#39 How?

1.8K 201 7
                                    

Kalau ada typo tolong di komen, biar bisa di perbaiki. :) TK

"Terrnyata kau sangat berhati-hati dalam menjaga privasimu ya."

"Ya, hanya dengan cara itulah, apalagi jika itu sudah menyangkut urusan pribadiku maka aku memang harus menjaganya dengan benar-benar ketat." sang dokter  melihat ke sebuah bingkai foto kecil di atas meja.

"Jadi kau tinggal disini sendirian?"

"Aku mengasumsikan jika saat ini kau sedang menanyakan suamiku, Bambam. Aku hanya mengijinkannya mengetahui sedikit dari banyak hal yang tak seharusnya ia tau tentang diriku." setelah ia selesai berganti pakaian, wanita itu keluar menyambut Irene. "Dan disini tidak ada orang lain selain kita berdua saja. Aku minta maaf karena harus membuatmu menunggu, dr.Irene. Aku sangat menghargaimu karena sudah mau menerima tawaran dariku."

Lisa menuangkan sebotol anggur ke dua gelas yang sedang ia pegang. "Kau ingin minum sesuatu?"

"Oh iya, terima kasih."

"Tidak banyak tamu yang datang kemari." Lisa mulai mendekat dan berbicara dengan sedikit berbisik. "Tidak ada, jika mereka tidak mendapatkan perhatian dariku." Irene pun menerima gelas yang berisikan anggur pemberian Lisa. 

"Jadi bisa saja kan aku berkata jika aku adalah orang yang beruntung di antara kita berdua?" seringainya lagi.

***

"Huff.. Hhaaa.. Ahh, Jen, lebih cepat lagi.." sang dokter masih terbaring lemas di lantai saat dua jari mungil dari kekasihnya masih terus melesak masuk dan keluar berirama ke dalam tubuhnya. Tak cukup hanya dengan dua jari, Jennie pun memainkan klitoris sang dokter dengan ujung lidah lancipnya.

"Haa.. Ahh.."

"Astaga jangan  berhenti Jen.." dengan agresif Jennie membalikkan tubuh Jisoo dari posisi terlentang menjadi membelakanginya dan ia semakin cepat menggerakan dua jarinya.

"I love you, Chu.." ucap Jennie sambil mencium bibir Jisoo saat Jisoo meraih puncak kenikmatannya.

***

"Bagaimana ya aku menyebutnya, hubungan antara aku dan suamiku, sepertinya sangatlah rumit, bahkan lebih dari sangat." Lisa beranjak dari duduknya. "Kita memang menikah secara legal, tapi dia bukanlah tipe lelaki yang bisa berada di atasku dalam segala hal."

"Oh jadi kau ini bisa di bilang sebagai orang yang lebih inisiatif duluan?" Lisa pun berdiri di depan Irene yang masih terduduk dan sesekali menyesap anggur miliknya.

"Itu tergantung, aku bisa saja merubah posisinya jika memang harus, itu semua bagaimana lawan mainku." suaranya terdengar sangat berat dan dalam, salah satu lutut Lisa sedikit menggesek lutut Irene dan membuatnya sedikit demi sedikit mulai terbuka. "Meskipun bisa saja aku bilang jika aku lebih nyaman menjadi orang yang lebih dominan." Irene melirik dengan tajam apa maksud Lisa barusan. "Bagaimana denganmu Irene? Apakah kau bersedia untuk mengisi posisi lawan mainku untuk malam ini?" Lisa benar-benar mulai mengikis jarak di antara mereka sekarang.

"Tawaran yang menarik, bagaimana kalau kau memberi aku contohnya sebelum aku mengambil keputusan?"

"Bisa saja jika memang itu yang kau inginkan.." Lisa menarik dagu Irene. "Bagaimana kalau kita langsung saja ke intinya tanpa harus banyak basa basi hmmm?"

***

"Hehe, bagaimana barusan? Apakah aku melakukannya dengan benar?" Jennie segera memberondong Jisoo dengan nada bicara ceria, seolah-olah ia tidak baru saja selesai bercinta.

"Mmmhh.." Jisoo memungut kaos biru yang Jennie lempar ke sembarang arah dan memakainya, tampak sekilas jika wajahnya masih memerah dan tubuhnya terasa sangat lemas.

