Volli dan sepatu

2 0 0
                                    


"Jika orangnya masih kamu,pantang bagiku untuk mundur!"

~Raka Angkara


Sesuai janji gadis itu untuk membuatkan puisi kepada sosok cowok idaman,malam ini dia sukses berkutat dengan kertas berwarna putih dan pena di tangannya.

Dia sedikit pusing harus bertema apa puisi yang akan dia buat,sebuah pengakuan akan rasa ataukah bocoran tentang rasa sepihaknya atau mungkin lama waktunya yang habis untuk menunggu.

Rahma bisa saja asal menulis tapi berhubung kali ini sosok yang meminta dibuatkan adalah seseorang yang begitu didambakan dia harus bisa membuat segalanya menjadi indah.

Deringan dari ponsel gadis itu berhasil memecah konsentrasinya,dia dengan malas melangkah mendekat ke arah kasur dan mengambil ponsel miliknya.

Raka Angkara.

Tertera besar di layar ponsel itu,dia mendengus,kenapa cowok itu menelpon dirinya malam-malam begini.

Dengan wajah yang luar biasa malas dia menekan tombol hijau.

"Hei?"Suara Raka terdengar dari ujung sana.

"Waalaikumsalam"Rahma memang bukan sosok yang suci tapi dia masih tahu betul adab menelpon yang baik.

"Eh maaf! Assalamualaikum"Raka memulai kembali,memperbaiki kalimat sapanya.

"Waalaikumsalam"

"Dimana?"

"Rumah"

"Lo nggak ada niatan keluar malam ini?"

"Enggak"

"Lo lagi sibuk ya?"

"Banget"

Raka menenguk ludahnya dengan susah payah,niat awalnya dia ingin mengajak gadis itu keluar tapi ungkapan terang-terangan gadis itu yang secara tidak langsung sudah mengerti kemana arah pembicaraan Raka,dia tidak hanya sibuk tapi sangat sibuk, Raka cukup tahu diri.

"Gue mau beli sepatu! Lo nggak bisa nemenin gue?"

"Enggak,lain kali aja"

"Tapi gue maunya sekarang"Raka tetap kekeh.

"Kalau sekarang gue nggak bisa"

"Lo lagi ngapain sih? Tugas lo banyak?"

"Lagi buat puisi"Gadis itu terlalu jujur.

Sangkin jujurnya Raka sampai tertampar kenyataan pahit diperpustakann,gadis itu menolak ajakannya karena membuatkan puisi untuk seseorang,si penganggu itu.

"Yaudah,gue pergi bareng Sindi! Nggak papa kan?"Raka mendatarkan wajahnya saat berkata demikian.

"Terserah"Balas gadis itu masa bodoh.

Rahma memutuskan sambungan telpon saat dia rasa tidak ada lagi yang harus mereka bicarakan.

Gadis itu melangkah kembali kemeja belajar miliknya,mengambil pena dan mulai menulis.

Matahari untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang