XIV : (Bukan) Salah Kita

711 88 6
                                    

Jennie terbangun ketika merasa kepalanya terasa berat. Perempuan itu mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan matanya dengan sinar matahari yang menerobos melalui celah jendela.

Perempuan itu merenggangkan tangannya sambil menguap. Membuat selimut yang menutupi tubuhnya melorot. Ia mencoba bangkit dan berniat menggosok gigi.

Mencari handuk bersih di dalam lemari namun merasa janggal saat melewati kaca yang ada di pojok ruangan. Jennie mundur selangkah berdiri di depan kaca, matanya melotot kaget saat menyadari kini ia tidak memakai sehelai busana.

Berteriak kaget, perempuan itu kembali berlari menuju ranjang. Menyampirkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi kepadanya.

Apakah ia telah diperkosa seseorang...?

Otaknya ia paksa untuk memutar kembali memorinya yang sialnya masih terasa kabur-kabur. Lalu bersamaan dengan seseorang yang mematikan keran air dari kamar mandi, secepat itu pula tubuh Jennie menegang kaku.

Sosok Hanbin berada disana. Tampak seperti habis mandi karena rambutnya yang masih terlihat basah. Hanbin, lelaki itu juga menatap Jennie yang kini memasang wajah horor, seolah perempuan itu baru saja melihat hantu. Ia berjalan mendekati Jennie.

"Ja-jangan mendekat!" Cicit Jennie pelan.

Hanbin menghentikan langkahnya secara otomatis. Mulai menyadari letak kesalahannya ketika melihat raut wajah Jennie yang terlihat sangat ketakutan.

"Jennie, aku bisa jelaskan semuanya." Hanbin mencoba berusaha menghampiri Jennie. Namun lagi-lagi perempuan itu berteriak menyuruhnya untuk berhenti.

"Pergi! Aku bilang pergi!" Jennie perlahan terisak. Tubuhnya yang masih tertutup selimut bergetar.

Hanbin menghela napasnya, mungkin Jennie masih dalam keadaan syok. Hanbin berusaha memaklumi, namun meninggalkan Jennie sendiri dalam keadaan kacau dan kesalahpahaman seperti ini juga bukan pilihan bagus.

"Aku akan menunggu di lobi, dan akan kembali setelah sesaat kamu siap mendengarkan penjelasanku."

Jennie masih bisa merasakan Hanbin yang masih tengah menatapnya. Maka dari itu ia bergerak memutar tubuhnya dan membelakangi Hanbin.

Pintu perlahan ditutup oleh Hanbin. Dan pertahanan Jennie saat itu juga runtuh. Tidak pernah sekalipun ia merasa sehancur ini.

***

Hanbin menunggu dengan perasaan kalut. Sudah lebih dari dua jam dan Hanbin masih ragu apakah kondisi Jennie sekarang sudah lebih baik.

Ia tahu dirinya berengsek. Melihat kondisi Jennie yang sangat syok membuat Hanbin merasa dirinya seperti seorang penjahat. Seharusnya ia bisa menahan nafsunya kemarin malam.

Bagaimana bisa ia bisa hilang kendali seperti itu? Dan memanfaatkan kondisi Jennie yang tengah mabuk untuk kepuasan dirinya sendiri, sungguh Ibunya pasti akan merasa malu mempunyai anak seperti dirinya.

Hanbin beranjak, mencoba menghilangkan keraguannya. Hanbin menaiki lift menuju lantai dimana kamarnya terletak. Ia berdoa sedikit sebelum membuka kenop pintu.

Hal pertama yang dilihatnya adalah Jennie yang sudah rapih dengan baju semalam yang dipakainya dan tengah menyisir rambut. Hanbin berdiri kaku di daun pintu. Merasa bingung dan cemas bersamaan.

"Jennie.." Panggil Hanbin pelan.

Dari cermin tempat Jennie, Hanbin bisa melihat Jennie tersenyum tipis kepadanya. "Masuklah, tidak apa." Jawabnya pelan.

Hanbin kemudian berdiri di sisi paling pojok, menjaga jarak supaya Jennie merasa nyaman. Matanya tak pernah lepas memperhatikan setiap pergerakan dari Jennie.

Unscrew You | 96's LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang