"Ahhh.. Haa.. Ahh.." Kedua kakinya semakin lama semakin terbuka lebar ia mengikut perasaannya yang semakin tidak karuan setiap kali lidah Jisoo menyapu selangkangannya. "Tung.. Ahh.. T-tunggu dulu.."
Untung saja di atas meja belum di simpan makanan untuk makan malam sampai taplak meja makannya sudah tidak karuan, Jisoo tidak mau mendengar apa yang ingin Jennie katakan padanya.
"Ahh.. Astaga.. Kim Jisoo.." dua jarinya bermain seperti biasa, sama hebatnya. Tapi lagi-lagi ada yang aneh dengan Jennie, permintaannya untuk berhenti seperti tidak biasa, napasnya bahkan sudah tidak teratur. "Jisoo.. berhenti." Tak ada yang bisa menghentikan Jisoo jika mereka sudah bermain panas seperti ini bahkan permintaan Jennie di anggapnya sebagai desahan nikmat. "Kim Jisoo tolong berhenti.." ucap Jennie yang semakin lemah. "Berhenti.."
"Jen?" Jisoo menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Jennie yang menatapnya dengan tatapan sayu.
"Kenapa?" tanya Jennie lirih. "Ada masalah apa?" Jennie sudah tau jika Jisoo sedang memikirkan suatu masalah. "Katakan padaku apa yang sedang kau pikirkan?"
"A-aku.." tangan Jennie membelai pipi Jisoo dengan lembut, ia berusaha untuk membuat Jisoo mengatakan hal yang sebenarnya.
"Terakhir kali kau berlaku seperti ini.." Jennie menarik kekasihnya ke dalam pelukannya. "Ketika kau sedang bermasalah dengan Rose.. Tolong Kim Jisoo, jika kau memiliki masalah, katakan saja padaku.."
"A-aku.." Jisoo memejamkan matanya. "Aku minta maaf Jen.." ia balik membalas pelukan Jennie dan mulai menangis.
***
"Kau tidak akan mendapatkan apapun dariku.." Irene menatap ke arah lantai di tempat ia berdiri sekarang.
"Tidak selama kau bisa melakukannya." jawab Lisa. "Apa kau mau aku membantumu atau aku lebih baik keluar dulu saja agar kau tidak malu?" Lisa berdiri di sudut ruangan sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Hmm.. tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja. Kau seperti yang tidak pernah melihat aku telanjangn saja.." wajah Irene jelas terlihat sangat ragu untuk menuruti apa yang Lisa mau. Tapi meskipun perasaannya sedang campur aduk sekarang, Irene tetap melakukannya, ia melepaskan celana dalamnya perlahan dan menggantinya dengan pakaian yang Lisa mau.
"Hmm.." seringai Lisa.
Lisa di buat takjub sesaat kemudian ketika ia melihat setiap lekuk tubuh Irene yang terlihat sangat seksi dan indah sudah mengenakan lingerie yang terbuat dari bahan kulit berwarna hitam itu. Dengan kedua payudaranya yang membusung dan kedua tangannya yang terikat ke belakang, Lisa merasa ada sesuatu yang tak dapat ia tahan lagi dari dalam dirinya.
"Wow.." Lisa menjilat sudut bibirnya sendiri.
"Uhhh.." tatap Irene malu-malu dengan wajah yang sudah memerah.
"Oh.. Irene.. pakaian itu benar-benar cocok di tubuhmu." Lisa kini sudah menggigit bibir bawahnya. Selain pakaiannya yang hanya terbuat kulit, lingerie itu juga memiliki beberapa ring yang sebagai hiasan dan setiap kali ring itu saling beradu yang menimbulkan suara nyaring, Lisa betul-betul merasa terpanggil untuk segera memulai permainannya. "Melihat dirimu yang diikat dengan seperti ini begitu.. Luar biasa.." salah satu tangan Lisa dengan mudahnya meraba dan mengelus-elus paha kiri Irene dan Irene pun hanya bisa terdiam, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Bagaimana kalau kita tambah dengan ini?" Lisa menyodorkan sebuah penutup mata berwarna hitam dan tanpa ada jawaban dari Irene, Lisa yang sedang berdiri di belakangnya pun segera menutup mata Irene.
Di setiap detiknya, Irene menelan liurnya sendiri, napasnya tidak teratur karena suhu ruangan yang memang dingin tetapi tubuhnya berkeringat membuatnya dirinya semakin tersudutkan pada situasi ini. "Menarik bukan? Kau tidak akan tau apa yang akan aku lakukan padamu, Irene.." begitulah bisik Lisa. "Atau bagian mana yang akan aku sentuh darimu selanjutnya.." setelah selesai memakaikan penutup mata itu, Lisa bergerak ke samping tubuh Irene dan mencubit puting susunya dengan gemas. "Sekarang hibur aku.. Puaskan fetish ku.. Dengan tubuh indahmu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [END]
FanfictionKim Jennie, seorang gadis muda yang selalu berharap jika hari esok bukanlah hari terakhir dalam hidupnya. Suatu harapan dan dukungan dari keluarganya yang selalu menguatkan gadis itu, sampai suatu saat harapan itu berubah menjadi seseorang yang menj...