Sebenarnya

2 0 0
                                    

"Sejatinya hanya kasih sayang yang harus kau pertebal padaku bukan pada orang lain"

~Aruna
__________


Saat ini Raka sudah berada di depan  kelas XII IPS 4,dia sudah berada disana sekitar lima belas menit setelah bell pulang berbunyi.

Dia mulai terlihat galisah saat seseorang yang sedari tadi ia tunggu masih belum keluar, berbeda dengan Raka yang tidak tenang Vano terlihat biasa saja dia bahkan memainkan game di ponsel miliknya.

Merasa penasaran Raka mendekat ke arah pintu,hanya kelas gadis itu yang satupun dari masyarakatnya belum ada yang meninggalkan kelas,pintu terbuka perlahan, pemandangan yang menyambut mata Raka hanya segerombolan orang yang duduk sambil merunduk memainkan ponsel masing-masing.

Raka mendekat ke arah gadis itu,mencolek lengan kiri miliknya seolah memberitahu perihal keberadaan cowok itu.

"Apa?"Katanya.

"Enggak balik?"Raka duduk disisi lenggang sebelah kiri gadis itu,duduk dilantai.

"Nanti"Jawabnya lalu kembali fokus pada ponsel miliknya.

Raka manggapai tangan gadis itu lalu menggenggamnya,alis cowok itu menaut seolah sangat heran karena respon pemilik tangan jauh dari Ekspektasinya,tadinya dia berfikir jika Rahma akan marah dan dengan cepat menarik tangannya menjauh tapi saat ini gadis itu bahkan terlihat biasa saja.

Raka tersenyum,mulai bosan dia memainkan jari tangan gadis itu,Rahma menatap ke arahnya saat Raka berkali-kali mencium telapak tangan miliknya.

Bau minyak kayu putih,Raka menyukai itu,tidak sampai disana cowok itu kembali beraksi dengan menempelkan telapak tangan itu didada miliknya,Rahma tersentak merasa jika jantung Raka berpacu dengan cepat dan tidak normal.

Dia mematap Raka dengan bingung,tidak berbeda jauh darinya saat ini jantungnya juga tidak kalah menggila.

"Ngapain sih?"

"Biar kamu tahu kalau aku masih hidup"Raka seolah mengkode agar gadis itu menyadari keberadaan.

Sedari tadi dia hanya fokus ke ponsel miliknya dan Raka terganggu dengan itu.

"Bentar lagi selesai"Katanya sambil memperlihatkan layar ponsel miliknya.

Raka mendengus tidak suka saat tahu apa yang sedang gadis itu lakukan,dia mendownload banyak vidio milik orang-orang yang ada di kamar gadis itu,cowok dengan rambut warna warni bagai gulali itu.

"Mama udah bilang loh,jangan pulang telat"Raka mengingatkan, tapi gadis itu malah menjambak pelan rambut miliknya,seolah menyuruh dirinya untuk diam.

Sepuluh menit berlalu tapi masih tidak terjadi perubahan "Masih lama nggak sih?"Raka bertanya kesal.

Tidak ada jawaban dia melepas genggaman tangan gadis itu, lalu membuang pandangannya.

"Cepat, aku ngantuk"Katanya lagi dan masih tidak menerima jawaban.

"Aiss"

"Pulang sekarang"Lagi-lagi hanya suara Raka yang terdengar.

"Yang"

"Sayang"

Rahma menoleh dengan cepat "Sayang-sayang pala lo"Katanya sarkas,bukannya marah Raka malah terkekeh.

Setelah menghabiskan waktu hampir satu jam, akhirnya saat ini mereka sudah ada dikoridor depan berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggandeng, eh atau mungkin Raka yang menggandeng tangan gadis itu sedangkan dia hanya diam dan tidak memberikan reaksi berlebih.

"Mau nyari sepatu sekarang?"Rahma bertanya saat Raka membukakan pintu mobil untuknya.

Cowok itu menaikkan sebelah alisnya,tampak berfikir "Nanti mama marah,lain kali aja"Katanya setelah beberapa menit berfikir.

Ingatannya masih mulus mengingat saat Mama Lia memberi amanah agar pulang dengan cepat dan tidak mampir sana sini.

"Gue maunya sekarang"Balas gadis itu, terdengar tidak ingin dibantah.

"Lain kali aja"Raka berucap seraya mendorong pelan bahu gadis itu agar segera masuk ke dalam mobil.

Cowok itu mengitari mobil lalu masuk ke dalam, dia melirik gadis itu dia tampak tidak terima dengan keputusan Raka, apa dia tidak ingin pulang.

"Yaudah kita cari sekarang"Raka menghembus nafas berat setelah mengatakan itu.

Tidak ada jawabannya,hanya senyum kecil dan sudah sangat cukup untuk Raka.

....

Setelah menempuh perjalanan dengan keheningan,saat ini keduanya sudah berada disalah satu pusat perbelanjaan,setelah memarkir kendaraan, keduanya mulai berjalan.

"Aku gandeng?"Raka bertanya sambil tersenyum.

Tidak ada jawaban,lebih pada tindakan gadis itu dengan cepat meraih tangan Raka dan menautkan jari keduanya,Raka tersenyum senang.

Mereka seketika menjadi pusat perhatian,tatapan semua orang seolah terus menatap ke duannya,atau mungkin hanya ke arah soerang Raka Angkara.

Dengan balutan celana abu-abu sekolah dan hoodie berwarna hitam serta rambut acak acakkan,siapa yang tidak akan terpesona melihat pemandangan seperti itu, belum lagi senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya lebih menambah kadar ke gantengan cowok itu.

Rahma manaikkan sebelah alisnya saat Raka tiba-tiba menghentikan langkahnya,lalu berbalik dengan cepat seolah baru saja melihat pemandangan horor.

"Kenapa sih?"Rahma bertanya bingung.

"Ada Mama"Balas Raka.

Saat ini dia harus mencari alasan yang tepat agar wanita itu tidak merah kepadanya,dia membawa anak gadisnya pergi saat keadaannya belum benar-benar baik.

"Kenapa emangnya kalau ada mama?"Raka menoleh dengan cepat saat Rahma mengatakan itu.

"Nggak enak,tadi udah janji abis sekolah bubar langsung pulang"Balasnya.

Rahma tidak membalas dia membalikkan badan mencari ke beradaan mamanya yang katanya ada disana.

Sebelah alis gadis itu terangkat senyum sinis langsung tercetak jelas dibibir miliknya, pemandangan luar biasa,saat ini dimata gadis itu mamanya sudah selayaknya orang tua yang sangat menyayangi anaknya,lebih tepatnya anak orang lain.

"Dia bareng Cio?"Raka bertanya.

"Hemm"Hanya gumaman yang berhasil membuat Raka menerka apa yang saat ini gadis itu rasakan.

"Akrab ya! Mama kayaknya suka banget sama anak kecil"Raka mencoba memancing keadaan.

"Hemm! Suka anak kecil? Omong kosong"Katanya dengan lirih.

Raka mendengar itu,saat ini pikiran Raka tidak mungkin meleset jika gadis itu sedang dalam fase cemburu dengan seorang anak kecil yang bahkan tidak tahu apa-apa.

"Mau pulang aja?"Raka memcoba mengerti keadaan.

"Iya"Balasnya cepat lalu berbalik dan melangkah lebih dulu, tautan tangan keduannya terlepas begitu saja.

Disetiap persinggahan saat Raka mulai merasa jika mereka semakin dekat gadis itu selalu saja berusaha menegaskan jika dia hanya tidak suka berbelit dan lebih memilih mempercepat segalanya,seperti saat Raka bertanya apa boleh menggandeng tangannya,Raka tahu dia bukan ingin tapi malas berdebat dan memilih menggandeng lebih dulu.

Raka lagi-lagi ditampar kenyataan dan tertinggal dipersimpangan yang sudah mereka sepakati,dia melangkah sedikit berlari saat punggung gadis itu sudah semakin menjauh,dia sudah terlanjur bermain akan sangat pengecut jika dia menyerah di tengah jalan,tidak ada yang bisa memastikan bagaimana ini akan berakhir, jalan satu-satunya hanya terus berjalan dan berusaha walaupun yang dia hadapi adalah sosok dengan dinding es yang luar biasa tebal.

-----------

Halloo

Voteee

Matahari untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang