Setia

11.1K 796 29
                                    

Matahari telah mulai terlihat saat mobil Rama memasuki jalan tol. Berkilo-kilo meter jalan telah dilewatinya, namun Rama masih belum menata pikirannya. Bella masih hadir di sana.

Rama tahu dia tidak seharusnya seperti ini. Membawa perasaan rindu pada wanita lain di depan Arimbi. Tindakan paling salah yang bisa dilakukannya.

Rama teringat pada obrolannya semalam dengan Bella. Rama membuka kisah cintanya dengan Arimbi. Kisah yang membuat Bella terkagum-kagum. Justru karena itulah, hati Rama merasa makin berat.

Bella dengan tulus menghargai hubungan Rama dan Arimbi. Bella yang tidak pernah berharap lebih pada Rama. Bella yang membatasi dirinya. Sikap itulah yang membuat Rama menganggap Bella istimewa. Hingga meskipun meninggalkan Malang, perasaan itu justru tetap terbawa dengannya.

Tanpa sadar waktu berjalan cepat. Tahu-tahu Rama sudah sampai di rumahnya. Dia melepaskan nafas besar. Ini pertama kalinya Rama tidak bersemangat melihat rumah yang sudah ia tempati selama lima tahun terakhir itu.

Rama mengeluarkan tasnya dari mobil lalu bergegas masuk ke rumah. Dia ingin segera tidur lagi. Tadinya dia akan langsung pergi ke kantor, namun karena kurang tidur dia memutuskan pulang lebih dulu. Dia bisa pergi ke kantor nanti siang.

"Tumben pulang dulu Mas?"

Rama terjengit kaget karena pintu tiba-tiba dibuka. Arimbi muncul masih dengan piyamanya.

"Iya, mau istirahat dulu"

Jawab Rama, sama sekali tidak menyangka jika Arimbi ternyata masih di rumah. Dia tidak tahu kenapa melihat Arimbi langsung membuatnya gugup. Seperti maling yang tertangkap basah saat mencuri. Dia sampai membeku di tempat.

Arimbi langsung meraih tas Rama Dan menggandeng suaminya masuk.

"Kamu tidak bekerja?"

Tanya Rama.

"Tidak, hari ini aku minta cuti. Kenapa Mas Rama tidak cuti saja? Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu berdua"

"Huh.. i..iya"

Rama tidak sempat berpikir, langsung menuruti saja kata-kata Arimbi.

******
Teh hangat itu langsung menghangatkan tenggorokan Bella. Suhu panas yang terasa dari balik gelasnya juga ikut menular ke tangannya yang dingin. Bella tidak menyangka jika tempat ini lebih dingin ketimbang di rumahnya. Mungkin karena daerah ini lebih tinggi dan semalam juga hujan deras. Tapi Bella suka dengan kesejukan tempat ini.

Rama sudah pulang, Bella sendirian di rumah. Karena itu dia memutuskan pergi menjenguk Pak Parto yang sakit di rumah anaknya. Sepertinya Bik Nah tidak akan bisa kembali bekerja di rumah Bella sementara waktu. Pak Parto sudah membaik, namun belum bisa turun dari ranjang. Bella sudah menawari untuk dirawat di rumah sakit. Dia akan membayar seluruh biaya pengobatan. Niatnya itu ditolak dengan halus.

Tidak masalah bagi Bella jika Bik Nah meliburkan diri. Hanya saja dia tidak tega melihat perempuan paruh baya itu bersedih. Meskipun masih tertawa saat bicara dengannya, namun Bik Nah sudah tidak seceria dulu. Ada banyak kekhawatiran di raut wajahnya.

"Tiiinnn...."

Suara bel sepeda motor mengejutkan Bella. Saat dia menoleh, Rendra sedang melambaikan tangan sambil tersenyum padanya. Tanpa disuruh, Rendra sudah membelokkan motornya ke pelataran rumah Bik Nah.

"Kok kamu ada di sini?"

Tanya Rendra yang juga langsung duduk di sebelah Bella tanpa perlu dipersilahkan.

Rendra tinggal cukup lama di Australia. Di Indonesia pun dia juga punya latar belakang keluarga ibukota yang kaya raya, sehingga tak terlalu mengindahkan tata krama yang kaku.

Selir (Tamat) | Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang