Bella mengelap peluh di dahinya. Rasanya udara semakin gerah saja. Padahal kursinya kini persis di depan blower. Rasa panas juga menghinggapi hatinya. Mengantar rasa sesak di dadanya. Itu semua karena sepasang mata yang seolah tak jengah menatapnya.
Bella tidak perlu menoleh untuk melihat. Dia tahu Rama tengah menatapnya tajam. Mungkin masih kesal karena dia melamun hingga tak menyadari bahwa semua orang telah duduk.
Bella awalnya berusaha acuh. Pura-pura mendengarkan Om Sultan yang kini sedang memberikan wejangan pada anak dan menantunya. Namun lama kelamaan tidak tahan juga. Bella pun memutuskan beranjak dengan alasan pergi ke toilet.
Lama sekali Bella mengurung diri di bilik kecil itu. Sembari mengulur waktu. Dia baru keluar saat orang lain mengetuk pintu hendak menggunakan toilet juga. Dengan langkah malas Bella pergi ke depan.
Acara sudah selesai. Pasangan pengantinnya sedang mempersiapkan diri untuk acara resepsi. Para keluarga juga sudah bubar. Ada yang pulang, ada yang beristirahat. Semua tersebar. Membuat Bella bingung harus kemana. Setiap dia lewat, para orang yang harusnya sekarang adalah kerabat itu melemparkan tatapan menolaknya. Tidak ingin Bella bergabung dalam pembicaraan mereka.
"Bel kok ada di sini?"
Lagi-lagi Dian yang menemukan Bella.
"Baru dari toilet Tan"
Jawab Bella beralasan. Mukanya sedikit merah karena malu terus tertangkap basah oleh orang yang sama.
"Semua sudah pada makan, kamu juga cepat makan, ajak suamimu. Oh..iya, Rama itu biasanya kalau makan diambilkan. Itu ada nasi rawon kesukaannya"
Dian menunjuk ke arah meja yang menyediakan makanan secara prasmanan. Di sana memang sudah ramai orang antri mengambil makanan.
Bella hanya meneguk ludah. Sedikit terkejut harus mengambilkan makan Rama. Bicara saja tidak bisa, Bella tidak kepikiran memberi perhatian.
Melihat Bella tidak bereaksi, Dian segera menarik tangannya. Membawanya ke meja prasmanan bahkan meletakkan piring di tangan Bella. Lalu memberinya arahan, mana saja makanan kesukaan Rama.
******
Bella berjalan dengan perasaan was was. Bukan karena piring di tangannya penuh dengan kuah, melainkan pada siapa piring ini akan diserahkannya. Dari jauh, matanya sudah fokus memandang orang itu."Mas.."
Bella mengumpulkan keberanian memanggil suaminya.
Rama menoleh sebentar padanya dengan ekspresi malas. Lalu memalingkan muka tanpa menjawab. Membuat Bella harus menahan nafas mengatakan maksud panggilannya.
"Sudah aku ambilkan makan. Silahkan"
Ujar Bella hati-hati. Sambil meletakkan piring itu di meja depan Rama.
"Siapa yang menyuruhmu? Memangnya aku tidak bisa mengambil sendiri?!"
Tanya Rama dengan nada sengit. Bella harus menguatkan dirinya untuk tetap bersikap tenang. Meskipun tatapan tajam Rama serasa menelanjangi harga dirinya.
Hampir Bella menjawab Rama. Dengan sifatnya, Bella biasanya ngeyel dalam membela diri. Namun mulutnya terkatup begitu melihat sekitarnya. Tidak elok berdebat di acara orang lain. Apalagi Rama itu suaminya.
Rama kesal lagi-lagi hanya diam. Dia akhirnya bangkit, pergi sendiri menuju meja makanan. Sedangkan Bella duduk di kursinya. Matanya masih setia mengikuti setiap gerakan Rama. Entah kenapa hatinya menyuruh begitu.
Gengsi. Mungkin itu penyebab Rama tiba-tiba marah. Dirinya sendiri tahu itu sikap kekanakan. Kalau ada yang dengar tadi malah bikin malu. Tapi sudah kepalang tanggung sikap kejam ini dilakukan Rama. Dia merasa harus konsisten dengan perannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir (Tamat) | Segera Terbit
Romance"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Menjadi wanita yang hadir di antara pernikahan orang lain? Sudah pasti dilabeli sebagai pelakor, perusak rumah tangga oran...