Warisan

10.9K 878 17
                                    

Bella menyalami para pelayat wanita yang hendak pulang. Lalu mengantar mereka sampai ke teras depan untuk mengucapkan terima kasih. Sepertinya itu adalah rombongan pelayat yang terakhir, sehingga Bella bisa duduk sejenak untuk beristirahat.

"Nduk, kamu tidur saja dulu. Biar di sini tante yang mengurus"

Ujar Mirna sambil mengurut pundak Bella. Padahal biasanya dia bersikap ketus pada menantu mendiang kakaknya itu. Namun saat ini tidak tega saat melihat wajah sembab Bella. Serta garis lelah yang ikut memperburuk tampilannya.

Bella menurut dan segera beranjak dari duduknya, pergi ke kamar tamu. Mungkin sebaiknya dia melepas lelahnya dulu. Semalam tidak tidur dan sedari pagi sudah sibuk menyambut para pelayat. Lagipula masih ada keluarga lain yang bisa menggantikannya.

Meskipun ia merasakan lelah yang teramat, Bella juga tidak bisa tidur. Dia justru sibuk menghapus air mata yang kembali jatuh. Dia tidak menyangka Yudha akan pergi secepat ini. Belum lama dia memiliki seorang ayah lagi. Baru saja dia menyebut Yudha dengan panggilan papa. Namun Tuhan rupanya lebih sayang pada Yudha.

"Memang ini permintaan berat, tapi hanya pada kamu, Cah ayu, aku bisa mempercayakan anakku satu-satunya"

Pesan Yudha itu terus terngiang di telinga Bella. Dia ingin menepatinya. Hanya saja dia teringat pada janjinya yang lain. Kesepakatan yang dibuatnya bersama Rama sebelum mereka menikah.

"Ini hanya untuk papaku. Jadi begitu Papa tidak ada, bersiaplah untuk angkat kaki dari rumah tangga kami"

Bella tidak menyangka, pernikahannya akan berjalan sesingkat ini.

******
Rama memperhatikan para om-nya yang sedang mengobrol. Sesekali menyesap kopinya. Dia Berusaha menjaga kesadarannya. Namun pikirannya masih berada di awang-awang. Semua masih seperti mimpi bagi Rama.

Ada banyak penyesalan di hati Rama. Amat banyak hingga ia merasa belum melakukan apapun untuk menyenangkan hati papanya. Bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan perpisahan saja tidak sempat. Satu-satunya kenangan terakhir yang ia miliki adalah senyuman Yudha saat dia pamit tidur semalam. Kalau saja dia tahu papanya akan pergi, tentu Rama akan memilih terjaga untuk mengobrol dengan Yudha.

"Jangan terlalu sedih. Kamu tidak membiarkan papamu menikah lagi, jadi biarkan papamu bertemu istrinya di surga"

Hibur Sultan sambil merangkulku Rama. Mereka cukup dekat, hingga Sultan bisa tahu isi hati keponakannya.

Rama hanya tersenyum kecut. Tidak semudah itu merelakan kepergian papanya yang baru beberapa jam lalu. Mamanya yang sudah pergi belasan tahun lalu saja masih menyisakan kesedihan baginya.

"Siapa yang akan tinggal di sini mengurus acara selamatan Ram?"

Tanya Dodi, paman Rama yang lain. Menurut kebiasaan yang ada, memang ada acara selamatan hingga 7 hari ke depan jika ada yang meninggal. Biasanya bertempat di rumah mendiang.

"Tentu saja Bella kan Ram? Kalau Arimbi tidak mungkin. Pasti dia harus segera kembali bekerja"

Sultan yang menyahut.

Sebenarnya Rama tidak ingin membahas dulu masalah seperti itu. Pikirannya masih kalut. Tetapi dia harus setuju dengan jawaban Sultan. Arimbi hanya bisa cuti hingga hari ketiga.

"Oh, istri keduamu? Sebaiknya memang dia saja. Aku tidak menyangka dia cukup baik. Dia yang menjaga di rumah sakit, lalu kulihat hari ini banyak membantu juga"

Timpal Dodi setuju. Kata-katanya langsung mengundang persetujuan dari saudara lain. Tiba-tiba saja mereka sudah membicarakan Bella. Karena selama ini pandangan mereka cukup buruk terhadap Bella, sehingga kontribusi besar Bella kali ini cukup mengundang simpati mereka. 

Selir (Tamat) | Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang