Dua buah helm tersimpan di atas meja dengan rapi, langit pun sudah berubah menjadi gelap, waktu menunjukan hampir tengah malam.
"Sudah hampir tengah malam, aku harus dinas pagi besok." ucap Jisoo sambil meraih jam tangannya yang ia simpan di sofa. "Jen, kau belum minum obat sejak kita sampai di rumah tadi ya? Jangan lupa minum obatnya setelah kau selesai mandi ya, aku simpan obatnya di meja.."
"Baiklah!!" pekik gadis itu dari dalam kamar mandi.
Jisoo membuka sebuah tas kecil yang berisikan semua obat yang Jennie butuhkan. "Lah? Tinggal sedikit lagi? Yang ini tinggal 2 butir lagi." Jisoo melihat Jennie yang sudah keluar dari kamar mandi dan masuk ke kamarnya. "Kemari Jen! Kenapa kau tidak bilang kalau obatmu sudah hampir habis? Bisa bahaya kalau kau tidak punya persediaan lagi." Jisoo yang awalnya biasa saja, segera berubah menjadi geram bercampur panik.
"Wooo, suaramu itu kencang sekali kalau sedang ketakutan.." Jennie berjalan mendekatinya sambil mengenakan sendal berbentuk kelinci putih lucu. "Aku baru saja mau memberitahukannya padamu.." kedua tangannya sibuk menggosok rambutnya yang masih basah.
"Bagaimana kalau kau pingsan tiba-tiba waktu aku belum memberikannya lagi? Bagaimana kalau kau kambuh tiba-tiba?"
"Iya iya, aku minta maaf dok."
"Atau kau masuk lagi ke rumah sakit seperti dulu hah?" Jennie menggeleng lemah. "Dan kenapa juga rambutmu ini masih basah? Kau tau kan aku punya pengering rambut? Kenapa tidak di pakai? Kau bisa masuk angin nanti." semua racauan itu keluar dari mulut Jisoo begitu saja, Jennie bahkan tak pernah mendapatkan omelan sebanyak ini sebelumnya. Mereka berdiri berhadapan, gadis itu hanya pasrah ketika kedua tangan Jisoo mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
"Pekerjaanku sebagai dokter tidak akan pernah selesai kalau aku harus mengurusmu seperti ini." gerutu Jisoo, namun gadis itu terdiam dan tersenyum dengan penuh arti. "Kenapa kau tersenyum seperti itu?"
"Membayangkan sikap dinginmu waktu dulu, aku tidak menyangka jika kau bisa memiliki sikap yang lembut seperti ini.."
"Helehh.. Dasar.."
Taakkk..
"Awww.." Jisoo menyentil jidat Jennie perlahan namun cukup memberikan gadis itu sebuah rasa sakit.
"Kakakmu itu bisa memotong kepalaku jika aku tidak menjagamu dengan benar. Aku hanya tidak ingin kau terlibat dalam masalah."
Tubuh gadis itu tiba-tiba sedikit lebih maju lagi dan semakin maju. "Hmm, jika kau ingin pekerjaanmu terasa lebih lengkap.."
"Sepertinya posisiku terancam sekarang.." Jisoo sedikit mundur namun ia penasaran dengan ucapan gadis itu.
"Kau bisa memberikan sedikit check up padaku."
".. oleh gadis kecil ini. Aku selalu sadar dengan apa yang aku inginkan.." salah satu lengannya merangkul pinggang kecil gadis itu, sedikit mendekapnya.
"Dan aku tau betul jika aku sangat menginginkan tubuh gadis yang berada di depanku sekarang.." yang di dekap hanya bisa menatap Jisoo dengan tatapan sendu dan rona merahnya.
"Ini bisa menjadi sebuah jebakan yang besar, menjebak arah pikiranku begitu saja jadi gadis ini bisa memenangkan permainan bodohnya tanpa aku sadari jika aku sudah tenggelam jauh ke dalam dirinya.."
Mereka berdua saling menatap ke arah bibir orang di depannya. "Atau mungkin dia juga berpikiran hal yang ssma denganku setelah semua ini terjadi? Tanpa memikirkan aku yang sekarang sudah berada dalam posisi 'Persetan' dengan semua ini.. Jika ia ingin bermain lebih jauh, akan aku layani.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [END]
FanfictionKim Jennie, seorang gadis muda yang selalu berharap jika hari esok bukanlah hari terakhir dalam hidupnya. Suatu harapan dan dukungan dari keluarganya yang selalu menguatkan gadis itu, sampai suatu saat harapan itu berubah menjadi seseorang yang menj...