"Apa yang sekarang kau rasakan? Berapa nilainya? 10/10? Kau harusnya melihat ekspresimu barusan, sangat lucu!!"

"Arrgghh, dasar kau gadis kecil nakal jangan pernah kau seperti itu lagi, aku tidak akan melakukannya jika tidak denganmu!!" Jisoo mencubit kedua pipi Jennie yang sudah berbentuk seperti bakpau itu dengan gemas, sang dokter pun berbalik hendak menuju kamarnya.

Grrrpp..

"Hmm? Jen..?"

"Aku ingin kau merasa bahagia dan aku ingin menjadi bagian dari orang yang membuatmu merasa bahagia."

"Hehe.." Jisoo mengecup pucuk kepala Jennie dengan lembut. "Astaga, dasar kau itu, bahkan melihatmu tersenyum saja aku sudah merasa bahagia. Tapi ya.. Aku merasa yang barusan itu enak." Jisoo menutup mulutnya saat ia akhirnya mengungkapkan bagaimana kerja keras Jennie dan senyuman licik pun tergambar jelas di sudut bibir Jennie.

"Astaga, aku benar-benar mencintaimu Jen.. Semakin hari, rasa itu malah semakin kuat."

"Jen.."

"Iya?"

"Hanya memikirkan bagaimana rasa sakit dan penderitaan yang kau rasakan, kau harus segera sembuh.."

"Jisoo-ya.." tak terasa sebuah tetesan air mata mengenai pipi Jennie.

"Ini sudah cukup membuatku sakit hati, Jennie Kim, aku hanya berharap jika aku bisa menggantikan posisimu agar kau tidak perlu lagi merasakan semua itu.."

"Jisoo-ya, kenapa kau menangis? Ada apa? Kita tidak perlu lagi bermain pedang-pedangan jika kau tidak menyukainya.." Jennie menangkup kedua pipi Jisoo dan menatapnya dengan wajah khawatir.

"Tetaplah  bersamaku, Jen.." Jisoo pun tak menjawab pertanyaan Jennie dan lebih memilih untuk memeluknya dengan erat. "Ku mohon tetaplah bersamaku, aku tidak tau bagaimana hidupku tanpa adanya dirimu.."

***

Mungkin meminum beberapa teguk alkohol bisa membuat tubuhmu merasa sedikit hangat, tapi di sebuah kamar dengan desain yang sangat mewah terasa berbeda. Hangat hawa di kamar ini sama hangatnya dengan setiap desahan napas yang dikeluarkan oleh dua orang wanita yang sudah bergumul di atas ranjang tanpa mengenakan satu helai pakaian.

"Ahhh.. astaga, Nyonya Lisa.." kedua kaki sang dokter di paksa untuk menekuk hingga menyentuh kedua buah dadanya sendiri sedangkan wanita yang namanya baru saja ia sebutkan dengan keringat yang sudah bercucuran masih menggarap tubuh sang dokter dengan kedua jarinya. "Iya.. Iya.. seperti itu.. Ahhh.. Astaga aku keluarr.." tak ada ekspresi lain yang Lisa perlihatkan selain ekspresi arogannya.

Lisa menarik dagu Irene dan mencumbunya dengan sedikit kasar, kemudian mendorong kepalanya kembali ke bantal, membiarkan kedua buah dada sang dokter mengikuti irama napasnya yang tak terkendali.

"Ada apa? Kau merasa kesulitan bernapas?"

"Hahhh. Hhaa.."

"Jadi, apakah ini adalah contoh yang kau sukai?" Lisa menahan beban tubuhnya tepat di atas Irene.

"Hmm.. I-iya Ma'am, aku menyukainya.. sangat.. Ini bahkan di luar dugaanku.."

"Ya bisa ku bilang jika tubuh seksimu ini juga turut andil dalam membangkitkan gairahku, sudah cukup contoh untuk hari ini." Irene pun terduduk dan memperhatikan betapa menakjubkannya lekuk tubuh Lisa. "Jika kau mengira permainan tadi adalah permainan yang cukup memuaskan, kau hanya belum saja memainkan permainan yang lebih panas dari ini, dokter.."

***

Stay Alive [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang