Buruk.

9 0 0
                                    

16 september.

"ENGGAK"Semua yang ada diruangan itu refleks mendongak menatap kearah seorang gadis yang baru saja memekik.

"Aruna"Tegur pria yang duduk disamping kanan gadis itu.

"Ini bisa dibicarakan baik-baik"Wanita disebelah kirinya berusaha membujuk.

Terlalu keras,semua orang menyadari dan tahu betul tentang itu,tidak dari mulutnya adalah sesuatu yang mutlak,iya nya adalah kemustahilan.

Menolak keras tentang acara yang mereka sebut pengenalan itu padahal gadis itu tahu betul jika kata PENGENALAN tidak lebih dari kata yang diperhalus dari PERJODOHAN.Terpojok,manyesal karena mengiyakan ajakan sang Papa untuk ikut makan malam diluar andai bukan karena iming-iming album SENORITA dan Album PERSONA gadis itu jelas menolak mentah-mentah.

Gadis itu jelas bisa melihat jika cowok yang kini duduk persis dihadapannya juga ikut kaget karena penolakannya yang terlalu terang-terangan.

"Kamu bisa pikir-pikir dulu"Kata wanita yang duduk disebrang meja.

Gadis itu memandang mereka semua dengan pandangan jengah,baiklah mereka sudah tidak hidup dijaman 70an perjodohan semacam ini terdengar konyol belum lagi mereka sama sekali tidak saling mengenal.

"Raka anaknya baik kok"Wanita itu kembali berusaha membujuk.

Rahma menggeleng apa yang mereka lihat dari dirinya selain tangan kaki mulut,mata,lisan dan otak, tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya.

"Saya yang nggak baik"Katanya dingin.

"Raka bisa buat kamu baik"Katanya.

Gadis itu hanya pernah membaca cerita saat malah pihak cowok yang menentang,dan pihak cewek yang menginginkan, tapi sekarang malah dia yang ingin dijadikan BAIK ini terdengar aneh, iya Rahma yang aneh.

"Saya itu keras, saya nggak bisa lunak cuman karena harus menghargai anda, saya nggak mau"Katanya.

Pria yang duduk disamping kanannya menatap dengan sorot tidak bisa dibaca ada kekecewaan disana tapi Rahma tidak peduli.

"Kita bisa coba dulu"Cowok yang sedari tadi diam akhirnya mengeluarkan suara.

"Ini bukan masalah kecil yang bisa dicoba-coba, ini bukan permainan"Mendengar itu cowok yang duduk dihadapan gadis itu meringis.

"RAHMA"tegur pria disebelah kanannya dengan suara yang keras.

Mendengar nada keras itu Rahma memejamkan matanya sejenak, dia tidak bodoh teguran seperti itu sangat jarang dia dengar itu artinya kesalahannya benar-benar fatal.

"Oke"Finalnya semua yang ada ditempat itu tersenyum, Mamanya sampai memeluknya.

"terima kasih"Kata wanita disebrang meja.

Cowok yang duduk didepannya menaikkan sebuah kotak yang tak perlu dipertanyakan apa yang ada didalamnya.

Dia tidak suka sesuatu yang seharusnya hanya mereka yang tahu bisa saja bocor ke orang banyak saat mereka melihat sesuatu yang melingkari jari manisnya.

Cowok itu menjulurkan tangannya bermaksud memasangkan cincin pada jari manis gadis didepannya, bukankah diawal sudah diberi tahu jika dia adalah sosok yang terlewat kaku?

"Saya bisa sendiri"Katanya dingin.

Cowok itu mengangguk tak lama dia menggeser kotak itu,gadis di sebrang meja mengambil sebuah cincin dari dalam kotak lalu memasangnya dijari manisnya.

Rahma gadis itu tersenyum sinis,dalam otaknya saat ini hanya pikiran bahwa cincin itu tidak akan bertahan lama, entah dia yang akan melepaskan ataukah cowok itu yang memintanya dan lebih memilih menyerah.

Andai bisa memilih gadis itu lebih memilih opsi kedua.

***
Setelah acara membuang-buang waktu itu selesai, disinilah dia sekarang bersama dengan cowok yang dia tahu hanya sebatas nama.

Katanya namanya Raka anak kedua dari tiga bersaudara, menempuh pendidikan SMP di salah satu sekolah elit, tak heran jika cowok itu terlihat gaul.

Keheningan seolah mengunci keduanya disalah satu mobil yang sedang melaju,sedari tadi yang dilakukan gadis itu hanya menatap kearah jendela seolah apa yang ada diluar sana jauh lebih baik dari apa yang ada disekitarnya.

Terjebak untuk kesekian kalinya,bukan hanya harus menerima perjodohan tapi juga harus rela diantar pulang oleh si cowok.

"Nggak papa, gue bakal nyerah kalau emang gue nggak kuat"Katanya tiba-tiba.

"Lo nggak bakal kuat"Gadis itu berkata tanpa memandangi lawan bicaranya.

Raka,cowok itu hanya tersenyum tipis, itu bukan masalah besar hari ini mungkin dia berkata tidak tapi esok siapa yang bisa menebak jika hati nya memang akan berbalik?

Gadis itu membawa dirinya keluar dari mobil,tanpa kata dan tanpa menengok.

"Gue tahu lo nggak mau,tapi nggak ada salahnya buat nyoba"perkataan lantang itu sukses menghentikan langkahnya.

"Saya bukan orang yang baik,dan lagi ini bukan permainan,atau ajang coba-coba"Balas gadis itu sambil memutar badannya menghadap langsung kearah cowok itu.

"Kita bisa saling memperbaiki diri,gue juga bukan orang baik, tapi gue tahu Mama ngga mungkin salah orang"Katanya lalu kembali memasuki mobil dan pergi.

Gadis itu mematung.

"Mama nggak mungkin salah orang"

Kata-kata itu terus menerus tergiang dipikiran gadis itu,apa yang baik darinya sungguh dia bukan gadis yang baik dia bahkan meninggalkan Shalat lima waktu hanya karena kemalasannya yang mengangkasa.

Kawannya Haeria pernah sekali berkata padanya jika laki-laki baik akan bertemu dengan wanita yang baik pula, lalu apa yang dia lihat darinya?

Baik?Astaga dia jauh dari kata itu,andai dia tahu sosok gadis yang kini resmi bertunangan dengannya diikat oleh sepasang cincin itu bukalah gadis baik-baik apa dia akan tetap tinggal.

Gadis itu tidak akan mengelak jika waktu bisa saja mempermainkan dirinya waktu bisa saja berbalik menyerang dirinya dia yang tidak ingin bisa saja lebih menginginkan di esok hari itu yang dia takutkan.

Dengan wajah dingin dia melangkah memasuki rumah miliknya sang papa sudah menunggu dengan senyum manis Rahma bahkan lupa kapan terakhir kali dia membuat sang papa bahagia.

Rahma tidak merespon lebih dia melangkah masuk,matanya menangkap sang mama yang kini juga ikut menatapnya dengan senyum,apa mereka begitu bahagia? Bagaimana dengan dirinya bukankah setelah ini dia tidak akan sebebas dulu.

Memikirkan berbagai kemungkinan itu membuat kepalanya hampir meledak dia menaiki tangga masuk kekamar miliknya.

Deringan ponsel gadis itu memenuhi seluruh ruangan dia mengecek nomor tidak dikenal.

Selama beberapa saat gadis itu hanya mendiami hingga kesabarannya benar-benar di ujung tanduk dia memilih menyerah.

"Siapa?"Dia terlalu malas berbasa basi.

"Ini gue"Kata sosok itu disebrang sana.

Lo gue ayolah ternyata dia tidak sesuci itu "Kenapa?"Tanyanya.

"Enggak papa,udah shalat?"Dia bertanya.

"Lagi enggak"Alibinya.

"Oh oke"Dia terdengar sangat paham.

"Masih ada yang mau lo omongin?kalau nggak gue tutup"

"Selamat malam Aruna"Katanya lalu sambungan terputus.

Aruna hanya sang ayah yang selalu aktif memanggilnya dengan sebutan itu,gadis itu bahkan kadang tidak menengok sama sekali saat ayahnya memanggilanya dengan nama itu.

Itu memuakkan menurutnya.

---------

Mungkin ada dari kalian yang mikir kalau ini sama dengan cerita yang satunya! Maaf ini beda kalian bisa baca dan tunggu buat tahu apa yang membedakan lapak ini dan lapak yang satunya!

Terima kasih sudah baca! :)

Matahari untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang