, banyak jejas di sekujur tubuhnya, pemandangan yang sangat miris untuk Jisoo.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [END]
FanfictionKim Jennie, seorang gadis muda yang selalu berharap jika hari esok bukanlah hari terakhir dalam hidupnya. Suatu harapan dan dukungan dari keluarganya yang selalu menguatkan gadis itu, sampai suatu saat harapan itu berubah menjadi seseorang yang menj...