Yudha meraih sandaran kursi dengan hati-hati sebelum menjatuhkan dirinya di sana. Baru mencoba meredakan nafasnya yang tersengal-sengal. Sepertinya tubuhnya sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi. Hanya seharian terjebak macet sudah kepayahan. Tenggorokannya sebenarnya haus, namun dia sudah tidak sanggup jika harus bangkit mengambil minum. Jadi ditahannya.
Yudha tercenung mengingat Bella. Bocah ayu yang banyak celotehnya itu sudah dewasa. Tambah cantik, tetapi seolah sudah hilang binar ceria di matanya. Mungkin sudah banyak hal terjadi padanya selama ini. Di mata Yudha, Bella mungkin tumbuh dewasa dengan baik. Sayangnya kehilangan jati dirinya.
Seorang pemuda gagah membuka pintu, membuyarkan lamunan Yudha.
"Papa kapan kembali?"
Tanya pemuda itu. Dia bertanya tapi tak melihat ke arah Yudha sama sekali. Malah sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Yudha sengaja tidak menjawab untuk menguji apakah akan ada lanjutan pertanyaan untuknya. Nyatanya tidak ada.
"Rama.."
Panggil Yudha pada putra tunggalnya itu.
"Hm..?"
Hanya itu sahutan yang diberikan Rama. Sama sekali tidak terlihat peduli dengan panggilan papanya. Yudha menghela nafas besar, takut mendadak sesak.
"Papa kamu mau menikahi seseorang"
Ucapan Yudha kali ini sukses menarik perhatian Rama. Dia sampai meletakkan kertas di tangannya dan menatap bingung ke arah Yudha.
"Papa sudah pikun ya? Kan Rama sudah menikah"
Tanya Rama dengan ekspresi khawatir. Kesehatan papanya memang terkadang memburuk kalau sedang kelelahan. Yudha menjawab Rama sambil tersenyum.
"Menikah lagi, dengan anak sahabat papa"
Entah bercanda atau tidak, ada amarah yang langsung muncul di hati Rama. Dia membanting kertas-kertas di tangannya. Dan mulai bicara dengan nada tinggi.
"Apa papa tidak memikirkan perasaan Arimbi? Bisa-bisanya meminta Rama menduakan dia"
Yudha hanya diam. Dia masih menatap Rama dengan tersenyum. Menunggu Rama menumpahkan seluruh emosinya.
"Oh..apa ini karena kami belum punya anak? Anak itu rejeki Pa, sudah ada yang mengatur. Lagipula punya anak atau tidak, Rama itu cintanya pada Arimbi. Tidak bisa dibagi-bagi"
Seru Rama lagi. Rasanya seluruh ototnya sudah menegang menahan luapan hatinya. Kalau bukan orang tua, mungkin Rama akan memilih menggunakan tangannya daripada omongan.
"Ya sudah, kalau Rama tidak mau, biar papa saja yang menikah dengan dia"
Rama hanya bisa menggaruk kepalanya frustasi. Ide gila apalagi yang dimiliki papanya itu, yang sudah masuk usia pensiun. Menikah dengan yang seumuran saja Rama tidak akan mengijinkan, apalagi dengan yang masih muda. Rama tidak suka ada wanita yang menggantikan posisi mamanya. Dia percaya bahwa ikatan pernikahan itu harus dijaga sampai mati. Hanya dengan satu orang. Makanya papanya tetap menduda meski mamanya telah tiada sejak 20 tahun yang lalu. Rama selalu menutup pintu bagi wanita yang berpotensi menjadi mama barunya.
Rama merasa bahwa dia tidak akan bisa menahan amarahnya lebih jauh. Dia memilih mengakhiri pembicaraan dan keluar dari kamar hotel. Jawaban yang diberikan pada papanya adalah suara pintu yang dibanting keras.
Yudha hanya memandangi pintu yang tertutup itu. Mungkin karena dia sudah tua, tangannya gampang gemetar. Sehingga dia harus menenangkan dirinya dulu. Tetapi satu hal yang dia tahu. Bukan hanya Bella, Rama pun dewasa dengan menjadi orang yang berbeda. Mungkin karena dia sudah tua, hingga matanya tak lagi bisa melihat putra kebanggaannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir (Tamat) | Segera Terbit
Romance"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Menjadi wanita yang hadir di antara pernikahan orang lain? Sudah pasti dilabeli sebagai pelakor, perusak rumah tangga oran...