Ironi

12K 857 58
                                    

Malam semakin larut. Rumah itu juga telah sepi. Bahkan lampu di sebagian rumah telah dimatikan. Penghuninya telah bersiap mengulas mimpi. Sementara dua orang itu masih terjaga.

Hanya punggung mereka yang saling berhadapan. Seolah berdiskusi, mengucapkan isi pikiran yang menggelayuti mereka. Menikmati waktu malam dan kelelahan.

Bella menatap dinding di depannya. Melihat foto Arimbi yang seolah mengawasinya. Ia merasa bersalah tidur di tempat wanita itu. Membuat seluruh inderanya tetap hidup.  Mendengarkan dengan seksama suara detak jam yang membelah kesunyian. Matanya pun enggan terpejam.

Bella sebenarnya sedikit gerah. Meskipun AC menyala dengan normal, tidak cukup menyejukkannya. Mungkin karena dia telah terbiasa hidup di Kota Malang yang notabene dingin. Namun ia segan untuk bergerak menyingkap selimut di tubuhnya. Sadar betul ada pria di belakangnya. Bella merasa tak pantas membiarkan tubuhnya terbuka.

Di sisi lain, Rama juga tak bisa tenang. Meskipun ia lelah, matanya masih terbuka menikmati pemandangan temaram di kamarnya. Ia sedikit meringkuk merasa dingin. Dengan suhu AC seperti ini, dia biasanya memakai selimut. Hanya saja tidak mungkin baginya berbagi selimut dengan wanita selain Arimbi.

Hal lain yang membuatnya tidak tenang adalah karena dia seorang pria. Sangat wajar jika dirinya memiliki hasrat ketika ada seorang wanita berstatus istrinya sedang terbaring di sampingnya. Apalagi sudah cukup lama Rama tidak menyentuh Arimbi karena kesibukan mereka.

Hasrat itu sebenarnya sudah timbul sejak tadi. Saat tidak sengaja melihat Bella membuka kancing bajunya. Begitupun saat Bella keluar menyambut tamu. Bella yang terlihat segar habis mandi. Wajahnya polos tanpa riasan, rambutnya sedikit basah. Meskipun hanya mengenakan celana panjang dan kaos kebesaran dia terlihat menarik. Benar kata Eyang putri. Bella itu cantik. Sangat menggoda iman.

Belum lagi saat berdekatan seperti ini. Wangi sabun Bella menusuk hidung Rama. Makin melambungkan gairah di hatinya. Mendesaknya untuk menyentuh gadis itu. Kalau tidak ingat Arimbi, Rama mungkin sudah hilang kendali. Sungguh, Rama harus menahan dirinya sekuat tenaga. Meskipun tubuhnya pegal, dia tidak berani menghadap ke belakang.

Rama bisa mendengar gemuruh di dadanya. Hatinya berperang melawan rasa penasaran. Ingin tahu seperti apa pemandangan di belakangnya. Rama tidak kuasa lagi menahan diri. Perlahan dia membalikkan tubuhnya. Berusaha keras agar gerakannya tidak terasa.

Cukup lama Rama menatap punggung di depannya itu. Tertutupi seluruhnya oleh selimut, hanya menyisakan bagian kepala. Rambut Bella yang tidak terlalu panjang jatuh memenuhi bantalnya. Dari sini, Rama menyadari betapa mungilnya tubuh istrinya itu.

Rama Mengikuti gerakan tubuh Bella yang naik turun akibat nafasnya. Lalu dengan sangat pelan tangannya mulai bergerak. Ingin sekali Rama menyentuh rambut Bella. Lagipula sepertinya Bella telah terlelap. Dia bisa memegang sedikit dan tidak akan ketahuan.

"Mas janji tidak akan memberikan hati padanya, apalagi menyentuhnya"

Seperti bisikan, janji yang Rama ucapkan pada Arimbi itu terngiang di telinganya. Menghentikan tangan Rama. Menyadarkannya bahwa ada janji yang mesti ia jaga. Rama sudah bersalah tidak memberitahu Arimbi bahwa ia tidur satu ranjang dengan Bella. Ia tidak mampu menambah kesalahannya lagi.

Rama segera menarik kembali tangannya. Ia mendesah kasar. Lalu bangun dan turun dari ranjangnya. Kali ini tanpa kehati-hatian. Tidak peduli jika Bella terbangun. Lalu Rama melangkah pergi ke kamar mandi. Lebih baik baginya membasuh muka untuk mengembalikan akal sehatnya.

Setelah Rama pergi, Bella menghembuskan nafas lega. Sejak beberapa menit yang lalu, dia ada dalam situasi menegangkan. Saat merasakan ada gerakan dari sisi ranjang lainnya, Bella sadar kalau Rama membalik tubuh ke arahnya.

Selir (Tamat) | Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang